curhatibu.com

Ahlussunnah dalam Menyikapi Pemimpin - Bagian 2

Penguasa : siapapun yang sampai pada tampuk kekuasaan, bagaimanapun cara mereka sampai ke sana - bukan urusan kita - kudeta, pemungutan suara, atau lain lain; maka ia disebut sebagai penguasa yang berkuasa pada akhirnya, yang memiliki hak atas kaumnya. Yaitu : 


1. Memiliki hak untuk mendapat baiat dari kaumnya 


Baiat : janji untuk setia mentaati, menerima penguasa sebagai imamnya - demi kebaikan dirinya dan rakyatnya, mereka siap mentaati dan tidak membantah perintah-perintahnya. Ketaatan itu dilakukan baik dalam kondisi sulit/tenang, lapang/sempit. Pengecualian taat jika yang diperintahkan adalah perkara maksiat kepada Allah. Meskipun pemerintah melakukan satu dua maksiat, tetap tidak boleh kita melakukan pemberontakan kepadanya atau tidak taat atas perintah yang tidak maksiat darinya. 

Maka, jika ada kelompok yang memberontak, kita harus membantu penguasa untuk memerangi kelompok yang memberontak itu, karena ketertiban/maslahat umum pasti akan terganggu jalannya. Sebagaimana yang disampaikan rasul, riwayat Bukhori Muslim, rasul bersabda, "siapa yang datang pada kalian, padahal kalian berada dalam penguasaan satu orang, dan ada yang datang berniat memecah kalian memberontak, maka bunuh dia!" - siapa yang boleh membunuh ini? PENGUASA yang boleh melakukannya, bukan rakyat. 

2. Memiliki hak untuk selalu didengar dan ditaati selama perintahnya bukan merupakan maksiat kepada Allah

Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan para penguasa yang ada di antara kalian!"

Ciri kekeliruan suatu kaum untuk berpaling dari ayat ini adalah pertanyaan, "Pemimpin yang mana dulu yang kudu ditaati?" Tidak akan pernah ada pemimpin yang tidak dikeluhkan oleh rakyatnya. Sehingga makna ayat itu BUKANLAH mentaati pemimpin yang SEMPURNA kebaikannya, BUKAN. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin siapapun yang menguasaimu, harus kita berikan ketaatan setelah ketaatan kita kepada Allah dan Rasul; tentu selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Allah. 

3. Rakyat bersabar menghadapi kedzoliman yang dilakukan pemimpin

Jika suatu kaum diuji mendapatkan penguasa yang dzolim, maka sesungguhnya kesabaran dalam kondisi demikian adalah bentuk jalan yang dipilih oleh para salaf, dan para ahli ilmu. Dikarenakan, pemberontakan atas mereka hanya akan menjadikan kedzoliman yang lebih besar lagi dibanding kedzoliman yang dilakukan penguasa itu. 

Jaman reformasi, kerugian akibat beberapa malam yang tiada hukum, kerusuhan di jakarta itu lebih besar daripada jumlah harta yang dikorupsi 30an tahun. Dan setelahnya, harta yang dikorup oleh pemerintahan baru malah sudah 3kali lipat dari jumlah harta yang dikorupsi selama 30tahun lebih itu. Intinya : TIADA PERBAIKAN, hanya SEMAKIN RUSAK KONDISI. 

Ketahuilah : saat pemimpin dzolim, berarti kita rakyatnya memang dzolim. Allah maha Adil. 

Perbaikan yang paling mendasar dan harus diperbaiki adalah TAUHID. Jika Tauhid beres, urusan SYIAH bla bla bla bukanlah sesuatu yang penting. Masalah sekarang itu bukan syiah, dll, tapi kita kaum muslim TIDAK KENAL Agamanya, tauhid, aqidahnya! Musuh Islam akan selalu ada di mana-mana. Biarlah mereka lakukan makarnya, lakukan saja tugas kita sebagai muslim. Karena memang tugas mereka memusuhi kaum muslimin. Bahas jangan kelompok sesatnya, tapi bahas hal yang wajib kita ketahui dalam diri kita; sehingga kita dalam nya itu sudah kuat. Jangan bahas virusnya, bahas saja antibodinya. Virus akan selalu ada. Jangan terprovokasi dengan media dengan aneka gerakan2 musuh Islam, tauhid aja kita belum kenal benar! Kembali pada skala prioritas, pada program kita, jalur kita sebagai penuntut ilmu. 
Bersabar menerima pemimpin yang dzolim, kita berharap Allah menghapuskan dosa-dosa kita yang terdahulu. 
Perintah Rasul, Tuntunan Rasul jika ada sikap/kebijakan pemimpin yang kita ingkari : "Penuhi saja kewajiban kalian kepada pemimpin tersebut (untuk mendengar, mentaati, tidak memberontak, membayar pajak, dll), adapun untuk hak kalian yang tidak dipenuhi oleh penguasa kalian itu, mintakanlah kepada Allah, jangan tuntut dia!" Rasul tidak memaksa kita untuk teriak-teriak di jalanan, membuat macet, mengganggu kemaslahatan umum, dan lain-lain demi meraih hak kita. 

