Keberhasilan
pertama kali yang diperoleh iblis dalam menggoda manusia setelah ia mendapat
vonis diusir dari surga adalah dengan melucuti pakaian Adam dan Hawa sehingga
terbuka auratnya.
Allah
berfirman:
فَلَمَّا ذَاقَا
الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن
وَرَقِ الْجَنَّةِ ۖ ﴿٢٢﴾
“Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
surga… (QS.
7/Al A’raf: 22)
Dan
ketika aurat telah terbuka maka dampak maksiat yang muncul kemudian sebagai
akibat logisnya tidak dapat dihindarkan lagi. Di samping telah runtuhnya
kehormatan dan kemuliaan seseorang dengan aurat yang terbuka itu. Maka Allah
swt memperingatkan manusia agar berhati-hati menjaga auratnya dari godaan setan
yang senantiasa mengintainya.
Allah
berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ
أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ
التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَ ﴿٢٦﴾ يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا
أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا
لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ۗ إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا
تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا
يُؤْمِنُونَ ﴿٢٧﴾
“Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah
sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan
kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan
kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihatmu
dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah
jadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak
beriman. QS. 7/Al
A’raf: 26-27
Makna
Aurat
Kata “aurat” menurut bahasa berarti an
naqshu (kekurangan).
Dan dalam istilah syar’iy (agama), kata aurat berarti: sesuatu
yang wajib di tutup dan haram dilihat. Dan para ulama telah bersepakat tentang
kewajiban menutup aurat baik dalam shalat maupun di luar shalat. [1]
Menjaga
aurat adalah konsekuensi logis dari konsep menundukkan pandangan, atau sering
pula disebut sebagai langkah kedua dalam mengendalikan keinginan dan membangun
kesadaran, setelah konsep menundukkan pandangan. Dari itulah dua hal ini
diletakkan dalam satu rangkaian ayat yang mengisyaratkan adanya hubungan sebab
akibat, atau keduanya sebagai dua langkah strategis yang saling mendukung.
Hakikat menutup Aurat
Hakikat
pakaian menurut Islam ialah untuk menutup aurat, yaitu menutup bagian anggota
tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Syariat Islam mengatur
hendaknya pakaian tersebut tidak terlalu sempit atau ketat, tidak terlalu tipis
atau menerawang, warna bahannya pun tidak boleh terlalu mencolok, dan model
pakaian wanita dilarang menyerupai pakaian laki-laki. Selanjutnya, baik kaum
laki-laki maupun perempuan dilarang mengenakan pakaian yang mendatangkan rasa
berbangga-bangga, bermegah-megahan, takabur dan menonjolkan kemewahan yang
melampaui batas.
Yang menjadi dasar aurat wanita
adalah:
1. Al-Qur’an
Allah SWT berfirman :
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita
yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (jilbab)nya ke dadanya”. (QS. An-Nur : 30-31)
Ayat ini menegaskan empat hal :
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh
Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah
bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa
kita disebut jilbab.
Allah SWT berfirman :
“Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin :
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. Al-Ahzab: 59).
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh
tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata
khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh
adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
2. Hadits Nabi SAW
Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk
menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling
darinya dan berkata : Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai
usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil
beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan dua hal:
1.
Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak
tangan.
2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi
syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita,
yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut
pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan
akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa.
Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat
saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa
melihatnya.
A. Aurat wanita bersama wanita
Wanita bersama dengan kaum wanita, bagaikan laki-laki bersama
dengan laki-laki, diperbolehkan melihat seluruh badannya kecuali antara lutut
dan pusarnya, kecuali diindikasikan akan membawa fitnah, maka tidak boleh
menampakkan bagian tubuh itu. Hanya saja kepada wanita yang tidak seagama,
wanita muslimah tidak boleh menampakkan auratnya sebagaimana kepada sesama
wanita muslimah. Karena wanita yang tidak seagama berstatus orang lain bagi
wanita muslimah. Allah berfirman :
Artinya: …atau wanita-wanita Islam….
