curhatibu.com

Teringat tentang ini, “Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”

Teringat tentang ini,
“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”

Ya, bisa jadi, hal yang menyenangkan dan membuat kita tertawa adalah menjadi musibah untuk diri kita. Sebaliknya, seorang menangis, sedih, kecewa, tapi nyatanya hal itu adalah rahmat untuknya. Siapa yang tau bagaimana Allah mengatur hidup kita.

Begitu pun saat ini, ketika saya, seorang mahasiswa sebuah sekolah kedinasan, yang baru saja menyelesaikan studinya, mencoba mereka ulang beberapa kejadian ke belakang. Bukan kejadian luar biasa, memang, yang sampai masuk catatan museum rekor. Bukan juga kejadian istimewa, hingga membuat banyak orang tertarik atasnya. Ini hanyalah reka ulang atas beberapa peristiwa beruntun, yang setelah kupikir ulang, inilah scenario terbaik dari Allah untukku, dan keluargaku… Paling tidak, menjadi hal yang memberi saya satu dua pelajaran dan pengingat ke depannya…

WISUDA???
Beberapa hari lalu, saya wisuda, didampingi oleh 2 lelaki luar biasa. Hehe..meski rencananya, Ibu bisa turut hadir. Ah, nantilah kuceritakan…

Entah bulan atau hari apa, saya lupa. Yang pasti, waktu itu bulan ramadhan. Yaitu ketika pendaftaran wisuda itu diumumkan. Well…wisuda tanggal 12 oktober. Hmm.. waktu itu, ada satu hal yang membuat saya ragu ikut. Mengapa? Karena Bapak Ibu tidak akan bisa datang pada wisuda. Beliau berdua rencana (waktu itu) sudah berangkat ke tanah suci. Pernah bilang waktu itu kepada sahabat-sahabat saya, “Wisuda kan semacam perayaan untuk orang tua, atas kelulusan anaknya… Jadi, kalau orang tua saya tidak bisa ikut, maka saya juga tidak ikut saja…”. Ah, sahabat-sahabat saya pasti tahu ‘galau’nya saya waktu itu. Di satu sisi, orang tua (bapak, ibu dan kakak tercinta) meminta saya tetap ikut, di sisi lain saya merasa membuang uang saja jika orang tua tidak bisa hadir di sana.

Okey..hanya beberapa saat sebelum batas waktu pendaftaran, hati saya tergerak (tiba-tiba) untuk memutuskan ikut wisuda. Hmm..entah apa alasannya. Mungkin saya lebih kepada spekulasi, “Siapa tau Bapak Ibu bisa diundur berangkat hajinya, dan bisa ikut mendampingi wisuda”. Yap, transfer uang, sejumlah biaya untuk 2 pendamping. Belum terpikir siapa yang akan menjadi pendamping saya nanti waktu wisuda. (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)

PERBURUAN PENDAMPING
Dan malam itu, adalah malam yang tidak biasa bagi kami, calon peserta wisuda spesialisasi Akuntansi. Bagaimana tidak, lapangan A sudah penuh dengan mahasiswa/I berpakaian putih hitam bersepatu. Malam lho itu.. bukan jam 7 atau 8 malam, tapi jam 9 (21.00) sampai fajar subuh hari berikutnya. Merelakan tidur beralas tanah (tikar/Koran) beratap langit berselimut udara malam yang pastinya tidak cukup hangat menjadi selimut. Apa yang mereka lakukan? Oh, itu strategi untuk mendapatkan tiket 2 pendamping! Haha…tidak seperti tahun sebelumnya yang kita boleh saja memasukkan 5 pendamping untuk melihat prosesi wisuda, tahun ini jumlah pendamping maksimal hanya 2 orang, itupun tidak semua bisa mendapatkan tiket tersebut. Maka, ide dari persatuan solidaritas akuntansi kami, membuat antrian pembelian tiket 2 pendamping. Alhasil, yang lebih cepat, yang dapat. Dan mereka rela bermalam di lapangan untuk hal itu… Btw, ini ramadhan lho..jadi, sahurnya juga di sana… (harusnya diadakan QL berjamaah di lapangan A ya…:)

