curhatibu.com

"Uang ini, diridhai Allah tidak ya?"

"Jika niatan bekerja itu untuk Allah, sebagai ibadah padaNya, kenapa harus mengeluhkan satu dua hal yang sudah Dia tetapkan dan tak mungkin tertukar itu?" tanya seorang kawan. 

"Tapi...", kataku menyela, "ah, mungkin, kadar iman sedang turun. Ya kan?"

"Bisa jadi. Aku ingat benar apa pesan umi pada kita sore itu. Sore menjelang siang, tepatnya. Meski di luar panas, tapi di dalam masjid baitul maal itu terasa sejuk, sesejuk materi yang tersampai." lanjutnya kemudian. 

Alisku mengkerut, mengharap bertemu ujung-ujungnya, tapi tak cukup panjang. -apa tho materinya?-

"Tiga hal yang tak akan pernah tertukar. Rizki, jodoh, dan kematian. Tak pernah tertukar, waktu/tempatnya/jumlahnya/rupanya/lain-lainnya." ia nyengir kepadaku.

"Jadi, tak perlu risau-lah untuk perihal nomor satu. Tak akan tertukar. Hanya....", berhenti sejenak, "yang berbeda adalah bagaimana kita mendapatkannya. Pun, apakah ada keberkahan dalam setiap keping (eh, lembar) yang diperoleh!". Dia mengangguk-angguk sendiri. Yakin sangat dengan pernyataan yang baru saja disampaikan. 

"Hati-hati dengan uang yang bukan hak kita menerimanya!", ujarnya lebih serius. 
"Aku kerja koq..." rajukku seolah tersindir atasnya.

"Waktu yang terbuang percuma. Waktu yang hanya digunakan untuk main-main. Waktu yang hanya main game. Yang penring masuk, absen, dan nampak di kantor", lanjutnya lagi

"Tapi kan, yang penting kerjaan selesai! Toh mungkin itu cuma refreshing, supaya tidak jenuh. Tidak ada salahnya bukan?", aku seperti membela diri

"Tak masalah koq. Sungguh. Apalagi jika dengan refreshing itu jadi bisa membuat produktifitas meningkat. Tak apa-tak apa!", katanya menenangkan, sembari kelima jari tangan kanannya melambai (bukan, bukan...)

Aku menghela nafas, tersenyum puas, pembelaan berhasil.

"Masalahnya itu," kata dia lagi, "ada beberapa pihak atau bagian atau orang, yang sengaja melalaikan kewajibannya. Sehingga, mengharuskannya menambah waktu pengerjaan (supaya cepat selesai), yang ujungnya, uang rakyat terkorbankan!"

Maksudnya apa tho, kakak?? -kira kira, wajahku demikian berkata-

"Pagi hari, datang pagi. Pagiii sekali. Untuk apa? Absen. Meletakkan tas di kursi, untuk menunjukkan saya sudah datang lho... Kemudian, pergi lagi keluar, entah kemana. Sekalinya datang ke kantor, sudah jam 10-an. Itupun, buka komputer, browsing, atau main game dengan asyiknya. Sore hari, ditanya oleh pak Bos, kerjaan yang buat besok sudah selesai? lalu menjawab, belom pak. Oke, kalau gitu, kita lembur hari ini. Siapkan SPK lembur", penjelasannya demikian. 

Aku? diam saja. Mencoba me-reka kejadian yang disampaikan, lalu me-visualisasi-kan nya, dan rupanya, menemukan bukti nyatanya. 

"Dan ketika dua tiga hari berikutnya mereka menerima honor, mereka pun dengan senang hati memasukkannya ke dalam dompet, tanda tangan, dan makan-makan di rumah makan mewah terdekat", katanya lagi. 

Jadi, aku mengambil kesimpulan. 
Dia (orang-orang seperti itu) menerima uang gaji tiap bulannya (tanpa dikurangi sepeser pun, karena absennya utuh), tapi dia mendapat tambahan honor-honor itu. Banyak, iya. Tapi, kira-kira, Allah ridha tidak ya? Seolah dapat aku katakan bahwa di sebagian uang yang diterimanya itu ada yang bukan miliknya, kan tidak kerja!. Begitu. 

Aku menghela nafas. Lalu, kalau mendapat surat tugas dua hari, sedangkan kerja yang dilakukan hanya sehari, dan tanda tangan dengan santainya untuk dua hari, dan mendapat honor untuk dua hari? Allah ridha tidak ya?

Atau tak bekerja, menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi yang tidak ada manfaatnya, Allah ridha tidak ya?

hufh..begitu seterusnya. 
Banyak evaluasi. Muhasabah dan pengingat untuk diriku sendiri. Bukan untukmu, atau untuk siapapun. Karena, aku yakin, kalian tidak seperti itu.

"Salah satu kunci keberkahan adalah menjauhkan diri dari yang diharamkan Allah, dari sesuatu yang bukan hak kita menerimanya", nasehat Ust. Yusuf Mansyur di malam itu. 

"Kamu pasti ga dibagi-bagi uangnya ya, makanya kamu menulis hal ini?," kata orang ketiga
"Masak gitu? Apa iya ya?", kataku sendiri. Lalu aku berdoa, "Rabb, jagalah aku... dari hal-hal yang menjauhkanku dari ridha-Mu. Jagalah aku dari harta-harta haram yang mencemari darah dan darah daging-ku... Cukuplah Engkau bagiku... Aku  berserah pada-Mu. Tetapkan hati-ku di jalan-Mu"

Aku mengelus dada, ada sesak di sana. Tapi, aku sedikit lebih tenang, karena telah diingatkan Allah melalui-dia. 

"Kalau posting blog melalui komputer dan jaringan kantor, termasuk hal yang diridhai Allah tidak ya?", nah lho, bertanya lagi. 

Semoga tidak. Semoga, apa yang diposting adalah dalam rangka menyelamatkan diri dari hal-hal yang diharamkan. Dan semoga, dapat turut serta dalam upaya perbaikan bangsa. Bekerja untuk negeri, bekerja untuk Allah :)

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)