curhatibu.com

JIHAD menjadi momok?


Kata jihad jika diucapkan memang menjadi momok yang besar bagi sebagian orang atau bisa jadi bagi orang islam sendiri atau di luar islam. Sejak dahulu. Kata ini mampu memompa semangat luar biasa bagi sebagian orang untuk mengiklaskan harta bendanya bahkan jiwa mereka. Mengapa kata jihad menjadi momok yang menakutkan? Karena pelaksanaan jihad jauh dari pemahaman yang benar. Sehingga menjadi momok atau perangkap yang memerangkap kaum muslim sendiri. Bahkan ada yang sampai mengatakan bahwa jihad ini syariat syetan karena menjadikan adanya permusuhan. Padahal buan seperti itu. Bagi umat non islam, dengan adanya jihad, mereka tidak bisa menunaikan hawa nafsu yang sebenar-benarnya. Karena jihad adalah yang digunakan untuk menegakkan kalimat Allah yang memerangi hawa nafsu yang tidak seharusnya.

“Barang siapa yang meninggal, kemudian belum sempat berniat dalam hatinya sedikitpun keinginan untuk berjihad, maka orang seperti ini mati seperti matinya orang jahiliyah”, (Hasan Al Banna)

Beliau memposisikan jihad pada rukun ke-4, yang merupakan penempatan yang tepat. Mengapa? Karena proses jihad tak akan sempurna tanpa melalui ilmi (pemahaman yang berdasarkan ilmu yang lurus), ikhlas (bukan sebagai sebuah kebanggaan, melainkan karena betul-betul ingin mengetahui hak seorang kepada Allah dan kewajibannya), lalu beramal (yang naik turun), maka perlu rukun Al Jihad.

Dalam bahasa Arab, Al Jihad itu sama dengan pengambilan makna Al ijtihad. Ini dari kata al judu = mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Kalau jihad untuk melakukan hal yang ringan bukanlah jihad, tapi jika hal yang berat dan tidak umum itu bisa menjadi jihad.

Yang kedua, berasal dari al Jahdu = bala yang besar = rumitan = yang susah diselesaikan oleh manusia. Antara berat dan rumit menjadi satu. Sehingga ketika kita melakukan suatu amal , dan bertemu dengan amal yang berat, banyak yang kendor. Perjalanan dakwah adalah sesuatu yang berat, berat dari sisi ujian, baik ujian yang bersifat kesulitan hidup, beban yang didapat, maupun ujian yang bersifat kekayaan, kesenangan, dsb. Banyak orang yang berjatuhan di jalan dakwah karena permasalahan ini. Karena itu, bagaimanapun juga jihad harus tetap kita kokohkan, sehingga kita mampu melaksanakan.

Pelaksanaan jihad dianggap menjadi momok, karena ia merupaan marhalah yang terakhir dari kehidupan seorang mukmin. Ia melalui 3 fase sebelumnya (ilmu, ikhlas, amal). Jika di antaranya bermasalah, maka jihad akan bermasalah juga. Agar menjadikan hasil jihad yang bermanfaat. Maka seorang mukmin ketika beramal itu pahalanya untuk dia, tapi manfaatnya juga dapat dirasakan orang lain. Jika tidak, maka ada yang bermasalah di dalamnya.

Dari sisi lain, jihad itu meliputi semua amal manusia. Tapi kenapa jihad tidak masuk dalam rukun islam (syahadatm shalat, puasa, zakat, shaum, haji),..? Karena secara umum, jihad ada di dalam ucapan syahadat, yaitu untuk menegakkan kalimat tersebut. Bersyahadat artinya kita berjanji dan berikrar. Shalat juga berjihad. Untuk bangun melakukan shalat. Berpuasa juga berjihad, pun berzakat, dan apalagi haji.