(QS. An Nur/24:30)
B. Aurat wanita di hadapan laki-laki
Keberadaan wanita di hadapan lawan jenisnya memiliki rincian
hukum yang berbeda-beda, yaitu:
a. Di hadapan laki-laki lain, yang tidak ada hubungan mahram.
Maka seluruh badan wanita adalah aurat, kecuali wajah dan
telapak tangan. Karena keduanya diperlukan dalam bermuamalah, memberi dan
menerima.
Pandangan laki-laki kepada wajah dan telapak tangan wanita bisa
diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Tidak diperbolehkan dengan sengaja
melihat wajah dan telapak tangan wanita lain tanpa tujuan syar’i. Dan jika
tanpa sengaja melihatnya maka segera harus memalingkan pandangan seperti yang
telah dijelaskan pada pandangan faj’ah (tanpa sengaja).
2. Melihat karena ada tujuan syar’i dan tidak ada fitnah,
seperti melihat untuk melamar. Rasulullah menyuruh Mughirah bin Syu’bah
untuk melihat wanita yang hendak dinikahinya:
“Jika salah seorang di antaramu,
meminang seorang wanita maka jika ia mampu melihat bagian yang mendorongnya
untuk menikahinya maka lakukanlah. (H.R. Ahmad, dan Abu Daud)
Dan untuk semua tujuan itu, seseorang diperbolehkan
melihat wajahnya, yang dengan melihat wajah itu sudah cukup untuk mengenalinya.
3. Memandang dengan syahwat, inilah pandangan terlarang, seperti
yang disebutkan dalam hadits Nabi:
Nabi saw bersabda :
“Telah ditetapkan atas setiap anak
Adam bagian dari zina, zina mata adalah pandangannya, zina mulut adalah
ucapannya, zina telinga adalah mendengarkannya, zina tangan adalah memegangnya,
zina kaki adalah melangkah menemuinya, nafsunya berharap dan berselera,
kemaluannya membenarkan atau mendustakannya. (H.R. Ibnu Majah)
Asbabun nuzul ayat 30 ini sangat memperjelas kewajiban menjaga
pandangan, yaitu kisah seorang laki-laki yang lewat di salah satu jalan di
Madinah, ia memandangi seorang wanita. Dan wanita itupun membalas
memandanginya. Setan ikut bermain menggoda keduanya, sehingga keduanya saling
mengagumi. Sambil berjalan laki-laki itu terus memandangnya hingga ia menabrak
tembok dan berdarah hidungnya. Ia berkata:
“Demi Allah! Saya tidak akan membasuh darah ini sebelum saya
menemui Rasulullah SAW lalu saya ceritakan kejadian ini.”
Laki-laki itu segera menemui Nabi dan menceritakan kejadiannya.
Nabi bersabda:
“Inilah hukuman dosamu”. Dan Allah
menurunkan ayat 30 dan 31 ini.[1]
Pengecualian dalam hukum ini adalah jika berada dalam keadaan
terpaksa, seperti penglihatan dokter muslim yang terpercaya untuk pengobatan,
khitan, atau penyelamatan dari bahaya kebakaran, tenggelam, dsb.
b. Di hadapan laki-laki yang memiliki hubungan mahram
Ada ulama yang mengatakan bahwa dalam kondisi itu wanita hanya
boleh menampakkan bagian tubuh yang biasa terlihat sewaktu bekerja, yaitu:
rambut, leher, lengan, dan betis.
Allah berfirman :
“Dan hendaklah mereka menutup kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan-nya, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra
mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka,
atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
perempuan mereka” ( QS. An Nur/24:31)
c. Di hadapan suami
Seorang wanita di hadapan suaminya boleh menampakkan seluruh
anggota badannya. Karena segala sesuatu yang boleh dinikmati, tentu boleh juga
dilihat.
Allah berfirman :
“kecuali kepada suami mereka, …,
Ada sebagian ulama yang mengatakan makruh melihat kemaluan.
