curhatibu.com

Dua Kelompok by Kawan Muslimah Anggaran

Merasa tak pantas, merasa tak layak. Masalah kepercayaan diri yang akhirnya menjadi penghalang kebaikan. Apalagi kalau teringat sebuah pertanyaan retoris di dalam Al Quran : mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

Seorang laki-laki berjaket merah  peserta mabit di BI menanyakan kecemasannya. Katanya, alangkah naif diri ini, mengajak orang lain pada kebenaran tapi dirinya sendiri jauh dari yang disampaikan. Dan alih-alih memperoleh onta merah, justru hanya mendulang kabura maqtan di sisi Allah.

Mungkin hati kita pun sering bergumam. Apakah saya hanya boleh menyampaikan materi tentang orang-orang tegar di jalan da’wah jika saya telah teruji sebagai sosok yang istiqamah? Wah, susah.. Kapan ya saya akan berbicara tentang bahaya lidah jika lisan saya sangat parah? Penuh ghibah, sering fitnah... Hmm, ternyata menjadi pendakwah itu tidak mudah. Mendingan gak usah apa yaa?

Pertanyaannya sangat mewakili perasaan banyak orang sepertinya, termasuk saya. Sering minder dan berkata : “ah, saya ini siapa. Diri sendiri belum beres kok nasehatin orang....” Tapi jawaban ustadz justru adalah jawaban atas tanya hati saya yang lainnya. Beliau menguraikan sebuah tafsir bahwa ternyata ayat ini bukan berkaitan dengan kelayakan seseorang ada di dalam da’wah. Dan tercenganglah bahwa ternyata ini tentang DUA KELOMPOK dalam jalan juang yang indah. Hanya saja, keduanya, meski sama-sama meniti langkah di jalan da’wah tetap masih harus banyak berbenah.. Ya, kita masih banyak berbenah..

Kelompok pertama.
Dia ada di gerbong da’wah. Bukan mengendarai, baru menumpangi. Tapi sepanjang perjalanan da’wah kerjanya hanya mengomentari, kritik sana kritik sini. Dia hanya tahu banyak protes tapi sedikit aksi. Sibuk bertanya : mengapa begini? Mengapa tak begitu, sok tahu.. Karena bukan dirinya yang memegang kendali. Seperti penonton pertandingan sepak bola yang sering kali menyalah-nyalahkan pemain yang tengah berlaga.

Lalu tiba masanya, dia lah yang harus pegang kendali. Gerbong ini dipimpinnya, diserahkan urusan penumpang padanya. Dia tahu, banyak yang harus diperbaiki. Banyak yang musti dievaluasi seperti apa yang dulu dia koar-koarkan sewaktu mengkritisi. Tapi, persoalan tak sesederhana yang ada di pikirannya. Garuk-garuk kepala dia berkata, ternyata menghajatkan perbaikan itu bukan seperti membalik telapak tangan. Dulu ia hanya banyak omong, tanpa memahami lebih dalam. Dan sekarang, saat amanah itu ada di tangannya, dia sendiri hampir tak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi kendala-kendala yang dulu dia lihat begitu mudah solusinya. Kelompok pertama ini seringkali tipikal yang dimiliki junior, kata sang ustadz...... Dan  ayat ini ditujukan untuknya : mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

Kelompok kedua.
Dulu dia pernah memegang amanah. Dan perguliran amanah adalah niscaya, saatnya regenerasi. Dia sekarang menjadi yang dipimpin, sesekali adik-adik penggantinya memintai pendapatnya tentang perkembangan da’wah mereka. Kalau kita menghadapi kendala begini seharusnya bagaimana. Tentu saja, sebagai orang yang pernah melewati masa dan situasi yang sama tentunya ia lebih bijaksana.

Hanya saja...selalu ada bisikan halus menggoda. Begitu halusnya hingga sang pendahulu yang ditanyakan tak sadar memberikan jawaban berupa cerita dengan penuh penambahan, tak persis seperti redaksi aslinya. “Wah, adik-adik sekarang sih enak yaaa, kami dulu begini, kami dulu begitu. Kalian gak seperti kami...dan sebagainya, dan seterusnya..” Cerita, kisah, dan pengalaman yang justru menyulitkan adik-adik ini, sedikit didramatisiir. Kelompok kedua ini seringkali tipikal yang dimiliki senior, kata sang ustadz.... Dan ayat ini ditujukan untuknya : mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

Dan setelah bersusah-susah, berpayah-payah dalam gerbong da’wah ini,, kita justru mendapat kabura maqtan di sisi Allah.. Astagfirullah..

Tapi Maha Sempurna Dia. Allah tak ingin kita berputus asa karena sulitnya meraih ridhaNya. Dilanjutkanlah ayat ini dengan kalimat penuh pengharapan. Idealnya siapa saja di jalan da'wah ini, baik itu senior atau junior bersatu-padu seperti redaksi kalamNya: dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

Siapapun, senior maupun junior, kita tahu bahwa tujuan kita searah. Junior mungkin lebih belajar tsiqah. Senior pun pastinya lebih bijaksana. Yuk, luruskan niat lagi, menelisik ke dalam bilik hati..

“terkadang manusia sering memilih untuk mempertahankan wibawanya tanpa tahu untuk apa wibawa itu baginya...” (kalimat tokoh penghulu dalam film Sang Pencerah)

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)