Jika dikuasakan atasmu seorang budak (yang hanya bisa sampai tampuk kekuasaan dg cara berdarah/merampas), tetap dengar dan taati. Jika mereka mencambukmu, sabar. Jika mereka tidak penuhi hakmu, sabar. Jika mereka menginginkan sesuatu yang bertentangan dg agamamu, katakan 'yang itu tidak bisa saya taati'

Diriwayatkan Imam Turmudzi, kekuasaan penguasa adalah naungannya Allah di muka bumi. Apabila penguasa tersebut mengamalkan ketaatan kepada Allah, maka mereka mendapat pahala, dan kalian mendapat kewajiban untuk bersyukur. Namun apabila penguasa yang ada mengamalkan maksiat kepada Allah, maka mereka mendapatkan dosanya, dan kalian terkena tanggung jawab untuk bersabar. Dan jangan sampai kecintaanmu kepada penguasa membuatmu berani melanggar syariat. Dan jangan sampai kebencianmu terhadap mereka membuatmu sampai memberontak dari barisan. 

4. Nasehatilah Penguasa Selalu

Ada Baju robek, harus ditutupi aibnya, dan diperbaiki. Penguasa punya hak untuk dinasihati, demi kebaikan mereka. Nasehat ini adalah agar mereka menjadi lebih baik, bertindak adil, dan agar umat setia selalu kepadanya. Nasehat ini pun maknanya kita semestinya membenci perpecahan atas penguasa yang ada. Kita jadikan ketaatan kepada pemimpin karena ini merupakan bentuk ketaatan dan ibadah kita kepada Allah, bukan karena mensucikan mereka. Dan salah satu bentuk nasehat adalah kita membenci orang-orang yang menyuruh kepada pemberontakan. Nasehat ini artinya selalu bekerjasama dengan mereka atas sesuatu yang haq, mengingatkan mereka dengan haq, jika punya jalur bertemu-sampaikan dengan tepat, tidak di khalayak rame, harga diri penguasa harus kita jaga. 

Seorang imam Ahlus sunnah menyatakan, bahwa umat ini terbagi menjadi 73 golongan, 1 di surga, 72 di neraka. Yang 72 itu semua membenci para penguasa. Adapun firqoh yang selamat adalah yang senantiasa bersama para penguasa. Ini bukan dalam rangka mensucikan/menjilat mereka, melainkan adalah bentuk ketaatan kita atas perintah Allah. 

5. Pemimpin berhak diagungkan dan dihormati

Kaidah menjaga maslahat umum itu wajib. Tidaklah maslahat umum dapat diatur dengan baik kecuali dengan dimuliakan/diturutinya para penguasa yang ada. Dan ketika sebuah kelompok berbeda pendapat dg penguasa, lalu memisahkan penguasa, menghina2kan penguasa; maslahat umum yang kita cari tidak akan dapat tercapai. Rakyat yang melihat pemimpinnya dihina-hina akan kehilangan perasaan ingin taat kepada pemerintah. Ini membuat tidak bisa terjadi keteraturan dengan baik. 
Allah yang menjaga berjalannya alam semesta ini-lah yang menjadikan aturannya demikian. Ini dikarenakan tanggung jawab penguasa itu berat, banyak aspek yang harus dipikirkan penguasa. Dan tidak mungkin hal-hal tersebut dapat mereka perhatikan/laksanakan dengan baik, kecuali jika rakyatnya menghargai/menghormati mereka para pemimpinnya. 
Maka, seringkali Allah menjadikan kondisi penguasa menjadi semakin dan semakin buruk karena banyaknya celaan-celaan rakyat kepada pemimpinnya yang semakin genjar. 

