curhatibu.com

Pandangan Agama Islam mengenai Bekerja dan KKN-part 2


Jika kita menilik hadist mengenai keutamaan bekerja dalam pandangan Islam, kita akan menemukan beberapa hal dan beberapa alas an mengapa seseorang harus bekerja. Hal ini disebutkan pula dala buku “Jadilah PNS yang Baik agar selamat dunia akherat”, sebagai berikut :

Karena Allah menyuruh untuk bekerja. Sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an
“………bekerjalah hai keluarga Dawud untuk bersyukur kepada Allah, Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih” (Q.S 34 : 13)

Bekerja, bekerja dan bekerja. Sebagai wujud syukur kita, kita persembahkan yang terbaik pada Allah. Kita manfaatkan segala potensi yang ada. Kita buat prestasi-prestasi kita dalam bekerja itu. Bukan sekedar kebanggaan semu. Namun prestasi yang hakiki.

Karena Allah mengharamkan meminta-minta

“barang siapa meminta-minta pada orang lain untuk menambah kekayaan hartanya tanpa sesuatu yang menghajatkan, maka berarti dia menampar mukanya sampai hari kiamat, dan batu dari neraka yang membara ditu dimakannya” (H.R Tirmidzi)

Dalam hadist lain disebutkan,
“Senantiasa meminta-minta itu dilakukan oleh seseorang di antara kamu, sehingga dia akan bertemu Allah dan tidak ada di mukanya sepotong daging” (H.R Bukhari)

“Sesungguhnya meminta-minta itu sama dengan luka-luka, yang dengan meminta-minta itu berarti seseorang melukai mukanya sendiri, oleh karena itu barang siapa mau btetapkanlah luka itu pada mukanya, dan baranghsapa mau tinggalkanlah, kecuali meminta kepada sultan atau meminta untuk suatu urusan yang tidak didapat dengan jalan lain “ (HR. Abu Daud dan Nasai)

Saat ini banyak orang-orang yang meminta-minta. Mereka merasa, hal itu lebih baik mereka lakukan ketinmbang harus bekerja mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Bahkan mereka mengerahkan selurh anak-anaknya yang masih kecil untuk meminta-minta. Dengan berbagai macam cara. Mulai dari langsung menengadahkan tangan, menggunakan amplop, bahkan ketika di angkutan umum pernah menemui peminta-minta dengan alibi keluarganya banyak , dan istrinya hendak melahirkan, mereka sudah sebulan ke Jakarta, untuk mencari uang biaya itu, dan berbagai alibi lain digunakan. Padahal Allah telah melarang hal tersebut. 

Entah hal itu karena kemalasan, atau karena mereka tidak punya kemampuan untuk melakukan keterampilan lain . namun, tidakkah mereka mengetahui jaminan Allah pada orang yang bekerja, bahwa Allah akan melihat pekerjaan mereka? Bukankah Allah akan memberikan sesua apa yang kita usahakan? Ketika mereka hanya meminta, maka yang akan mereka dapat adalah kehinaan. Ketika mereka bekerja, pun sebagai pengamen bersuara sumbang, itu lebih baik bagi mereka daripada meminta. Bukankah tak ada pekerjaan yang hina selama itu halal? Yang ada, orang yang tak mau bekerja karena takut merasa hina. Sungguh justru mereka telah menghinakan diri karena tidak mau bekerja. 

Karena harta terbaik berasal dari bekerja
“Pekerjaan yang paling mulia adalah hasil pekerjaan tangan sendiri” (HR Ahmad)

Lihatlah, dan rasakan kepuasan yang akan kita peroleh dengan bekerja. Berbeda dengan perasaan jika kita tidak melakukan apa-apa dan telah menyiakan waktu kita. Begitulah. Bukankan kita akan mendapat apa yang telah kita usahakan, bukan? Jika kita telah bekerja sekuat tenaga, maka Allah akan memberikan harta terbaik. Dengan bekerja halal, Allah akan memberikan harta berkah.

Dengan bekerja, kita akan mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban kita, serta menjadi manuisa lebih bermanfaat

Ingatkah kita rukun Islam, yang membangun agama ini. Syahadat, shalat, puasa, zakat, haji. Khususnya kita melihat kewajiban zakat dan haji. Bagaimana mungkin kita bias melaksanakannya, jika kita tidak punya harta untuk melakukannya. Bagaimana kita bias berzakat jika untuk makan sehari-hari saja kita kesulitan. Bagaimana kita mau melakukan perjalanan ke tanah suci, jika kita hanya bermimpi dan berdiam diri.

Memang, agama memberikan kemudahan bagi orang yang tidak mampu berzakat, maka dia akan menerima zakat dari orang yang mampu. Namun, apakah seumur hidup kita mampu hanya menjadi orang yang menerima zakat? Tak inginkah kita menjadi orang yang memberikan zakat? Senangkah kita mendapat sebutan kaum miskin, fakir, ataupun gharim yang memberikan kita hak menerima zakat? Tentunya tidak.
Begitupun haji, hanya diwajibkan bagi yang mampu, bukan? Berarti hilang kewajiban? Saudaraku, sungguh kenikmatan bias berhaji adalah luar biasa, kenikmatan yang sangat diinginkan oleh banyak orang. Tak inginkah kita merasakannya juga, dan akhisrnya sempurnalah keislaman kita dengan terlaksananya kelima rukun Islam tersebut.

