curhatibu.com

Menikah, Sungguh Tak Sesederhana Itu


Menikah, tak sesederhana kalimat akad, yg sering terucap tanpa jeda, bahkan nafas sekalipun. Mengubah yg tak boleh, menjadi halal semuanya. Semua, di antara keduanya. 

Menikah tak sesederhana perayaannya. Walimah, satu potret bahagia bagi dua sejoli yg tengah mulai menanam rasa, dua orang yg tengah dimabuk asmara. 

Setelahnya, tak sesederhana itu. Kehidupan yg tak sebahagia saat bulan madu. Naik turun rasa emosi jiwa di hari-harinya. 

Maka terlalu naif, jika menyangka menikah itu haru biru belaka. Harunya hati, yg penuh debar menanti seisi ruang bersorak "sah". Lalu malu-malu menatap lelaki yg baru pernah satu dua kali dilihatnya di masa perkenalan. 

Momen yg membahagiakan. Harus didokumentasikan, untuk diputar ulang saat energi cinta butuh perbaharuan. Harus berkesan, agar syukur bisa ditarik ulur ke masa depan, saat suasana mulai keruh dg rutinitas yg nampak menjemukan.

Menikah tidak sesederhana itu. Susah senang, tawa tangis, sedih bahagia, syukur kecewa, kesal bangga; serta kata berantonim lainnya berganti hadir di kehidupan. Harus sabar, dan saling menguatkan. 

Jangan berani mengaku beriman, kalau belum pernah diuji. Jangan merasa diri kuat, kalau menyangkal saat badai datang. 

Menerima lalu menyusun strategi bersama, hingga berakhir selesainya masalah, ataupun muncul masalah berikutnya; akan merekatkan hubungan. Meski tidak menyangkal bisa terjadi hal sebaliknya. 

Menikah bukan mempertemukan dua sosok sempurna yg akan selalu mampu menyelesaikan masalah dg brilian. Menikah mempertemukan dua sosok insan banyak cela dan kekurangan. Tak mungkin selalu berhasil menemukan solusi dari setiap masalah. 

Keduanya harus sadar : kelebihan yg ada bukan untuk menyangkal kekusutan kehidupan rumah tangga yg akan terjadi. Berusaha terus belajar, karena tau bahwa masing-masing tak cukup sempurna membuat suasana slalu bahagia. 

Keduanya harus sadar : kekurangan yg ada bukan untuk dikambinghitamkan. Namun, untuk dicarikan solusi yg saling melengkapi keduanya.

Menunggu pendamping hidup hadir itu harus sabar. Namun, setelah mendapat pendamping pun harus lebih sabar lagi dg fase dan ujian yg tak lagi sama dan pastinya akan lebih menantang.

Semoga perjuangan kita menempuh perjalanan ini berbuah surga. Nan kekal dan abadi bahagianya; tidak seperti di dunia. Ya kan?

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)