curhatibu.com

Islamic Education for Children

Kali ini saya ingin menuliskan sebuah wawasan baru untuk saya. Yaitu terkait pilihan pendidikan untuk anak kita. Ah, luar biasa memang; ketika kita bi idznillah beroleh amanah anak untuk kita didik bersama suami. Anak ibarat kertas putih. Apapun yang kita tuliskan, akan tercetak jelas; dan cepat; serta sulit dihilangkan. Maka, kita sebagai orang tua, "Ingin kita apakan anak kita nantinya?"

Islamic Education for Children, A Lecture by DR. Mahdouh Mohamed

Kunci dalam mendidik anak adalah "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka". Maka, bagaimana kita mengarahkan pendidikan anak kita untuk menjaganya dari api neraka. Ini dulu kita pegang. 

Dari hal tersebut di atas, kita akan dapat menarik beberapa poin untuk kita jadikan patokan dalam mendidik anak, sebagai berikut :

Choose better place to live
Jika ada pilihan yang lebih baik, maka pilihlah itu. Baik dalam hal apa? Baik dalam menjaga agama kita, baik dalam menjaga keluarga kita, dan baik dalam menjaga hubungan sosial kita. 

Choose better school/condition to study
Betapa bahaya bagi aqidah anak kita, jika kita salah memilihkan sekolah untuknya. Contoh kecil terjadi pada sebagain orang-orang yang belajar filsafat; yaitu mereka sampai meniadakan Tuhannya. Maka, saat memilihkan sekolah untuk anak kita, jangan lagi (hanya) bertanya tentang fasilitas laboratorium, olahraga, ekstrakulikuler, atau sekedar seragam sekolah; tapi tanyalah apa yang akan diajarkan guru-gurunya kepada anak kita. Bertanya tentang siapa yang menjadi guru anak kita, bertanya tentang kualitas guru-gurunya nanti. Output seseorang akan tergantung pada apa yang dimasukkan ke dalam pikirannya. Jika sekolah sibuk memasukkan materi-materi pelajaran tanpa ada moral dan agama yang diinternalisasikan, maka jadilah anak yang pintar tapi tidak punya moral. Pilihlah sekolah/tempat/kondisi yang lebih baik untuk anak kita. 

Perhatikan Tingkatan USIA ANAK:

a. Bermainlah dengan anak di usia tujuh tahun pertama. Mendisiplinkan anak saat usia ini justru akan merusak anak. Having fun, playing, dan bersabarlah pada anak usia ini. Perbedaan anak dan orang dewasa ketika memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya ada kursi, audience dan pembicara adalah apa yang pertama kali mereka lakukan. Anak akan langsung berlari-lari keliling ruangan, berputar-putar tanpa kenal lelah. Sedangkan orang dewasa akan langsung duduk dan menyimak kajian pembicara. Anak yang sekolah lebih awal, cenderung akan didisiplinkan lebih awal; mereka akan disuruh duduk tenang di kelas. Padahal, paksaan duduk itu akan menurunkan IQ anak. Bukankah 65% perkembangan IQ anak ada pada usia tujuh tahun pertama? Bahkan di rumahpun, sebaiknya kita menyingkirkan/menyedikitkan furniture untuk memberikan kelapangan si anak berlari-lari, berlompatan dengan aman. 

Negara dengan sistem pendidikan terbaik saat ini adalah Finlandia. Satu fakta menakjubkan di sana bahwa, "Finnish children don't start school until they are 7". Bukankah itu sesuai dengan bagaimana pembagian usia dalam mendidik anak yang diajarkan Islam? Tujuh tahun pertama perlakukan anak sebagai raja (bermain, fun). Rasul pun mencontohkan kepada kita untuk memulai menyuruh anak shalat adalah pada usia 7 tahun. Kita sering sekali memaksanya lebih awal. Don't try to force them; just follow our prophet.
b. Usia Tujuh Tahun keDua
Latihlah mereka untuk shalat. Banyak di antara kita yang bermasalah dengan shalat karena tidak mendapat pelatihan yang tepat pada usia yang seharusnya. 
c. Usia Tujuh Tahun keTiga
Disiplinkan mereka
d. Usia Tujuh Tahun terakhir
Jadikan mereka adalah sahabat, bukan anak

Setelah itu, "tinggalkan" mereka, jangan khawatirkan mereka; Lepas mereka menjadi manusia yang telah siap berjuang!