Selain melaksanakan kewajiban, kitapun ingin menjadi sebaik-baik manusia bukan?
“Sebaik-baik manusia adalah orang yuang paling bermanfaat bagi orang orang lain”
Jika memiliki kelebihan dalam harta, tentu akan banyak yang bias kita lakukan bagi diri dan orang lain. Mislanya, ketika kita dilebihkan hartanya, dapat kita gunakan untuk membangun mushala, atau membangun pesantren, atau yang sederhana, kita bias membagi makanan kita kepada tentangga agar semuanya merasakan rezeki yang Allah karuniakan. Dan begitu seterusnya.

Intinya bahwa, kita tidak ingin menjadi orang miskin, bukan?  Maka itu bekerjalah. Karena,
“Begitu dekat kefakiran dengan kekafiran” (HR. Tabrani)
“Harta kekayaan adalah sebaik-baik penolong bagi pemeliharaan ketaqwaan kepada Allah” (HR. Adailami)
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mu’min yang lemah” (HR Muslim)

Dengan harta kita bias melakukan apa-apa, yaitu melakukan dan memperlancar ibadah kita pada Allah, sehingga tak mudah bagi kita terkena bujuk rayu orang-orang yang suka membeli aqidah kita dengan 2 bungkus mie instan. Selain itu, jika kita kaya, akan mudah bagi kita melakukan syariat Allah, serta membantu orang lain melakukannya pula.
Namun, yang perlu diingat adalah tujuan utama kita bukan harta duniawi, namun bagaimana harta duniawi itu mamapu menjadi sarana kita lebih dekat pada Allah menuju surgaNya.

Begitulah Allah memberikan beragam keutamaan bagi orang-orang yang mau bekerja. Agama kita juga memberikan rambu-rambu bagaimana pekerjaan kita mendapat keutamaan sesuai yang dijanjikan Allah. Salah satunya yang dibahas di sini adalah adalah prinsip kejujuran dalam bekerja. 

Allah begitu menekankan masalah kejujuran ini. Ingatkah kita ayat-ayat dalam surat Al Muthafifin,
“kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu otrang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dopenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. 83:1-3)

Ancamannya mendapat celaka.
Bukankah Allah telah memberi rambu-rambu bagaimana bekerja yang baik itu?
Pekerjaan harus halal
Terikat dengan akad / perjanjian pekerjaan
Menjaga amanah dalam bekerja
Bekerja secara professional
Tetap menjaga aturan-aturan Islam
Setiap pekerjaan halal adalah mulia
(sumber:buku Jadilah PNS yang baik agar selamat dunia akhirat)

Terkait poin-poin di atas, ada satu hal yang ingin kita tekankan di sini, yaitu masalah korupsi, kolusi, nepotisme yang smasih juga mewabah di negeri kita, khususnya. Tampaknya, KKN masih menjadi budaya dalam bekerja. Tanpa KKN, mungkin tak bisa hidup.mungkin itulah yang ada di benak mereka, para pelaku KKN. 

Namunm, ingatlah bahwa agama kita tak ada satupun ayat yang memperbolehkan KKN. Karena orang yang KKN itu:

Mengkhianati amanah
Melanggar perjanjian kerja
Melanggar aturan Islam

Kita bekerja, layaknya orang yang mengemban suatu amanah. Amanah untuk melaksanakan pekerjaan kita dengan baik. Katakanlah kita diminta sebagai bendahara. Kita tidak amanah jika kita kemudian tidak menjadi bendahara yang baik dengan KKN. Klita melanggar perjanjian kerja, ynag seharusnya kita melakukan penerimaan atau pengeluaran uang sesuai SOP, tapi kita bermain di bawah meja (korupsi). 

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya” (QS An Nisa : 58)

KKN itu berarti tidak professional. Karena tidak melaksanakan sesuai SOP yang ada. Harusnya memerikan uang sejumlah x rupiah, mereka lebihkan, dan sebagainya. 

Ingatlah sebuah hadist,
“barangsiapa yang kami pekerjakan pada suatu pekerjaan, kemudian kami beri gaji, maka apa yang diambilnya selebih dari itu berarti suatu penipuan” (HR. Abu Daud)

Menerima apa yang tidak seharusnya kita terima, melalui jalan KKN, ini adalah suatu penipuan. Karena harta itu bukan hak kita. Bukan yang seharusnya kita terima. 