Saya? Gimana ya.. tidak begitu berambisi untuk itu. Wong pendamping 1 aja belum tahu siapa, lha ini dua. Hmm.. jadinya, malam itu hanya ‘bersantai’ di kosan dengan modul UKS-ujian kompetensi spesialisasi (yang tak lama waktunya dari malam itu). Ya, bisa tidur di kosan, meski tak nyenyak juga. Entah karena memikirkan UKS, atau karena tiket.. Tak tahu juga. Tapi nyatanya, Allah menggerakkan hati sahabatku (dan hatiku) untuk hal yang lain. Apakah?
Pukul 01.30 an (kalau tidak salah), antara sadar dan tidak, ada sms datang, sepertinya dari ketua kelas (atau dari temen sekelas ya?) meminta kami untuk segera datang ke lapangan A, antri. Karena memang tidak berambisi untuk itu, saya tidak begitu merespon. Tapi kemudian, sahabat saya (temen sebangku juga) telepon, untuk memastikan saya segera datang ke lapangan A. Ah, antriannya sudah mencapai angka 50. Dan saat itu juga, entah (saya juga tidak paham) langsung beres-beres, mengambil sepeda saya, dan saya meluncur di tengah malam itu ke lapangan A. Ah, seharusnya tidak boleh ya…jam malam! Dalam benak saya waktu itu, “Ya Rabb,,ini usaha saya untuk mendapat 2 tiket pendamping, berharap untuk bapak dan ibu. Kalaupun nanti tidak dapat juga, berarti yang penting saya udah usaha. Meski juga tidak tahu untuk siapa, tapi mungkin saya akan mengajak dua orang sahabat saya untuk mendampingi wisuda ini… Baiklah, meluncur!”

Dan nyatanya, takdir berkata demikian, saya masuk cadangan ke-3 untuk 2 pendamping. Ya sudahlah. Dengan pasrah (masih dengan harap) bahwa Allah berkenan merubah keputusannya, saya berjalan menuju An Nashr, di sana sudah ada beberapa teman. Ah, tidak terpikir lagi tentang bahaya di malam itu jika saya jalan sendirian ke bintaro depan. Sepertinya waktu itu, saya asyik berbincang dengan hatiku (atau dengan Allah…). Dalam malam itu, saya minta pada Allah, “Ya Allah, Engkau yang Maha Mengetahui yang terbaik. Engkau yang Maha Menguasai semuanya, mohon tunjukkan jika ini yang terbaik untukku. Dan aku yakin demikian… “. Dan Alhamdulillah, sampai pukul 9 esoknya, hingga proses pendaftaran selesai, saya fixed tetap mendapat 1 pendamping saja. Okey, lapor kepada orang tua di rumah. (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)

Well..setelah itu, kami menjalani proses kami (sebagai tingkat yang mau lulus) yaitu UKS, dan seterusnya. Hingga satu pekan sebelum lebaran, saya pulang ke rumah. Hehe..dan taukah teman, waktu di rumah, saya baru tahu kalau ternyata Bapak dan Ibuk berangkat haji diundur jadi 25 oktober… Hmm… Alhamdulillah ya, daftar wisuda, meski Cuma dapat 1 pendamping. Rundingan dulu, nanti siapa yang akan ikut masuk ke dalam.:D Baiklah.. diputuskan, mungkin Bapak yang akan masuk ke dalam. Hmm.. Coba relakan saja, yang penting udah usaha mendapat 2 pendamping. (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)

Dan nyatanya, suatu siang, iseng dari HP membuka group wisuda 2011, ada yang Tanya tentang tambahan pendamping. Eh? Saya koq belum tahu. Langsung cari laptop buat buka. Dan ternyata benar, ada seratus-an tambahan 1 pendamping untuk akuntansi. Dengan penasaran dan rasa harap tingkat tinggi, Alhamdulillah, nama saya masuk daftar itu. Langsung sms bapak ibu bahwa beliau berdua bisa masuk ke gedung utama wisuda. :D:D:D senang… (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)

KEDATANGAN BAPAK IBU PENUH “KEJUTAN”….
Beberapa hari sebelum wisuda… Bapak ibu datang ke Jakarta, eh, Bogor dink, daerah Gunung Putri. Di sana ada rumah Om. Rencananya memang kami akan berangkat dari sana. Wisuda hari rabu, hari senin saya pamit dari kosan. Hmm..singgah dulu ke rumah sahabat-sahabat saya di STIS, mengobati rasa kangen dan berbagi berita bahagia. Alhamdulillah, bisa bertemu dan bermalam di sana.

