curhatibu.com

Meneladani Ummu Isma’il


“Wahai Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan keturunanku di sebuah lembah tanpa tanaman di sisi rumahmu yang muharram. Wahai Rabb kami, agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati-hati manusia condong kepada mereka. Dan berilah mereka rizki dari buah-buahan. Semoga mereka mensyukurinya” (Ibrahim 37)

Nabi Ibrahim mempunyai istri bernama Sarah. Ibrahimd an Sarah adalah dua orang beriman pada masa tersebut. Dan Sarah menjadi istri Ibrahim, membina rumah tangga bersama Ibrahim puluhan tahun. Bahkan hampir mencapai umur 80 tahun, dan mereka tidak dikaruniai keturunan. Karena hal itu, Sarah menawarkan Hajar kepada Ibrahim untuk dinikahi. Maka, menikahlah Ibrahim dengan Hajar dengan tujuan untuk mendatangakn keturunan. Sehingga lahirlah Isma’il.

Hajar dan Sarah tidak pernah bertengkar dan berselisih. Namun, ketika hajar telah melahirkan Isma’il dan Ibrahim telah tumbuh cinta pada Hajar, muncullah kecemburuan. Saking cemburunya Sarah, ia bernadzar untuk melubangi 3 anggota tubuh Hajar. Lalu, dengan nasehat Ibrahim, dilubangilah kedua telinganya, dan disunatnya Hajar. Inilah pertama kalinya hal itu terjadi.

Hal yang harus dibahas di sini adalah seorang istri yang memberikan hal terbaik kepada suaminya, yaitu seorang istri. Ini adalah niat baik. Namun, yang tak bisa dihindari adalah adanya kecemburuan yang terjadi.

Setelah menanti sekian lama, Ibrahim akhirnya mendapatkan seorang anak. Cobaan terhadap Nabi rupanya datang kembali. Yaitu Allah memerintahkannya untuk meletakkan Hajar dan ISma’il di negeri yang dia sendiri tak pernah mengunjunginya, yaitu di Pegunungan Faran (Mekkah).

Ibrahim membawa Hajar dan Isma’il berjalan berhari-hari tanpa sepatah katapun Hajar mempertanyakan kemana mereka akan dibawa. Setelah sampai di pegunungan ditinggallah mereka berdua dengan membekali kurma dan sedikit air. Lihatlah betapa sedihnya mereka. Namun, yang ada dalam benak adalah menjalankan apa yang diperintahkan Allah.

Lalu, Ibrahim pun telah saatnya pergi. Apa yang diucapkan Hajar, “Ya Ibrahim, kepada siapa engkau tinggalkan kami?”, maksudnya, lembah ini tidak ada apa-apa, maka bagaimana mereka akan tinggal di tempat seperti ini. 

Ibrahim terdiam, hanya berpaling, dan berangkat. Lalu Hajar berkata untuk kedua kalinya, “Wahai suamiku, apakah Allah memerintahkan engkau meninggalkan kami di tempat seperti ini?”

Ibrahim hanya bisa mengangguk ,tanpa bisa berkata.

Ucapan itu dijawab Hajar, dengan keyakinan tinggi, “Kalau begitu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami”. Ibrahim tidak bergeming, lalu dia pun berjalan. Ia pun melangkah terus. Dan berhenti saat tidak terlihat lagi oleh Hajar dan Isma’il. Dia berdoa, “Ya Rabb kami, sesungguhnya aku letakkan keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman. Akan tetapi di sisi rumahMu yang engkau haramkan”.

Dia tahu telah meninggalkan istri dan anaknya di tempat yang sangat berbahaya. Maka ia berdoa kembali, untuk lebih memantapkan keimanannya bahwa ALLAH yang telah memerintahkan dan tak akan pernah menyia-nyiakan hambaNya.

Pelajaran tentang ummu isma’il
Ridha dan qana’ah terhadap apa yang Allah berikan. Memiliki tawakkal tingkat tinggi bersama kesenangan atau kesusahan hidup yang dilalui bersama suami. Hajar, sebagai istri, tidak banyak menuntut. Apalagi ia tahu posisinya sebagai istri kedua. Ia menguatkan hubungannya dengan Allah. Ia tau apa hak dan kewajibannya. Hak nya adalah apa yang diberikannya pada suami, dan kewajibannya adalah berkhitmad pada suami dan menjalankan perintah Allah. Jika kita menjalankan apa yang diinginkan Allah, maka kita akan mendapatkan surga.

