curhatibu.com

Karena Ikatan hati kita karena Aqidah, sahabat...:)


Aku punya seorang kawan. Ku bilang, dia sahabatku. Meski, aku tak tahu, bagaimana aku di mata dia. Apakah aku dianggap sebagai sahabatnya, atau sekedar kawan biasa. Tahu kan, apa beda kawan dan sahabat? 

Sore tadi, aku bertemu dengannya sepulang kerja. Kebetulan, kantor kami bersebelahan. "Kamu kenapa?", kutanya demikian. Dia, hanya tersenyum kecil. Kami pun bersama naik angkot yang sama. Ya, kosan kami searah lah. 

"Koq kelihatannya kamu sedang sedih, atau aku merasa, kamu sedang ada sesuatu?", aku masih penasaran bertanya padanya. 

Lalu dia bilang, "Koq kamu bisa tahu sih?"
Eh? Bingung juga aku menjawab. "Ya, ngga tahu, kelihatan saja dari wajahmu!"
"Emang, kelihatan tho?", kata dia. 

"Ya, kelihatan...", kataku di akhirnya. Nampaknya, situasi saat itu, belum pas untukku tahu apa yang dirasakannya. 

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Setidaknya, itulah sekilas kisah yang ada. Kita sedang berbincang tentang ukhuwah. Ini terkait ikatan hati. Kita, dan sahabat kita, saudara kita, sering merasakan demikian. Ikatan hati. 

Satu hari yang sama, ternyata warna pakaian yang kita pakai sama. Di saat yang lain, tanpa sengaja bertemu di sebuah toko buku. Kemudian, di waktu lain, saat pikiran terarah padanya, tiba-tiba dia datang. Itu hal yang sangat biasa terjadi. 

Sama juga dengan ilustrasi di atas. Perasaan yang berbeda. Ya, sering kita merasakan sesuatu yang berbeda dari saudari kita. Dan entah mengapa, kita berpikir bahwa sedang ada sesuatu yang terjadi atau dialami oleh beliau. Mungkin sih, ada faktor penunjang lain, misal raut wajah yang berbeda, ekspresi yang tidak seperti biasanya, atau selera makan berbeda, bahkan dari kata-kata yang dipilih pun bisa menggambarkan 'keganjilan' yang ada. Semua itu, tidak lain kembali kepada ikatan hati. 

Ikatan hati yang telah terbina kuat antara satu orang dengan yang lainnya akan membuat kita lebih sensitif padanya. Sensitif di sini bukan dalam artian buruk ya. Melainkan, kita lebih mudah atau gampangnya lebih peka terhadap apa yang sedang terjadi pada saudara kita. 

Nah, sekarang pertanyaannya, apakah ikatan hati itu telah mengikat dengan benar? Dan lebih jauh lagi, apakah ikatan yang pakai itu sudah sesuai? 

Ingat tidak bagaimana Hasan Al banna menyampaikan tentang ikatan ini?
"Yang dimaksud dengan ukhuwah ialah bertautan hati dan jiwa dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah ikatan paling kuat dan mahal. Ukhuwah itu saudara iman dan perpecahan itu saudara kufur."

Jadi, ikatan yang ada di antara kita dilandasi oleh apa? Apakah ia karena ikatan aqidah, atau yang lain-lain?

Ah, tentang hal ini, saya jadi ingat bahwa ada hamba-hamba Allah yang bukan Nabi bukan syuhada, namun menjadikan iri para Nabi dan syuhada, karena kedudukan mereka di hadapan Allah. Siapakah mereka? Yaitu "Orang-orang yang saling mencintai dengan Ruh Allah, bukan karena hubungan sedarah atau kepentingan memperoleh kekayaan. Demi Allah, wajah-wajah mereka cahaya. Mereka tak kan merasakan ketakutan ketika banyak orang ketakutan dan tidak akan bersedih bila ummat manusia bersedih" (H.R. Ahmad).

Saya cuplikkan satu kisah luar biasa terkait ikatan suci berlandaskan aqidah islam ini. BIsa dilihat di buku Untukmu Kader Dakwah, halaman 91.

“Belakangan, jama’ah dengan sejumlah prestasi gemilang dan nilai-nilai yang diwarisi sang Imam ini, juga digelari sebagai zuwwaris sijn (pengunjung tetap penjara), yang kerap tanpa landasan hukum yang jelas. Saat penghuni lainnya berkelahi memperebutkan selimut yang tak cukup, air yang kurang, makanan yang minim, dan bangsal penjara yang penuh sesak, mereka telah selesai menata siapa yang lebih banyak hafalan, sepenuh Al Qur’an, sepetriganya, setengahnya, dan seterusnya. Atau lebih dalam dan luas ilmunya, untuk kemudian segera memulai program penghafalan Al Qur’an, kuliah penjara, atau program lainnya. Mereka keluar dengan peningkatan prestasi hafalan Al Qur’an, tambahan bahasa asing, dan selesai berbagai strata kuliah dengan gemilang. Kamar yang sesak tak jadi soal. Yang tidur belakangan merelakan pangkuannya menjadi bantal bagi saudaranya dan sebaliknya.  

Wow! Keren kan! Maka, orang-orang yang demikianlah yang akan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh hati jernih dan ketajaman pikiran Al Hasan Al Basri, “Tak ada yang tersisa dari kehidupan kecuali tiga : Pertama, saudaramu yang dapat kau peroleh kebaikan dari bergaul dengannya. Bila engkau tersesat dari jalan lurus, ia segera meluruskanmu. Kedua, shalat dalam keterpaduan; egkau terlindung dari melupakannya, dan meliput ganjarannya. Ketiga, cukuplah kebahagiaan hidup bila egkau tak punya beban tuntutan seseorang yang harus kau tanggung di hari kiamat”

Itulah. Ini tentang ukhuwah. Ikatan. Terlalu banyak kejutan di dalamnya. Entah perasaan yang cenderung sama. Maka, akan sangat menyenangkan, jika rasa yang sama itu adalah rasa ketaatan. Sehingga satu dan lainnya bisa saling mengingatkan, dan menyemangati. Kesamaan ingin berjuang dengan Al Qur’an, dan itu teringat kala melihatnya. Semangat untuk menuntut ilmu, dan itu terbersit kala berjalan bersamanya. Semangat untuk ibadah, itu terlaku dari akhlaqnya yang mulia cerminan shahih ibadahnya, dan sebagainya. Sehingga demikianlah, yang ingin saya sampaikan.


Saya menulis ini, karena teringat sahabat saya tadi, yang tertulisdalam ilustrasi awal. Karena, saya dituntunnya dari awal, diajari satu per satu meski secara tak disadarinya, ditemaninya saya belajar, dan yang pasti, ia adalah sahabat seperjuangan selama tiga tahun. Dan sepertinya, sampai saat ini, dan kedepan, akan berlanjut terus demikian. Semoga…

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)