Esoknya, berangkat dari shelter Bidara Cina. Harusnya naik trans jurusan Kampung Rambutan. Ah, tapi saya salah masuk! Malah masuk trans yang jurusan PGC (saja). Heu.. harus bayar 2 x untuk ke kampung rambutan.. Baiklah, tak mengapa, setidaknya saya pernah masuk ke pemberhentian terakhir PGC. Sampai kampung rambutan, melanjutkan perjalanan ke gunung putri, naik angkot biru bernomor 91. Cukup macet dan sangat panas! Sampai di depan gerbang Griya Bukit Jaya, saya turun (karena pemberhentian terakhir angkot juga sih), dijemput sama tante. Hmm… di tengah perjalanan, tante bilang “Ibu lagi sakit lho, dek..”. Eh? Tidak (belum) terlalu terkejut, karena akhir-akhir ini memang kondisi Ibu kurang stabil. “Kena Tipus…”, lhah? Ini baru terkejut! Biasanya kan (Cuma) magh..tapi ini sampai tipus! Ya Rabbi.. rasa kuatir itu bermunculan.

Sampai di rumah Om, memang benar, langsung ku salam tangan Bapak, dan kuhampiri Ibu yang memang Nampak pucat dan lemas. L

“Harusnya kemarin disuruh dokternya buat rawat inap…”, ujar Bapak, “Tapi, karena ibu pengen lihat wisudamu, jadi ya nggak mau… Udah dari sebelum berangkat ke Jakarta demamnya…”

(saya hanya diam….meski dalam batin ini bergejolak sekali….)

“Lha kalau ibu diopname, nggak bisa lihat wisudanya tho ya.. Udah dibela-belain ke sini jauh-jauh koq malah nggak bisa lihat wisudanya, kan ya gimana…”, kata ibu, dengan suara yang hampir tak terdengar. Ah, pasti memang terlalu lelah. Apalagi sudah mau berangkat haji, dari kemarin pasti sibuk manasik. Belum lagi nyiapin segala sesuatu untuk pengajian di rumah dan pemberangkatan nanti, ditambah harus ke Jakarta datang ke wisuda saya...  (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)

Baiklah baiklah…saya mencoba menenangkan diri saja… Bukan karena kuatir saya tidak didampingi Ibu, tapi kuatir ini kenapa jadi tidak mau opname karena saya…kuatir dengan kondisi beliau…

Dan benar kan, gara-gara ibu bandel, siang itu menggigil... :’( kuatir tingkat tinggi!

Tak tega melihat kondisi Ibu, saya dan keluarga akhirnya memaksa untuk balik lagi ke rumah sakit, periksa lagi. Dan malam itu (malam wisuda itu) kami (saya, bapak, ibu, dan tante) periksa lagi ke rumah sakit. Dan dokter menyatakan untuk tidak boleh lagi di bawa pulang, harus diinfus. Ah, memang dari siang tadi susah sekali makanan masuk, karena memang mual kan….

Malam itu, kami berjaga. Satu kali saya pulang ke tempat Om untuk mengambil barang-barang Ibu dan Bapak, sekaligus perlengkapan yang saya butuhkan untuk prosesi wisuda esok harinya. Hmm.. Baiklah, langsung dari selesai mempersiapkan semuanya, giliran pakdhe dan om yang menemaniku, sedangkan tante tetap tinggal di rumah untuk mengurus rumah (dan anaknya).

