curhatibu.com

10 Hal Yang Tidak Pernah Dishare di Medsos Tentang Homeschooling

Yang tidak pernah dishare tentang homeschooling

Di balik "indahnya" foto dan video keseruan keseharian anak Homeschooling yang tersebar di media sosial, please, jangan langsung kepengin. Jangan pula langsung tergoda memutuskan mau meng-homeschooling-kan anak, sebelum mengetahui 10 hal berikut

Tantangan Keteraturan Diri Sendiri

Memang sih homeschooling itu fleksibel. Tapi, kadang justru itu yang membuat para orang tua homeschooling mengalami kesulitan menjaga ritme dan keteraturan harian mereka sendiri. Bisa jadi karena seperti mendapatkan tambahan tugas yang "biasanya" diserahkan kepada sekolah. Sementara ibu-ayah masih tetap harus mengerjakan tugas/kerjaan di rumah dan kantor. Homeschooling itu justru nambah PR atau list kerjaan ayah-ibu sebenarnya. Udahlah harus kerja, ngurus domestik, tambah amanah mengajar anaknya. Hehe.. 

Sering Khawatir Atas Kualitas Pendidikan Anak

Yap. Ini karena mindset yang tertanam puluhan tahun adalah pendidikan sama dengan sekolah. Jadi ketika anak tidak sekolah, langsung muncul rasa khawatir, "sudah cukup belum ya, yang kuberikan buat anak-anak". Sudah memadaikah? Apakah kelak anak-anak bisa survive dengan menjalani pendidikan dari rumah begini? Materi belajarnya apakah sudah sesuai dengan kebutuhan anak seusianya? 

Dan banyak sekali pertanyaan ataupun kegamangan tentang kemajuan belajar anak - apalagi jika orang tua homeschooling tipe tipe perfeksionis - yang inginnya semuanya sempurna, atau sebaliknya, tidak rapi mendokumentasikan kegiatan belajar anak. Akan bertambah lagi kegalauan, "anakku koq ga ngapa-ngapain, ya.. anakku koq ga kemana-mana, di sini sini aja ya.. " 

Tidak Mendapatkan Komunitas Yang Saling Mendukung

Homeschooling itu perjalanan marathon. Panjang, bertahun-tahun, belasan tahun. Kalau sendirian, rasanya memang cukup berat sih. Tidak ada teman sharing, teman saling memotivasi, saling berbagi tips dan keseruan menjalani homeschooling. Ya, sebagai ortu anak HS, kami butuh semua itu. Memang tidak mutlak sih, toh, selama menikmati proses belajar bersama anak, dan yakin betul dengan apa yang dijalani, petualangan homeschooling akan menjadi menyenangkan - dengan atau tanpa bersama komunitas. 

Yang cukup terasa bukan hanya orang tuanya - tapi bagaimana perlu perjuangan untuk menemukan teman sebaya yang sama-sama tidak sekolah formal. Entah teman hobi, minat, maupun yang menekuni hal yang sama. Anak pun butuh komunitas untuk mereka mengasah kemampuan sosial (terutama saat usia sekolah), sekaligus meningkatkan kapasitas diri mereka melalui tutor dan teman-teman yang se-minat-bakat. 

Tentu tidak mudah - karena sebagian besar anak Indonesia adalah pesekolah formal. Namun di era seperti ini, pertemuan dengan teman yang "sama" menjadi lebih mudah. Terlebih semakin menjamur kelas online, membuat hal itu terasa lebih bisa didamaikan. 

Tidak Mendapat Dukungan Dari Orang Terdekat (Tetangga, keluarga besar, dll)


Menanggapi berbagai pertanyaan, "ga sekolah?", "sekolah di mana?", "kalau ga sekolah, nanti sosialisasinya gimana?", sampai ada yang mengira bahwa ada masalah biaya, "kalau kamu ga sanggup nyekolahin anak, biar sama nenek aja, mau disekolahin di deket rumah sini"

Tapi, apakah kita wajib menjawab pertanyaan itu? Tidak. Apakah kita harus menyampaikan ke semua orang tentang keputusan kita? Tidak juga - buat apa. Maka, siapkan hati yang lapang, dan kalau yang bertanya itu sekedar bertanya (bukan karena tertarik mendalami homeschooling), "di-iya-in' aja"


Rasa Bersalah dan Ekspektasi Yang Terlalu Tinggi

Sering. Seriiiiing terjadi. Rasa bersalah karena merasa hari-hari tidak produktif. Rasa bersalah saat suatu periode tertentu muncul rasa kurang semangat mengajar anak-anak. Termasuk bagaimana harus menyesuaikan (berdamai) dengan perkembangan anak, atau keseharian perjalanan homeschooling yang bisa jadi jauh dari bayangan ideal yang kita miliki. 

Perkembangan anak itu kan pastinya bervariasi ya. Kadang kakaknya udah bisa baca, adeknya di umur yang sama koq belum juga bisa ngebedain huruf b dan d, dan seterusnya. Rasa bersalah yang kadang muncul saat melihat anak-anak sekolah formal beraktivitas "seru" di sekolah atau ada study tour semacamnya, "wah, anakku ga bisa ikut ya.." 

Hehe..padahal ya kalau mau dirinci, ditulis, didokumentasikan, perjalanan masih on the track koq. Sayangnya kita suka terbawa dengan sosmed, yang membuat perasaan bersalah sering muncul melihat capaian anak orang lain. 

