curhatibu.com

Hari Raya #16


Apa itu hari raya?

Entahlah.. katanya, hari di mana semua orang bergembira, berkumpul, bersama merayakan suatu "kemenangan". Semua berbahagia karena bisa tersedia aneka hidangan lezat di meja makan, juga tersedia di meja tamu sebagai hidangan. Tapi, apakah semua merasakan yang sama?

Entahlah.. katanya, hari di mana takbir berkumandang. Bertalu memenuhi langit dari desa hingga kota yang berbinar. Menerbangkan kenangan masa kecil kala bertakbir bersama di rumah kenangan. Apakah itu baik, atau membuat sedih akan kesan yang tak kembali datang?

Entahlah.. katanya, hari di mana malamnya, orang-orang keluar di jalanan. Membawa lampion, menerangi jejalan sepi yang tiba-tiba rame kerumunan. Ada yang membawa perkakas dapur, sekedar penambah riuh variasi iringan kumandang. Tapi, apa iya, hatimu ikut memeriah?

Entahlah.. katanya, hari setelah berjuang lama. Perjuangan menahan nafsu yang sering terbombardir dengan iming maksiat di mana mana. Perjuangan ibadah, yang katanya penuh lelah, juga menyita harta serumah-rumah. Tapi, apa iya, kamu termasuk kumpulan pejuang?

Entahlah.. katanya, hari itu pakaian seolah wajib baru. Paling tidak, baru dicuci bersih, hingga nampak baru menyentuh meja kasir. Lalu dipakai bersama orang-orang sekeliling, senada, sama. Buat penanda bahwa "kita keluaga". Lalu di akhir, ritual yang pasti dijalani, ya, foto keluarga, untuk diposting di media sosial masing masing. Setidaknya, orang-orang tau, kalau "ini lho keluargaku". Tapi, apa iya, hanya sebatas itu?

Entahlah.. katanya, hari itu orang berkumpul dengan sosok-sosok terindu. Yang sudah lama tak bertemu. Mungkin ada yang berbilang bulan, bahkan tahun. Tak jumpa, karena harga tiket melambung tak jua terjangkau. Tapi, sayang, tak semua bisa begitu.. bahkan menanda "siapa keluargaku?" Pun, tak juga ketemu.

Entahlah.. katanya, hari itu orang-orang saling bersalam, menebar doa juga ucapan selamat. Selamat karena telah sukses melalui perjuangan. Selamat karena diberi usia untuk menapak garis raya. Tak ketinggalan, salam pipi pun diberikan. Sebagai penanda cinta sesama sodara seiman. Hangat. Namun, apakah semua merasa dicinta, jika kenal nama pun, tidak; padahal tetangga.

Entahlah.. katanya, hari itu, ada daging yang dibagi. Hasil ibadah qurban sesiapa yang diberi mampu. Orang bahagia, "akhirnya, makan daging juga". Orang senang, karena daging tak perlu beli. Orang haru, karena semua berlomba memberi. Tapi, statusmu sebagai apa? Orang kaya yang tak jua sanggup berbagi, atau orang miskin yang menikmati nasib selalu diberi?

Entahlah.. katanya lagi, hari itu grup media keluarga, semacam WhatsApp dan kronco kronconya, meriah. Meriah dengan perlombaan menyusun ucapan berbingkai terbaik, hingga berkesan lalu dishare sana sini. Menimbulkan bangga di hati. Tapi apa iya, dilakukan setulus hati, atau Memang sekedar absensi?

Entahlah.. katanya ya, hari itu, tidak boleh puasa. Namanya juga hari raya. Banyak sajian yang kudu dihabiskan. Belum jika bertamu ke sana ke mari seharian, wah suguhan tak lagi terhitung berapa macam. Namun, apakah semua bisa merasakan? Termasuk mereka yang malamnya pun masih lesu tertidur pinggir jalan menanti belas kasian?

Entahlah.. apa makna hari raya. Hari yang hanya dua kali, dalam satu tahun. Semestinya menjadi istimewa. Karena begitulah perintahnya. Begitulah sunnahnya. Bahkan pakaian, juga sajian, harus yang terbaiknya. Namun, apakah benar, semua tau maknanya? Atau sekedar ikut ritual sholat, yang bahkan hanya 2 kali setahun dilakukannya; ya setidaknya, hari raya itu spesial bagi dirinya.

Entahlah.. mengapa semua diminta berkumpul. Di masjid juga lapangan. Perintahnya sholat, juga mendengar khutbah penceramah, sebelum akhirnya bersalaman. Wanita haid pun harus datang, meski hanya duduk di pojokan meramaikan. Itulah mengapa jadi hari raya. Semua harus merayakan juga mendengar nasehat yang dilontarkan. Tapi, apakah benar, semuanya mengerti makna nasehat apa yang diucapkan, jika usai salam, langsung bergegas meninggalkan barisan?