Karena tak cukup tempat untuk kami semua berada di dalam ruang rawat, pakdhe dan om tidur di mobil. Saya dan bapak di deket ranjangnya Ibu. Alhamdulillah, esok harinya pakdhe dan Om sudah mengambil cuti. Rencananya sih, cuti yang mereka ambil (hanya) untuk mengantar saya wisuda. Tapi ternyata, juga termasuk cuti bolak-balik mengurus keperluan ibu di rumah sakit.

BERANGKAT WISUDA DARI RUMAH SAKIT?
Paginya, hmm… fajar, tepatnya. Saya bersiap, menggunakan baju wisuda saya (minus toga, dan jubah hitam). Ibu yang masih terbaring lemas (dengan mengerahkan daya yang tersisa) membantu saya  merapikan apa yang butuh dirapikan dari penampilan saya. Baiklah, dulu pernah saya bilang ke Ibu untuk tidak perlu “diberi macam-macam” waktu wisuda. Hmm..sepertinya Allah mengabulkan, karena memang tidak banyak yang bisa ibu lakukan, hanya memberi sedikit polesan saja. Saya hanya diam. Pun saat dipasangkan pita bunga putih, saya diam saja. Kali ini, saya tidak mau membantah, toh tidak berlebihan juga.

Berangkat wisuda dari rumah sakit di daerah cibinong, bogor. Tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dua pendamping, tetap lah.. saya bersama Bapak, Om dan pakdhe. Diantar pakdhe karena memakai mobilnya, diantar Om karena yang tahu jalan-dan area Jakarta Convention Center. Berangkat pukul 4 pagi, sampai di sana 4.30. Alhamdulilllah. Terlalu pagi? Bisa dibilang begitu. Kata Om, “Milih mana, kepagian, atau terlambat? 15 menit selisih berangkat, bisa jadi 1 jam selisih sampai tempat tujuan!”. Saya hanya mengangguk-angguk. Jadinya, wisudaku didampingi oleh bapak (saja) pada awalnya. Tapi kemudian, dengan sedikit membujuk, pakdhe pun mau ikut masuk ke dalam. Haha, meski agak ragu, karena waktu itu pakdhe belum sempat pulang ke rumah beliau, dan hanya menggunakan kaos kuningnya. Kemejanya sudah kusut karena dipakai kerja kemarin. Tapi ternyata karena pakdhe pake kaos yang warnanya kuning, saya jadi bisa cepat mengetahui lokasi duduk bapak dan pakdhe saat di aula utamanya. :D (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)

(udah panjang banget ceritanya… sedikit lagi…)

Well..wisuda itu, saya terharu. Di satu sisi haru karena sudah berhasil lulus, di sisi lain sedih karena tidak bisa mendapat peringkat teratas sebagaimana kakak yang bisa menjadi lulusan terbaik ke-dua di UNDIP. Dan yang lebih mengharukan lagi, ya karena seharusnya Ibu bisa duduk di samping Bapak untuk menyaksikan wisudaku. Hmm.. Baiklah, usai wisuda, yang harusnya teman2 masih banyak yang foto-foto, saya tidak bisa ikutan. Sudah dijemput sama Bapak. Kata Om, nanti kalau tidak segera pulang, bakal lebih macet. Saya nurut saja… Maaf ya, sahabat-sahabatku, dan khususnya seorang sahabat yang telah membawakan bunga mawar putih untuk saya, tapi saya sudah ngabur!

Langsung balik ke rumah sakit! Hehe… Senang, karena waktu saya pulang, Ibu udah bisa duduk-duduk…
"Kudune Ibuk bisa ikut liat prosesi wisudamu, yang sekali kali nya ini... tapi malah ibuk harus di rumah sakit... sepi tadi seharian di rumah sakit, pengen ikut ke sana...tapi mau bagaimana lagi... lihat fotonya aja ya...", kata Ibu usai saya menyalaminya saat sampai rumah sakit lagi...

Seharian di rumah sakit, dan kembali bermalam di sana. Esoknya, tiba-tiba Ibu merasa sudah baikan (semoga bukan memaksakan diri), dan minta pulang. Menghubungi dokter, sampai menandatangi surat perjanjian memaksa pulang segala. Siangnya kami memang pulang ke rumah Om lagi. Rencana pulang Blora segera dibicarakan. Ya, dan keesokannya (Jum’at) kami pulang ke Blora.