Sesungguhnya, bentuk pengagungan kepada Allah adalah mengagungkan para orang tua muslim, dan para penghafal quran; tidak juga berlebihan/ghulluw kepada mereka, dan tidak boleh kurang ajar pada mereka. Demikian juga termasuk bentuk pengagungan kita kepada Allah adalah tetap menghormati penguasa yang dzolim. 

Kita lihat, penguasa kita : mengkondisikan waktu sholat, mengatur zakat dengan badan zakatnya. Maka sungguh kita sama sekali tidak boleh mencela-cela mereka! Hal-hal lain adalah perkara manusiawi, yang jika kita berada di posisi mereka bisa jadi malah lebih nyungsep kondisinya. 

Jangan! Jangan cela, tipu dan benci mereka - para penguasa kalian! Sabar, perkara ini tidak lama. Niscaya Allah akan perbaiki kondisi dan Allah beri pemimpin yang lebih baik. Jika kita jalankan tuntunan Rasul, Allah akan beri pemimpin yang lebih baik. Sekarang? Kita ngeles jika disampaikan tuntunan ini, dan lebih memilih cara-cara kafir dalam menyikapi pemimpin. Jauhilah celaan pada pemimpin, karena jika itu terjadi, mulailah kerusakan-kerusakan terjadi pada agamanya. 

Di Antara Syubhat yang ada : 

- apakah kalian mau mensucikan mereka, sehingga sampai segitunya taat pada mereka? 
Maka Demi Allah tidak demikian! Bukan maksud menjilat/mensucikan. Inilah yang datang dari Allah. Kita tidak berlebihan pada mereka. Taat dan hormat pada mereka sebagai penguasa bukan berarti kita ridho atas kemunkaran yang terjadi. Kita diperbolehkan membenci mereka, yaitu membenci kemungkaran mereka; namun tetap kita diuji untuk tetap menerima keberadaan mereka sebagai penguasa. 
Tanggung jawab pemerintah begitu besar. Jikalau rakyatnya mencela-cela dan tidak menghormati pemerintah, maka akan berantakanlah semua urusan. 

Saat Abbasiyyah menjatuhkan Umayyah, Maka Kondisi justru merosot. Saat Abbasiyyah digulingkan, negeri kaum muslim menjadi negeri-negeri kecil. Demikian seterusnya : semakin merosot. Pergantian pemimpin yang dilakukan dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat. Negeri-negeri yang pernah menjatuhkan penguasanya, niscaya kondisi setelahnya tidak akan lebih baik dari kondisi sebelumnya!

- Diperintahkan mentaati pemimpin, karena penguasa mereka menerapkan syariat islam! --- SALAH. Jaman Ibnu Taimiyyah, penguasanya meyakini wihdatul wujud, aqidahnya rusak. Tapi, Ibnu Taimiyyah tidak pernah memerintahkan memberontak. 

Imam Ahmad Bin Hambal, penguasanya memaksa "Quran adalah makhluk", namun beliau tetap tidak pernah menyeru untuk memberontak. 
Patokannya bukan syariat yang ditetapkan, melainkan selama penguasanya seorang MUSLIM, masih sholat, maka harus tetap kita taati!
Siapa yang melihat kemungkaran pemimpinnya, hendaklah ia bersabar, dan jangan memberontak. Sumber fitnah yang terjadi di umat Islam adalah karena hilangnya ilmu "bagaimana menyikapi penguasa" ini. 

Rasul saat di Mekah melihat sebesar-besar kesyirikan di rumah Allah, namun karena belum memiliki kemampuan mengubah kemungkaran, Rasul tidak memaksakan. Bahkan ketika Allah taklukan Mekah bagi Rasul, Rasul ingin mengubah ka'bah sesuai pondasi Ibrahim, tetap belum dilaksanakan, karena Rausl takut aqidah umat belum kuat menghadapi fitnah yang mungkin muncul jika dibongkar Ka'bahnya.  

Berontak kepada penguasa itu bermula dari perkataan/celaan, ini sudah termasuk bentuk memberontak kepada penguasa. Bukankah khawarij dulu juga karena lisannya?

Link Asli Kajian : https://www.youtube.com/watch?v=gZSO3LyR51w

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)