curhatibu.com

Kufur, atau Syukur?

Rasanya tidak adil. Ya, tidak adil, jika manusia kembali kepada titik nol atau minus dalam ibadahnya, saat inginnya dulu telah dikabul oleh Allah. Mungkin, tak mengapa, tak masalah untuk Allah. Toh, Allah tidak membutuhkan amal ibadah kita. Tapi rasa-rasanya, itu tak adil untuk diri kita sendiri. Kita mengajak diri membaik, tapi kemudian mengajaknya balik kepada ketidak-taat-an setelah pengabulan doa.

Kasian diri. Kasian hati. Kasian pikir. Kasian jiwa. Sungguh, mereka lebih senang jika si empunya mengajak mereka berbaik taat. Dan mereka benci berburuk maksiat. Sungguh, mereka lebih tenang jika si empunya menegakkan yang wajib, dan memaksimal sunnah. Mereka tidak tenang, jika si empunya justru menyepelekan yang wajib, dan meninggalkan sunnah.

Padahal, semua ingin telah terkabul. Lihat saja. Ingat saja. Apalagi? Satu demi satu. Dan semuanya terkabul. Meski tak sama persis. Tapi sungguh, jika diruntut, itu yang diingini. Lalu, betapa tidak adilnya diri, jika kemudian kembali berpaling. Ah, inikah yang namanya syukur? INI NAMANYA KUFUR, kawan. Sudah diberi nikmat, tapi tak mengingat kalau pemberian Allah. Lupa. Atau minimal, mengurangi porsi.

Bisa begitu ya? Apa karena niat penguatan ibadah awal HANYA karena keinginan kita? Kupikir tidak. Jikapun iya, hanya sebagian kecil saja. Selebihnya, semoga ikhlas lillahi ta'ala. Karena ingin yang dipinta pun, untuk mendekat padanya.

Lalu mengapa bisa lupa? Jawabnya sekali lagi adalah kufur nikmat. Bukan syukur. Jika syukur, maka ia akan mudah menyampaikan "Alhamdulillah, melalui washilah amal shaleh, Allah lebih memudahkan terkabulnya doa.", lalu dengan yakinnya, ia menambah terus kuantitas dan kualitas amal. Apakah tidak ikhlas? Belum tentu. Orang yang tidak shalat aja boleh aja meminta, apalagi yang sudah melakukan amal shaleh kemudian melalui wahilah amal shaleh nya ia meminta pada Allah. Bukankah hal itu akan membuat Allah tambah sayang?

Pertanyaannya adalah, apakah setelah terkabul, ia syukur atau kufur? Jika syukur, amal tetap dilakukan, bahkan lebih gencar karena tambah iman bahwa Allah tak pernah mengingkari janji pengabulan doa, apalagi dari seorang hamba yang beramal shaleh. Sebaliknya, jika kufur, cukuplah amal pada terkabulnya doa. Selanjutnya, ia tinggalkan begitu saja amalan itu. Dan menikmati semua 'kenikmatan (yang menjadi) semu' yang diterimanya.

Sekian.

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)