Kita Hanya Perlu Mendengar

Kita hanya perlu mendengar lebih banyak. Menyimak lebih dalam. Menyaksikan lebih seksama.  Siapapun yang tengah hadir di hadapan.

Ada yang bilang kalau siapa yg hadir dalam hidup kita itu, selalu dapat memberi pelajaran berharga yang bisa membaikkan diri kita. 

Tinggal, kita mau merenungkannya atau tidak. 

Ada banyak pesan kalimat tak tersurat berupa kesan yang tampak dari mata yang mendadak berkaca-kaca atau tatapan penuh ragu juga penyesalan atas suatu keputusan. Atau, tertunduk tubuhnya, tak berdaya; seperti tengah lelah memanggul beban beratnya.

Ada banyak pesan, kalimat tak tersurat, berupa gemetarnya suara yg terdengar perlahan saat berkata. Atau, helaan nafas yg nampak berat. Lagi-lagi, seperti ada beban menyesak membuat nafasnya tak bisa lega terhembuskan.

Ada banyak pesan kalimat tak tersurat, berupa kerutan dahi yang coba disembunyikan, karena mau tidak mau banyak persoalan harus dipikirkan. Atau, sesekali ditutup wajahnya dengan jemarinya; tak ingin orang tau apa yang tengah dirasakan, atau sudah terlampau bosan berhadapan dengan masalah.

Mungkin, menyapa akan membantunya sedikit tenang. Menyalam, akan membuat bebannya sedikit punya ruang. Memeluk, akan meyakinkannya bahwa dirinya tak sendirian... 

Tak butuh nasehat, hanya butuh kawan yang mendampingi duduk rehat. Tak butuh masukan, hanya butuh telinga yang bersedia lebih sabar mendengarkan. Tak butuh solusi atau saran penyelesaian, hanya butuh rekan dan pelukan yang menguatkan. 

Tak butuh apa yang lebih dari apapun; selain doa yang diharap bisa membantunya lebih kuat menghadapi segala ujian dan cobaan.

Tak pernah mudah, untuk mencoba mengerti apa yang tengah diperjuangkan orang siapa di hadapan. Namun, mencoba untuk mendengar lebih banyak, menyimak lebih dalam, dan menyaksikan lebih seksama sosok di hadapan justru akan membuat diri belajar banyak hal tentang kehidupan. 

Terimakasih, kawan, telah terus berjuang, dan tak bosan untuk saling mendamaikan.