Karena Aisyah RA mengatakan tentang hubungannya dengan Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Saya tidak pernah
melihat darinya dan ia tidak pernah melihat dariku. (H.R. At Tirmidzi)
d. Budak wanita di hadapan orang yang tidak boleh menikmatinya
Aurat budak wanita di hadapan laki-laki yang tidak boleh
menikmatinya adalah seperti aurat laki-laki, yaitu antara lutut dan pusar. Dan
jika di hadapan tuan yang boleh menikmatinya maka kedudukannya bagaikan istri
dengan suaminya.
Allah berfirman :
“atau budak-budak yang mereka
miliki,….
Aurat Laki-laki dan Hukum Menutupnya
Aurat laki-laki yang harus ditutup saat menunaikan shalat adalah qubul (kemaluan bagian depan) dan dubur (kemaluan bagian belakang), adapun di luar itu, mulai dari paha, pusar dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya sebagai aurat dan sebagian lagi tidak menganggapnya sebagai aurat.
Pendapat pertama :
Bahwa paha, pusar dan lutut bukan aurat
Mereka beralasan :
Nabi bersabda :
عن عائشة رضي الله عنها: أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم كان جالسا كاشفا عن فخذه، فاستأذن أبو بكر فأذن له وهو
على حاله، ثم استأذن عمر فأذن له، وهو على حاله ثم استأذن عثمان فأرخى عليه ثيابه.
فلما قاموا قلت: يا رسول الله استأذن أبو بكر وعمر فأذنت لهما.
وأنت على حالك، فلما استأذن عثمان
أرخيت عليك ثيابك؟ فقال: “يا عائشة ألا أستحي من رجل والله إن الملائكة لتستحي منه”
رواه أحمد، وذكره البخاري تعليقا.
Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah
saw saat duduk pahanya terbuka, lalu Abu Bakar meminta izin kepada Rasul,
beliau pun mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti semula, kemudian
Umar meminta izin dan beliau mengizinkannya dan beliau dalam keadaan
seperti itu, kemudian Utsman pun ikut meminta izin namun beliau menurunkannya
pakaiannya, setelah mereka pergi aku berkata : Wahai Rasulullah ketika Abu
Bakar dan Umar meminta izin engkau mengizinkan keduanya. Dan engkau dalam
keadaan semula, namun ketika Utsman meminta izin engkau mengulurkan pakaianmu ?
maka beliau bersabda : Wahai Aisyah, apakah aku tidak malu dari
seseorang, demi Allah para malaikat lebih malu darinya”. (HR. Ahmad, dan disebutkan oleh
imam Bukhari dalam ta’liqnya)
وعن أنس: “أن النبي صلى الله عليه
وسلم يوخ خيبر حسر الازار عن فخذه، حتى إني لانظر إلى بياض فخذه” رواه أحمد
والبخاري.
Dari Anas RA: bahwa Nabi saw
membuka pada saat Khaibar kain sarungnya sehingga terbuka pahanya, sampai aku
dapat melihat pahanya yang berwarna putih. (HR. Ahmad dan Bukhari)
Ibnu Hazm berkata : Jelas bahwa paha bukan aurat, sekiranya
merupakan aurat maka Allah tidak akan menyingkapkannya padahal beliau seorang
yang suci dan maksum dari manusia, saat beliau menyampaikan risalahnya dan
tidak diperlihatkan pahanya di hadapan Anas bin Malik dan yang lainnya.
وعن مسلم عن أبي العالية البراء
قال: إن عبد الله ابن الصامت ضرب فخذي وقال: إني سألت أبا ذر فضرب فخذي كما ضربت
فخذك وقال: إني سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم كما سألتني فضرب فخذي كما ضربت
فخذك وقال: (صل الصلاة لوقتها) إلى آخر الحديث.
Dari Imam Muslim, dari Abu Al-‘Aliyah
al-barra berkata : bahwa Abdullah bin As-shamit memukul paha saya, dia berkata
: lalu saya bertanya kepada Abu Dzar, maka beliau memukul paha saya seperti Aku
memukul paha kamu, kemudian dia berkata : kemudian saya bertanya kepada
Rasulullah saw seperti yang kamu Tanya kepadaku maka beliau pun memukul saya
seperti aku memukul paha kamu, dan beliau bersabda : “Dirikanlah shalat pada
waktunya…sampai akhir hadits.
