Tiap orang punya cara untuk
menyampaikan nasihat. Permata pun bisa dilempar, diulurkan, atau diselip ke
saku. Ambillah permatanya. Hawa nafsu membenci nasihat. Nurani mencintai
pengingat. Perhatikan kala masukan datanag; hawa atau nuranikah yang menang?
Mengertilah, terkadang, luka
di hati orang yang menasihati, lebih dalam dan perih daripada yang
dinasihatinya. Kesanggupan menutup aib saudara dipadu keterampilan menasihati
dan ketulusan doa ialah daya agung ukhuwah yang kian langka.
Penasihat tulus; mencari 77
alasan untuk berbaik sangka. Jika semua tak masuk akal, dia berkesimpulan,
“Saudaraku punya alas an yang
tidak kutahu.” Tetapi cinta, yang kadang meluruhkan tegur kata, tak boleh
meruntuhkan kewajiban yang diamanahkan Tuhannya : nasihat.
Adalah Imam Ahmad, agung dalam
mengamalkannya. Inilah yang dikisahkan Harun Ibn Abdillah Al-Baghdadi: Di satu
larut malam pintuku diketuk orang. Aku bertanya, “Siapa?”. Suara di luar lirih
menjawab, “Ahmad!” Kuselidik, “Ahmad yang mana?” Nyaris berbisik kudengar,
“Ibnu Hanbal!” Subhanallah, itu Guruku!
Kubukakan pintu, dan beliau
pun masuk dengan langkah berjingkat; kusilakan duduk, maka beliau menempuh
hati-hati agar kursi tak berderit.
Kutanya, “Ada urusan sangat
pentingkah sehingga engkau duhai Guru, berkenan mengunjungiku di malam selarut
ini?” Beliau tersenyum.
“Maafkan aku duhai Harun,”
ujar beliau lembut dan pelan, “aku terkenang bahwa kau biasa masih terjaga
meneliti hadits di waktu semacam ini. Kuberanikan untuk datang karena ada yang
mengganjal di hatiku sejak siang tadi.” Aku terperangah, “Apakah hal itu
tentang diriku?” Beliau mengangguk.
“Jangan ragu,”
ujarku,”sampaikanlah wahai Guru, ini aku mendengarkanmu.”
“Maaf ya Harun,” ujar beliau,
“tadi siang kulihat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Kaubacakan hadis
untuk mereka catat. Kala itu mereka tersengat terik mentari, sedangkan dirimu
teduh ternaungi bayangan pepohonan. Lain kali jangan begitu duhai Harun,
duduklah dalam keadaan yang sama, sebagaimana muridmu duduk.”
Aku tercekat, yang sanggup
menjawab. Lalu beliau berbisik lagi, pamit undur diri. Kemudian melangkah
berjingkat, menutup pintu hati-hati. Masya Allah, inilah Guruku yang mulia,
Ahmad bin Hanbal. Akhlak indahnya sangat terjaga dalam memberi nasihat dan
meluruskan khilafku. Beliau bisa saja menegurku di depan para murid, toh beliau
Guruku yang berhak untuk itu. Tetapi tak dilakukannya demi menjaga wibawaku.
Beliau bisa saja datang sore, bakda Maghrib atau Isya yang mudah baginya. Itu
pun tak dilakukannya, demi menjaga rahasia nasihatnya. Beliau lakukan juga agar
keluargaku tak tahu , agar aku yang adalah ayah dan suami tetap terjaga sebagai
imam dan teladan di hati mereka. Maka termuliakanlah Guruku sang pemberi
nasihat, yang adab tingginya dalam menasihat menjadikan hatiku menerima dengan
ridha dan cinta.
Adalah salah, terus saling
menasihati tanpa hadirnya hasrat berbenah dan menjadikan diri lebih indah.
Adalah juga keliru, tak saling bernasihat hanya sebab berselimut baik sangka
pada diri dan saudara. Dan adalah galat, tak bergairah menasihati sebab diri
sendiri ingin selalu nyaman berkawan kesalahan. Mari hidup dalam saling
menasihati.
[sumber : kultwit ust salim a fillah]
Post a Comment