Tidak akan terjadi ketauhidan manakala tidak ada pengingkaran terhadap taghut. Jadi, kita menyembah kepada Allah, dan mengingkari sesuatu yang selain Allah. Maka tidak ada prularisasi agama! Thagut itu adalah segala sesuatu yang melampaui batas dari ketaatan. Hal itu butuh jihad

Allah berfirman dalam surat Al –Hajj, ”berjihadlah kalian dengan sebenar-benarnya jihad.”. sebenar2nya jihad = jihad itu bukan marah, tapi adalah kasih sayang. Jika ada orang emosi,lalu melakukan kasih sayang, maka itu bukan jihad. Dalam hati seorang muslim tidak ada keinginan untuk menghancurkan orang lain. Tapi menghancurkan apa yang ada pada pribadi seseorang  yang tidak sesuai. Maka, jihad itu tidak hanya jihad senjata.

Jihad itu adalah menguras potensi dalam membela agama Allah, dengan tidak takut pada orang yang mencerca terhadap agamanya. Jadi, jihad itu melihat posisi dan keadaan. Apa yang harus dijihadkan. Jika kurang ilmu, ya menegakkan ilmu. Jika terjadi kelemahan ekonomi, maka kita menggunakan jihad untuk membantu mereka. ”Maka balaslah mereka, sesuai apa yang mereka timpakkan pada kalian”, ini prinsipnya. Ini bukan masalah yang ringan. Dibutuhkan waktu yg signifikan.

Jihad itu adalah bekerja kepada Allah dengan sebenar2nya kerja, beribadah kepada Allah dengan sebenar2nya ibadah. Maka jihad ada di setiap ibadah. Tidak mungkin seorang mukmin bisa menjadi baik, jika tidak berjihad. Maka mukmin dapat menjadi muhsin, orang yang bagus ibadahnya, dengan adanya jihad. Jadi, bukan sekedar mengejar target saja.

Jihad adalah mujahadah terhadap jiwa dan hawa nafsu, orang bisa berjihad dengan pedang (senjata) jika dia telah mampu mengekang hawa nafsu mereka.

Maka dari satu sisi jihad itu luas, tapi di sisi lain sempit.
Luas? Sarananya sangat besar dalam melakukan jihad. Dari berbagai lapangannya.
Tapi sempit dari tujuannya, yaitu hanya MENEGAKKAN KALIMAT ALLAH.

Termasuk orang yang melakukan bisnis itu bisa menjadi jihad. Fardhu kifayah bagi satu kelompok kaum muslimin untu menegakkan perdagangan yang di situ memperdagangkan satu hal yang merupakan hajad (kebutuhan pokok). Jika tidak ada, maka berdosalah semua. Karena dengan ekonomilah keimanan bisa digoyahkan/digoncangkan.  Ketika ada umat islam yang menjual di sana, maka bisa jadi ada keselamatan atas aqidah yang mungkin digoncangkan oleh ekonomi.

Allah berfirman, ”Tidak sama orang yang duduk-duduk dari kaum muslimin, yang tidak memiliki udzur, dengan orang yang pergi berjihad di jalan Allah Swt”. Tidak akan sama yang sedang berjihad untuk menambah pengetahuan dengan orang yang hanya tidur saja.

Hadits tentang uzlah, ”Nanti jika kalian mendapat fitnah dalam kehidupan ini, hendaklah kalian menyingkir. Hendaklah kalian mengikuti jama’ah. Jika tidak ada jama’ah, pergilah dari gunung-gunung meskipun hanya makan dengan dedaunan”, lalu ”orang mukmin yang kuat lebih dicintai daripada mukmin yang lemah”. Beliau melanjutkan, ”Pilihan untuk mengasingkan diri adalah pilihan orang lemah. Tapi jika kalian mau berjihad menimbulkan kesadaran jama’ah itu lebih baik dan besar pahalanya manakala ia bisa menuntaskan keadaan tersebut”

Apakah jihad dalam Islam itu bersifat ofensif atau defensif? Penyerangan atau pertahanan? Seorang syeikh-nya para mujahidin (karena yang pertama kali memompa semangat kaum muslimin melawan pasukan Tar-Tar) berkata, ”Tidak ada jihad itu kecuali menyerang = memulai. Karena pertahanan hidup itu adalah merupakan pembawaan manusia.” Karenanya ketika ada panas didekatkan padanya, ia akan menghindari hal tersebut. Maka jika hanya bertahan, itu bukan jihad, itu pembawaan. Jihad itu memulai sesuatu dan tidak terjadi beban atau semangat atas sesuatu kecuali memulai. Karena jika bertahan itu mudah, sedang melawan=melakukan pembukaan atas sesuatu. Tetapi, Secara umum, keduanya terjadi, tapi yang sebenarnya adalah penyerangan.