Ibnu Hazm berkata : jika paha sebagai bagian dari aurat
maka Rasulullah saw tidak akan menyentuhnya dari Abu Dzar dengan tangannya yang
suci. Dan jika paha merupakan aurat menurut Abu Dzar maka tidak menyentuh paha
Abdullah bin Shamit dengan tangannya, begitu pun Abdullah bin Shamit dan Abu
al-Aliyah.
Pendapat kedua :
Bahwa paha, pusar dan lutut adalah aurat.
Mereka beralasan :
Hadits nabi saw :
عن محمد بن جحش قال: مر رسول الله
صلى الله عليه وسلم على معمر، وفخذاه مكشوفتان فقال :”يا معمر غط فخذيك فإن
الفخذين عورة” رواه أحمد والحاكم والبخاري في تاريخه، وعلقه في صحيحه.
Dari Muhammad bin Jahsy berkata :
Rasulullah saw melewati ma’mar sementara kedua pahanya tersingkap, beliau
bersabda : “Wahai Ma’mar tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Ahmad, Hakim dan Bukhari).
وعن جرهد قال: مر رسول الله صلى
الله عليه وسلم وعلي بردة وقد انكشفت فخذي فقال: “غط فخذيك فإن الفخذ عورة” رواه
مالك وأحمد وأبو داود والترمذي وقال: حسن: وذكره البخاري في صحيحه معلقا.
Dan dari Jurhud berkata : Rasulullah
saw lewat pada Burdah dan kedua pahanya tersingkap, beliau bersabda : “Tutuplah
kedua pahamu karena paha itu adalah aurat”. (HR. Malik, Ahmad, Hakim, Abu Dawud dan Tirmidzi
serta Bukhari dalam shahihnya).
Demikian dua pendapat tentang batasan aurat laki-laki, namun
bagi kita untuk lebih berhati-hati, saat akan menunaikan shalat maka kita
menutup aurat kita mulai dari pusar hingga dua lututnya sebisa mungkin.
Aurat laki-laki bersama dengan laki-laki.
Bersama dengan kaum lelaki, ia tidak boleh menampakkan bagian
antara lutut dan pusarnya, baik laki-laki yang melihatnya itu kerabatnya maupun
orang lain, baik muslim maupun kafir. Adapun selain anggota tubuh itu boleh terlihat
selama tidak ada fitnah.
Rasulullah bersabda :
Artinya: Apa yang ada di
antara pusar dan lutut adalah aurat. (H.R. Al Hakim)
Rasulullah saw bersabda :
Artinya: Tutuplah pahamu,
karena paha lelaki adalah aurat”. (H.R. Al Hakim)
Aurat laki-laki di hadapan wanita
Seorang wanita muslimah diperbolehkan melihat kaum lelaki yang
berjalan di jalan-jalan, atau memainkan permainan yang tidak diharamkan, yang
sedang berjual beli, dan sebagainya.
Rasulullah SAW menyaksikan
orang-orang Habsyiy bermain lembing di dalam masjid pada hari raya dan Aisyah
ikut menyaksikan mereka dari belakang beliau. Rasulullah menghalangi Aisyah
dari mereka, sampai ia merasa bosan dan pulang. Peristiwa ini terjadi pada
tahun ke tujuh Hijriyah. [1]
Sedangkan hadits yang mengatakan :
“Berhijablah kalian berdua dari
padanya. Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?”[2]Menunjukkan
bahwa Ummu Salamah dan Maimunah berkumpul bersama Ibnu Ummi Maktum di dalam
satu majelis, mereka bertemu pandang dan berhadap hadapan.
Pada kenyataannya, memang sangat berbeda antara pandangan
laki-laki pada wanita dan pandangan wanita pada laki-laki. Wanita dengan rasa
malu yang tinggi akan cenderung pasif, sedangkan laki-laki dengan sifat
pemberaninya akan cenderung aktif dan kreatif.
Kesimpulannya, wanita diperbolehkan melihat lelaki lain dengan
dua syarat, yaitu :
Pertama, tidak dikhawatirkan akan
menimbulkan fitnah.
Kedua, tidak berada dalam satu
majelis berhadap-hadapan.
Post a Comment