Pilih Metode Pendidikan yang Terbaik
Saat ini ada beberapa pilihan metode pendidikan anak, misal Islamic School, Public School, dan Home-School. Di antara ketiganya, sejauh ini, metode terbaik adalah Home Schooling. 

Ingat bahwa Anybody can teach. Apalagi sebagai orang tuanya, yang bahkan sejak anak lahir sudah mulai mengajarkan berbicara, tengkurap, jalan, dan aneka ketrampilan lainnya. Tinggal melanjutkan dengan kemampuan lanjutan. 

HS bukanlah sebuah pilihan yang buruk. Justru, ketika semakin dini kita membawa anak kepada sekolah, maka akan sulit membawanya pulang ke rumah. Mereka sudah asyik bertemu dengan teman, guru, orang lain; sehingga kita sebagai orang tua seringnya kehilangan peran sebagai sosok yang dekat dengan anak.

Ada anggapan aneh terhadap HS; misal menganggap anak yang HS tidak bisa bersosialisasi; padahal HS itu bukan berarti harus belajar di rumah (saja). Justru dengan HS, orang tua bebas mengajak anaknya bermain dan belajar di luar. Sosialisasi lebih luas, kemampuan belajar lebih bisa terupgrade maksimal, sesuai kebutuhan dan kemampuan anak. 

Kemudian, semuanya akan kembali kepada kalimat kunci di atas, "Jagalah diri dan keluargamu dari api neraka". Tengoklah ke sekolah-sekolah saat ini; yang berlabel Islam sekalipun. Sudahkah cukup mewakili keinginan kita terhadap apa-apa yang harus diajarkan kepada anak kita? Kita ingin anak kita menjadi apa dan mendapat apa nantinya? Jika kita ingin anak kita terjaga dari neraka, maka cari sekolah yang mampu demikian. Tapi jika saat ini belum ada, bukankah lebih aman mengembalikan semuanya kepada fitrah awal, yaitu belajar bersama orang tua, dengan kurikulum yang ktia susun dan pilih sendiri sesuai dengan koridor syariat. 

"Lalu bagaimana dengan masa depan anak kita nanti jika hanya belajar di rumah? Apakah nanti saya akan berhasil? Mau jadi apa anak saya nanti? Bagaimana dia hidup nanti?"

Marilah tengok kembali kisah Ibrahim, yang meninggalkan anak dan istrinya di sebuah lembah tak berpenghuni. Mereka ikhlas, ridha melakukannya dengan satu alasan; "Karena Allah". Dan mereka yakin, "Jika Allah yang memerintahkan, maka Allah tak akan menyia-nyiakan". Begitupun seharusnya dengan kita bukan?

"Jika kita melakukan semuanya karena Allah, maka jangan kuatir tentang masa depan anak kita nanti; Allah lah yang akan mengaturnya. Just trust to Allah! Bukankah kita melakukannya untuk menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka? Bukankah Allah dengan hal tersebut? Just trust to Allah!"

-Lalu, bagaimana dengan kemampuan saya mendidik anak-anak saya nantinya?-

Ittaqullaha mastatho'tum : bertaqwalah sesuai kemampuan kita. Lakukan saja. Sekali lagi, bukankah kebanyakan orang menjadi guru karena tidak diterima sebagai dokter, insinyur, tentara? Maka, kita niatkan untuk mengikuti apa yang rasul contohkan, menjadi guru; trutama menjadi guru untuk anak kita sendiri. Mendidik generasi. 

Terakhir yang ingin saya sampaikan; ingat bahwa selama ini kita banyak sekali melakukan sesuatu karena kebanyakan orang melakukannya. Kita melakukan sesuatu karena orang tua kita melakukan demikian. Padahal, tidak semua yang dilakukan orang lain, atau juga orang tua kita adalah sesuatu yang benar. Ingat, we re not the follower of our parent; please be the follower of Rasulullah Saw. 

1 comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)
  1. assalamu'alaikum mbak windy :)
    tulisannya keren (catet dulu buat bekal). terus bagaimana dengan mbak windy dan suami? share tentang rencananya dalam mendidik buah hati ya :)

    ReplyDelete