Jika kita tarik ke masa modern, yang bisa kita lakukan apa?
Semua aspek jihad ada pada masa sekarang, yaitu jihad perang dengan senjata, jihad dengan lisan, dengan pena, melawan nafsu, dsb. Kaidahnya adalah ”Jika kalian ditimpakan sesuatu, maka balalah hal itu dengan yang setimpal atau serupa. ”. Konsep jihad adalah konsep keadaan. Qital terjadi jika wilayah kita mendapat serangan dari musuh. Caranya dengan mengangkat senjata. Tekniknya dengan berbagai macam cara agar musuh itu lari dari kaum muslimin. Tapi tetap dengan syarat ada komando dari panglima tertinggi. Lalu bom? Dikatakan jihad jika itu diperintahkan oleh panglima tertinggi. Dengan syarat bahwa hal ini bukan merupakan kesimpulan tertinggi atau kesimpulan kelompok. Seperti yang terjadi dari panglima di palestine.

Q.S taubah disebutkan bahwa sesungguhnya Allah membeli jiwa kaum muslimin dengan harta dan jiwa merea dengan surga. Lalu mereka berperang dan terbunuh. Dengan bacaan lain, diganti menjadi mereka terbunuh dan membunuh.
Bagaimana mungkin orang terbunuh dan membunuh? Ya, dengan bom syahid, misalnya. Seperti yang terjadi oleh Abu Musa Al Asyari pada Konstantin waktu ia menghancurkan gerbang untuk pintu masuk umat islam.

Jihad dengan keadaan? Di Indonesia tidak ada musuh yang datang dengan membawa senjata. Maka jihad yang kita lakukan ya bukan dengan senjata. Kalau ada yang menjadi polisi yang melaksanakan tugas dengan mungkin menembak orang gimana? Mereka tidak bisa dikatakan sebagai musuh, sehingga sering muncul ada yang menembaki polisi karena merasa diserang. Padahal, jihad bukan lah merusak. Kan bisa kita datangi polisi dan bicara baik-baik.

Jihad dilaksanakan dengan keadaan. Ini tidak menafikkan aqidah. Ada salah kaprah. Di dalam islam ada pertimbangan antara kepentingan dan sesuatu yang menimbulkan bencana. Ketika rasul dulu tidak melakukan perlawanan, apakah berarti rasul musyrik? Bukan. Karena memang belum saatnya. Nah, ketika sudah siap (dikatakan oleh pemimpin), ya bisa jadi mulai melakukan perlawanan. Jadi, bukan berarti ketika kita tidak melawan kondisi yang kita anggap tidak sesuai dengan Islam, lalu dianggap kita musyrik.

Justru apabila salah dalam berjihad, maka salah pula jalan manfaatnya bagi kaum muslimin.

Jadi yang harus diperhatikan, jihad skup nya luas dengan tujuan 1. jihad harus didasarkan pada pemerintah yang kokoh yang mempunyai kewenangan, bukan berdasarkan kesimpulan. Yang ketiga adalah mempersiapkan orang-orang yang siap untuk berjihad. Dalam surat al Anfal, ”Hendaklah kalian kaum muslimin mempersiapkan diri menghadapi musuh Allah dengan kekuatan dan tambatan kuda”, ada kesiapan dan persiapan. Yang suka menjadi permasalahan adalah ketika sudah menggunakan senjata tapi tidak ada izin dari pemerintah. Masalah persiapan itu memang harus dilakukan. Latihan bisa fisik, tidak harus bersenjata, sampai saat itu dapat dilakukan. Jadi, kita hidup di negara yang ada ketetapan undang-undang, yang juga tidak semuanya adalah undang-undang thagut. Ada yang berdsar isyarat agama di dalamnya. Jadi, jihad ada pada skup dan polanya masing-masing. Seorang da’i wajib melakukan jihad terhadap jiwanya, lingkungannya, dsb,....

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)