curhatibu.com

Commuter Line-ku

Seringnya kita dihadapkan pada dua hal yang sering bertolak belakang. Kemarin, 1 Juli 2013, mungkin menjadi hari bersejarah bagi para pengguna Commuter Line Jabodetabek. Bagaimana tidak; harganya turun drastis, dari yang awalanya 8000, mulai dari awal juli hanya ada yang tinggal 2000 (menyesuaikan jarak tempuh). Berita yang membahagiakan, sungguh. Ongkos transport sehari-hari berkurang minimal 50% dari biasanya. Belum lagi dengan sistem kartu, tinggal tempel, kita bisa jalan ke mana-mana. Lebih canggih; tidak perlu repot diberi tanda (periksa) oleh petugas saat kita berdesak-desakan di kereta. 

Terkait hal ini, ada dua hal menarik yang perlu kita bahas di sini. Pemerintah sangat berhasil mengeksekusi salah satu misinya untuk mengubah moda transportasi yang digunakan masyarakat, dari jalur darat (mobil pribadi, motor, kendaraan lain) ke moda transportasi massa dalam hal ini adalah kereta. Luar biasa antusiasme masyarakat. Dengan tiket yang (sangat) murah, mereka bisa menempuh jalur dengan lebih cepat. 

Namun, rupanya tidak semudah itu. Tetap ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemerintah dan terutama masyarakat pengguna kereta. Apakah itu?

Ya. Dengan harga tiket yang sangat murah; apalagi bisa dikatakan bersamaan dengan naiknya harga BBM, yang berarti harga angkutan umum lain pemakai BBM naik 20-30%, otomatis masyarakat banyak yang berpindah kepada Commuter Line. Nah, di sisi lain, rupanya ada infrastruktur yang belum pas dalam meng-cover kenaikan penumpang yang sangat drastis ini. 

Akibatnya, yang saya rasakan sendiri, adalah stasiun tanah abang, misalnya. Penuh dengan calon penumpang. Bukan lagi dirasakan pada panjangnya antrian, yang memang sudah sehari-hari kita rasakan; bahkan pada tangga masuk ke stasiunnya pun sudah tak bisa bergerak. Jangankan untuk mendapatkan tiket; untuk berjalan menuju pintu otomatisnya saja susah. :) 

Ya, mungkin beberapa sebabnya adalah :
1. Masyarakat berbondong-bondong pindah ke moda transportasi
2. Lokasi stasiun masih terlalu sempit untuk menampung sekian banyak migrasi orang
3. Loket penjualan tiket tidak sebanding dengan banyaknya orang; sehingga antrian sangat panjang
4. Gerbong kereta masih tetap seperti sebelumnya; hal ini membuat gerbong penuh (sangat penuh/overload)

Lalu, bagaimana semestinya? Dengan perpindahan masyarakat yang demikian, alangkah baiknya jika insfrastruktur juga disesuaikan. Termasuk perluasan stasiun, penambahan loket, serta penambahan gerbong. Semoga solusi tersebut bisa segera direalisasikan oleh pemerintah. :)

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)