Tantangan Menjaga Motivasi Anak

Mungkin berawal dari kita, orang tua, membayangkan diri kita waktu sekolah dulu yang happy sekali kalau bel istirahat atau pulang sekolah berbunyi. Merasa bahwa dulu koq kita tidak menikmati belajar ya. Malah senang kalau istirahat dan pulang. Berasa bebas. Kemudian dalam gambaran ideal kita, anak homeschooling bisa belajar sesuai minatnya, semangat karena belajar sesuai yang dibutuhkan dan diinginkan. Kita lalu lupa bahwa namanya semangat dan motivasi - mau sehebat apapun anaknya - ya tetap perlu untuk diperbarui lagi dan lagi. 

Tantangannya lagi adalah ketika anak sedang belajar materi yang cukup sulit - bisa bisa kitanya yang kesel karena anak seperti malas-malasan untuk mengerjakan latihan, terlihat tidak tertarik dengan tugas yang diberikan. Hehe.. sepertinya lupa dengan gimana dulu jaman kita sekolah. Makin merasa berat menjaga itu karena orang tua tidak lagi bisa menyalahkan guru/sekolah saat anak tidak semangat belajarnya. Kalau anak sekolah, mungkin bisa sedikit "nyagerke" - menyandarkan pada bapak ibu guru untuk bisa menjadikan kegiatan belajar di kelas menyenangkan. Lha kalau di rumah? PR tersendiri.

Trial Eror

Para orang tua homeschooling biasanya hanya akan memunculkan masa-masa "berhasil" dari si anak. Untuk berbagai kesalahan cara ajar atau bahan ajar, kegagalan metode mengajar tidak akan dipublish. Jadi penting memang untuk orang tua bisa lebih berdamai dalam proses ini. Menikmatinya untuk mengambil pelajaran dan bertumbuh satu per satu tahap. Jadi homeschooling itu memang bukan indah-indah aja ya.. Ada nangisnya pas ngerasa gagal menjalankan program tertentu bersama. Ada keselnya saat ternyata anak tidak mencapai suatu goal yang sudah ditetapkan. Ada pusingnya, mengotak-atik nyari menu belajar yang pas untuk anak. Itu semua tidak akan dipublish begitu saja. 

Kecemasan Masa Depan Anak

Iya sih, memang ada beberapa rekan yang sudah menjalani homeschool puluhan tahun, memberikan testimoni dan "bukti" keberhasilan anaknya. Namun, tentu itu bukan proses singkat. Dan..peluang gagalnya pun ada. Sama juga sih dengan anak sekolah - ibaratnya, ada yang sukses, ada yang biasa aja. Ya kan. Maka HS pun ya sama. Tapi memang ada kecemasan yang terasa lebih intens ya.. hehehe.. cemas nanti anakku bisa beriringan ga ya, sama temen-temennya, bisa "survive" ga ya - kalau ga disekolahin. Mindset "jaman dulu" kan kalau mau mengubah nasib, ya sekolah. Anak ga sekolah seperti sudah dilabel gagal. Nah, yang kayak gitu sering menimbulkan kecemasan. Lagi-lagi perlu rutin mengatakan pada diri sendiri tentang tujuan mendidik anak sendiri, visi misinya apa, anak mau dibawa ke mana nanti. kalau poin-poin itu udah clear, lanjut deh HS nya insyaallah aman, dan on the track. 

Sulit Menjaga Keseimbangan dengan Kehidupan Pribadi

Karena HS biasanya butuh energi ekstra dari orang tua (biasanya Ibu). Maka seringkali ibu kehabisan waktu untuk ngurus dirinya. Ibu juga jadi jarang bisa ngobrol tenang dengan pasangan. Semua waktu rasanya diberikan untuk ngurus "pendidikan anak" di rumah. Makin berasa lagi kalau kedatangan "bayi baru". Episode yang paling berat sih, bagi keluarga HS. Ibu harus fokus ke adek bayi, sementara kakak masih di tahap yang harus dikontrol belajarnya. Makin kacau lagi. 

Namun, kadang yang beginian justru membuat ada ikatan "sepenanggungan" dari anggota keluarga lain. Kakak jadi merasa harus membantu ibu yang masih repot dengan bayinya. Ayah jadi lebih sering membantu pekerjaan domestik setelah pulang kantor. Ya, tantangan yang membuat anggota keluarga belajar bahwa kita 1 tim yang kudu bekerja sama. 

Kejenuhan dan Kebutuhan Istirahat

Orang tua homeschooling mungkin jarang berbicara tentang kejenuhan yang kadang-kadang terjadi, baik pada diri mereka maupun anak-anak. Istirahat dan waktu luang bagi orang tua dan anak sangat penting, tetapi mungkin tidak selalu ditampilkan di media sosial.

Penutup

Semua ini adalah aspek-aspek yang mungkin jarang diungkapkan oleh para orang tua homeschooling. Namun, memahami tantangan ini penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang pengalaman homeschooling. 

Jangan sampai terlalu berambisi mau homeschool hanya gara-gara melihat "asiknya" aktivitas bersama orang tua-anak di rumah, travelling dan mengerjakan proyek bersama, dan semua yang nampak seru lainnya. 

Perlu diingat bahwa setiap pengalaman homeschooling unik, dan tidak selalu tercermin dalam cahaya positif di media sosial. Tantangan dan perjuangan ini adalah bagian dari perjalanan, dan penting untuk membuka ruang untuk pembicaraan yang jujur dan realistis tentang pengalaman homeschooling.


Selamat datang di SKC, kali ini kita akan membahas hewan-hewan buas dan berbahaya. Hati hati jika bertemu hewan ini ya.. tonton sampai akhir, karena ada tebak-tebakan di akhir video. Sebelumnya, jangan lupa subscribe yaa... Terimakasih


Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)