Hadist lain menyebutkan
“”Rasulullah melaknat penyuap, yang menerima suap dan perantaranya” (HR Ahmad)
Salah satu bentuk KKN adalah menerima suap, atau yang menyuap. Karena itu akan mengabaikan kepentingan dan hak orang lain pula. Serta tidak sesuai dengan prosedur yang ada.
Dalam hadist lain, disebutkan pula

“Tidak halal harta seseorang muslim, kecuali dengan kelegaan (kerelaan) jiwanya” (HR Ahmad)

Hal ini berkenaan dengan KKN juga. Uang yang seharusnya digunaakan untuk suatu keperluan, harus dipakai untuk keperluan lain, tanpa tujuan dan prosedur yang jelas. Tentunya ini melanggar hak orang lain, serta bisa jadi, kita tel;ah memeras kepentingan orang lain demi kepentingan diri kita.
Di lain hal, mungkin orang yang kita peras setuju-setuju saja, ridha saja dengan hal itu, namun apakah itu halal? Bukan kah sudah melanggar prosedur yang ada? 

Begitulah Islam memberikan gambaran tentang KKN. Intinya di sini, KKN sangat dilarang dalam agama kita. Karena,KKN merupakan suatu kecurangan, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”
Harta dari KKN adalah haram, karena merupakan pemerasan hak orang lain.
Niat dari KKN sendiri sudah melanggar,. Bukan sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung dari niatnya?
KKn melanggar ketentuan, “…maka apa yang diambilnya selebih dari itu berarti suatu penipuan”
KKN, di dunia sengsara, di akherat apa lagi…
Banyak orang yang beranggapan, “Mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal?”
Anggapan yang sangat keliru. Seharusnya diganti, “Mencari yang haram susah, maka kita cari yang halal saja, pasti lebih mudah”
Jika kita sudah tahu mencari yang haram susah, kenapa harus dicari? Yang ada, di dunia kita tidak dapat apa-apa, di akherat kita celaka. Naudzubillahi mindzalik. Maka carilah yang halal, sekalipun di dunia kita kesulitan mendapatkan, maka di akherta kita akan terselamatkan dari siksaan akibat kecurangan yang kita lakukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka mari kita azzam kan dalam diri kita, untuk menjadi pekerja yang baik. Nantinya, kita akan menjadi seorang PNS (Insya Allah), maka yang harus kita lakukan,
Luruskan niat.
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap-tiap orang tergantung apa yang diniatinya. Barang siapa berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka ia akan mendapat Allah dan RasulNya. Barangsiapa yang berhijrah karena dunia atau wanita, maka ia akan mendapat kepada apa yang ia hijrahi itu”
Meluruskan niat bahwa semata menjadi PNS adalah wujud ibadah pada Allah. Bukankah sebagaimana disebutkan di awal, tikdalah diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah?

Selain itu, melakukan perintah Allah yang menyuruh kita bekerja. Bekerja untuk mendapatkan segala keutamaan-keutamaan dalam bekerja. Menjadi PNS adalah sarana kita melayani umat. Jangan sampai di negeri kita, para pelayan umat adalah orang-oramng yang tidak benar, suka korupsi, dan sebagainya. Akan semakin hancur negeri ini jika dipegang oleh yang bukan ahlinya. Maka, kami harus menjadi ahlinya untuk mengerjakan segala bentuk pelayanan pada umat.

Persiapan bekal itu perlu, dan akan dilakukan sebelum, ketika, bahkan setelahnya. Orang yang maju ke depan berpidato tanpa persiapan, maka dia akan turun dengan tidak hormat. Begitu pula kami jika tidak melakukan persiapan, maka akan turun dengan tidak hormat. Akhritnya, kita tidak akan menjalankan tugas dengan baik

Bekerja untuk ibadah. Bekerja untuk ibadah ini mencakup hal yang luas, mulai dari niat, sampai pelaksanaan. Bekerja untuk ibadah akan menjadikan kita bekerja dengan benar-halal-, mematuhi aturan Allah, dan mematuhi segala prosedur yang ada. Stidak melakukan KKN, karena itu adalah hal yang diharamkan. Bagaimana mungkin kita melakukan ibadah dengan sesuatu yang haram. Maka, bekerja untuk ibadah harus terpatri dalam hati kita (saya)
.
Bekerja untuk ibadah ini juga berorientasi pada tujuan pekerjaan itu. Kita bekerja dengan tujuan baik, maka tidak akan kita nodai dengan pelaksanaan yang buruk, misalnya edngan KKN. Karena skita bekerja untuk melaksanakan kewajiban zagama saya, dan untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi umat, maka tidak akan kami kotori dengan perbuatan jelek kami selama proses bekerja itu.

Itu saja, bekerja untuk ibadah. Itu yang akan kami lakukan, insya Allah. Semoga Allah memberikan petunjuk atas setiap langkah kita. Karena apalah arti hidup kita tanpa petunjuk dari Allah. Semoga tulisan ini tidak menjadikan kami seperti yang tersebut dalam QS. As Saff
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan pa ayang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan”

Kebenaran hanya milik Allah, dan keburukan hanyalah berasal dari diri yang lemah ini…
 (naizza06)

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)