Entahlah.. sepertinya hari raya juga memberi kesan bermakna bagi mereka, orang- yang mencari nafkah dengan berdagang. Mereka gelar lapak di sekitar tempat takbiran, mana tau ada yang kehausan. Juga di sekitar tempat sholat 'id, mana tau ada yang kebutuhan. Dan penjaja balon balon itu begitu meraup untuk berlipatan. Bagaimana tidak, anak kecil yang membuntuti ayah ibunya, masing-masing menunjuk ke satu dua penjaja, minta dibelikan. Bahagia melihatnya, satu dua jam, dagangan habis tak bersisa. Namun, apakah kita sudah bersyukur dengan rejeki yang ada, dengan melakukan taat juga tinggalkan maksiat?

Entahlah teman.. saya juga tak tau berbincang apa. Yang pasti, ini malam raya. Saya hanya ingat masa kecil menyenangkan, juga masa bersama orang tua di rumah tercinta. Sekarang, saya di rantauan, bersama keluarga kecil yang semoga selalu bahagia. Bahagia karena besok raya. Ya, besok hari raya. Selamat hari raya.

Tapi... malam Raya saya kali ini, membuat saya hanya duduk di rumah, tak terusik reribut yang terdengar di luaran. Ya sudahlah, tak mengapa. Ada benda benda ajaib yang bisa menemani. Termasuk kamu, iya, kamu. Sayangnya, kamu tak di sini. Hhehe...

Tapi.. tak masalah.. Hari raya, tetaplah raya .Tetaplah wajib kita rayakan bersama. Bersama siapapun yang merayakan. Ya, belum tentu kita bertemu momen yang sama di tahun selanjutnya. Belum tentu membersamai orang-orang yang sama di tahun berikutnya. 

Tapi.. tak masalah.. Hari raya, tetaplah raya.. Tetaplah wajib kita rayakan bersama. Persiapan busana dan sejadah cinta, untuk menjalankan sholat di tanah lapang bersama-sama. Ya, belum tentu kita bisa sholat selepasnya. Belum tentu kita menyambut salam setelahnya. 

Tapi.. tak masalah. Hari raya, tetaplah raya. Tetaplah wajib kita rayakan bersama. Ucapkan salam hangat, selamat atas keberhasilan, selamat atas kesuksesan menempuh uji yang tak biasa. Ucapkan doa, lantunkan ia, kepada seluruh penjuru negeri, tak lupa ke tetangga kanan kiri, bahwa semoga amalan diterima, meski banyak cela di sana sini..

Tapi.. tak masalah. Hari raya, tetaplah raya. Tetaplah wajib kita rayakan bersama. Menyembelih sapi juga kambing kurban, semoga membahagiakan semua orang sekitar. Tak mengapa hanya dapat satu dua potongan, yang penting berkah meresapi setiap ikhlas yang terasuknya. Tak mengapa hanya dapat satu tusukan, yang penting bersama mengecap lezatnya nasi daging berbumbu kecap. Tak mengapa hanya menyeruput seseduhan sop dagingnya, yang penting halal thoyyib tanda keberkahan. Bahkan, tak mengapa jika tak mendapat sama sekali; masih ada esok tuk berburu di supermarket juga tukang sayur terdekat. Hehe...

Intinya : syukuri apa yang ada. Karena janji Allah, kan ditambah nikmat. Jangan lupa, nikmat Allah telah tak berbilang. Supaya terhindar dari adzab yang memedihkan. Kala syukur, yang kecil-pun terasa besar; yang sedikit pun terasa melimpah.  Namun kala kufur, mau sebesar apa, terasanya selalu kurang. Lalu, kenapa juga masih meragu, mempertanyakan "aku dapat apa?". Sungguh tak layak perkataan itu; padahal yang tak terkata pun telah tersuguhkan. 

Memang itulah manusia. Fitrahnya sungguh penuh keluh. Padahal dapat, apalagi tak dapat; tetap saja mennggerutu. Merutuki,"kenapa saya tak dapat yang begitu?". Memang itulah manusia. Tak pernah merasa puas. Dapat satu lembah, ingin dua, lalu tiga. Kalau tak dapat? Penuh dengki kanan kiri. 

Kapan sadarmu, Wahai? Ini sudah raya keberapa yang kau temui. Kenapa tak juga qonaah meliputi hati. Padahal telah diingati setengah mati. Wahai? Ini sudah raya. Kembalilah.. Menjadi pribadi yang tidak begitu lagi; namun lebih baik, dan terus memperbaiki. 

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)