PULANG BLORA YUK…?
Hmm..berbeda sekali dengan rencana awal. Harusnya,hari Rabu, setelah saya wisuda, langsung menuju kosan untuk mengambil semua barang. Barang-barang itu dititipkan ke tempat pakdhe karena tidak mungkin dibawa semua (dengan bis malam) pulang ke blora. Dan langsung dari tempat pakdhe, kami akan diantar ke lebak bulus untuk pulang ke blora.

Dan yang terjadi adalah… kami di Jakarta (dan bogor) sampai Jum’at. Rencana awalnya, pulang dengan bis malam. Tapi, karena kondisi Ibu, pakdhe tidak tega jika hanya mengantar sampai terminal. Alhasil kami diantar pakdhe sampai Blora. Hmm… Kami ambil barang dulu ke kosanku tercinta, dan mengangkut semua barang. Dan sekarang, barang-barang itu sudah ada di rumah Blora. Ah, tak tahu kapan saya memulangkan barang2ku yang sedemikian banyak, jika bukan seperti ini ceritanya. (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)

Sekarang, sudah di Blora. Harus ke blora. Harus pulang. Rencana awal, setelah wisuda, saya tidak langsung pulang, tapi ke kosan sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi, sekarang saya harus pulang. Selain untuk membantu Bapak Ibu pemberangkatan haji, juga karena Ibu dalam tahap penyembuhan. Subhanallah… Dan Alhamdulillah, sementara di sini, bisa mengurus aneka macam surat yang mungkin nanti dibutuhkan untuk pemberkasan, dibantu (diurus) sama Bapak, ya dari kelurahan, polsek, polres, dinas kesehatan, dinas ketenagakerjaan… lumayan lama, tapi Alhamdulillah, karena bapak sudah masuk masa cuti haji juga, ya bisa membantu…

ISU PEMBERKASAN?
Terakhir, ada kabar bahwa pemberkasan baru akan dilaksanakan setelah mengikuti tes, dan itu dilaksanakan mungkin Desember, atau bahkan Januari. Hheu…bakal jadi pengangguran? Entahlah… yang pasti, saya tidak tau, apakah ini rahmat atau musibah, yang pasti saya harus selalu berprasangka baik pada Allah… Bukankah dari sepenggal kisah2 di atas saya sudah banyak membuktikannya? Senang sedih, rahmat musibah, baik buruk, semuanya hanya Allah yang tahu. Dan semuanya itu adalah bagian dari skenarioNya, dan kekuasaanNya pula yang membolak-balikkan hati kita (dalam waktu sekejab) atas suatu keputusan hingga akhirnya menyesuaikan rencanaNya… manusia memang hanya bisa berencana, Allah yang memutuskan rencana terbaikNya.. (“Saya tidak tahu ini rahmat atau musibah, saya hanya berprasangka baik pada Allah…”)
Setiap orang terkadang bimbang memutuskan
Pilihan terbaik yang akan dilakukan
Bila dihadapkan pada berbagai persoalan
Yang memang terasa berat untuk dipecahkan
Berhati-hatilah melangkah, fikirkanlah
Mungkin semua yang tampak nyata, fatamorgana
Jangan cari jawaban tergesa, sementara
Bisa jadi salah arah dan menyesatkan
Serahkan semua tanya hanya kepada Nya, karena
Kadang menyukai sesuatu, padahal buruk bagimu
Kau takkan pernah tahu
Kadang membenci sesuatu, padahal baik bagimu
Hanya Dia yang tahu
(Misteri, Haris Isa) – diambil dari salah satu ayat dalam surat Al Baqarah
Blora, 18 Oktober 2011
Terimakasih untuk semua sahabat yang senantiasa memberikan doa, semangat, nasehat, dan mau repot2 kujadikan teman sharing...:D Semoga kita, dapat selalu mensyukuri setiap peristiwa yang menghampiri kita, dan berprasangka baik pada Allah atas setiap skenario yang diberikanNya... Bermohon kelapangan hati untuk setiap tahapan pembelajaran yang harus kita lewati...

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)