Sikap ridha dan qana’ah tidak dibawa dari lahir. Semuanya adalah dari ilmu dan belajar. Bersikap santun itu dengan berusaha kita santun. Sikap yang baik yang bisa kita teladani ini adalah mengurangi mengeluh terhadap hal-hal yang telah menjadi tugas kita. Jika ingin mengeluh, mengeluhlah pada Allah. Sebagaimana Ya’qub yang berkata tentang keluhannya untuk berpisah dengan Yusuf, anaknya. Kata ya’qub, “Sesungguhnya aku mengeluhkan semua duka citaku, dan keletihanku kepada Allah”.

Begitupun dengan keluhan letih kita dalam mengerjakan kewajiban sebagai seorang istri. –dengan catatan, kita berhadapan dengan suami yang baik-

Ketika kita mendapatkan keadaan yang baik, maka langsung bayangkan hal yang buruk jika hal itu tidak kita dapatkan, sehingga kita akan bersyukur. MIsal, kita mempunyai suami yang dermawan pada kita, maka ingatlah suami yang sangat perhitungan untuk makan, maka kita akan bersyukur. Contoh lain, kita punya suami yang tidak pernah memarahi kita. Ingatlah, bahwa di sana ada suami yang menghitung sedikit apapun kesalahan kita. Maka kita akan bersyukur.

“Jika seandainya kalian mensyukuri, maka Allah akan menambahkan”

Jika kita mendapati kesusahan, yang harus kita pahamkan adalah bahwa kesusahan itu akan berlalu. Missal, dalam kehidupan rumah tangga suatu waktu kekurangan, maka kita nikmati saja, dan tetaplah yakin bahwa akan usai kesusahan berganti kemudahan.

Yang pertama, yakini kesusahan itu akan segera berakhir menjadi kemudahan-kemudahan. Yang kedua, nikmatilah dengan beradaptasi dengan kesusahan yang dirasakan. Tau bagaimana cara hidup dengan penuh keridhaan.

Setelah ditinggalkan oleh Ibrahim, bekal sudah menipis. Dan saat isma’il ingin minum ASI, ternyata tak keluar. Tak tersisa lagi air. Anak menggelepar. Hajar yang tak tega, berlari, ia menjauh. Dilihatnya di kejauhan tak ada tanaman. Maka hari semakin naik, dan nampaklah fatamorgana. Ia menyangka itu adalah air. Berlarilah Siti Hajar menuju daerah MArwa, sementara Hajar di Sofa. Berputar dan berulang-ulang.

Hajar berputar berlari ini adalah untuk contoh bagi wanita muslimah.

Isma’il yang tidak tahan kehausan itu, menendang-nendang. Dan tendangan kakinya itu membuat sebuah lubang yang dari sana muncullah air.

Inilah muncul keajaiban bagi orang yang bertawakal sepenuhnya pada Allah. Barangsiapa yang bertawakal, maka Allah yang akan menanggungnya. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah, maka Allah akan berikan jalan keluar, dan rizki yang tidak terkira. Inilah buah ketaqwaan Hajar.

Ia mengatakan sembari menutupkan tangan pada lubang air itu, “Zam-zam…berkumpullah-berkumpullah..”. Rasul bersabda, jika Hajar tidak menutupkan tangan ke lubang itu, maka ianya akan menjadi sungai.

Kisah mereka sungguh menjadi pelajaran bagi orang yang berakal.

Air zam-zam menjadi keutamaan yang tidak akan pernah punah sampai akhir zaman. Jika memenuhinya dengan niat, maka Allah akan penuhi niat tersebut atasnya. Ia adalah minuman sekaligus makanan. Semenjak itu datang burung-burung mendekati  tempat itu.

Begitupun ketika ada para pedagang yang melewati tempat itu karena melihat burung yang pasti ada sumber air di sana. Maka berkembanglah kota mekkah tersebut.

(catatan dari kajian Ust. Armen Halim Naro)

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)