curhatibu.com

Bukan Semata Tentang Gagal


Saya pernah berada di fase itu. Saat harapan tertumpu di pundak. Dari semua orang, semua yang mengenal saya maupun yang hanya sekedar menyapa ketika bertemu di lorong sekolahan. Bapak-ibu guru yang mengharapkan salah satu siswi yang langganan juara paralel itu mendapatkan satu bangku di jenjang selanjutnya. 

Sayangnya, saya tak benar-benar mempersiapkan semuanya dengan baik. Hari-hari menjelang ujian hanya belajar seadanya. Ada sebersit rasa yakin (yang terlampau terburu-buru) bahwa pasti saya bisa lolos tes masuknya. Begitupun ketika besoknya ujian. Posisi sudah di kota yang sama dengan perguruan tinggi yang dituju. Namun, ada keengganan untuk serius menapaki satu per satu soal di buku latihan. Entah, karena terlalu yakin, atau sebaliknya, merasa percuma jika saat itu harus mengerjakan. 

Esoknya, waktu ujian tiba. Seingat saya, saya masuk ke salah satu ruangan kelas. Mulai mengerjakan ujian. Karena tak persiapan, ya mengerjakan ala kadarnya. Selesai, dikumpulkanlah soal dan lembar jawaban. Masih ada bersitan yakin, meski sudah bercampur keraguan atas hasil pengumuman nantinya. Sudahlah, tak usah terlalu dirisaukan. Saatnya pulang dulu ke Blora, menanti urusan nasib berikutnya di sana.

Hari yang dinanti tiba. Pengumuman UM UGM. Hasilnya? Ya, nihil "Anda tidak diterima". 

Sedih? Ya, meski mencoba pura-pura kuat. Meski akhirnya tak bisa menyembunyikannya dari Bapak. Siang itu, bapak langsung mengajak saya keluar sejenak mencari makan, mencari lontong tahu, kuliner khas. Mungkin dengan begitu, anaknya bisa lebih tenang, pikir Bapak. 

Bapak hanya bilang, "Wis, rapopo! Belum rejekinya.." (Well.. sejujurnya saya lupa kalimat apa yang benar terlontar, tapi intinya Bapak menenangkan bahwa beliau tidak kecewa dengan hasil yang saya terima. Dan mencoba menenangkan saya)

Tapi benar, kata Alginna, "Terkadang kita itu bukan takut gagalnya. Tapi, kita takut dengan apa yang orang pikir tentang kita atas kegagalan yang kita alami!"

Apa yang sebenarnya Bapak pikirkan, apakah Bapak kecewa, apakah Bapak takut nanti anaknya tidak mendapat sekolah....?

Apa yang nanti akan disampaikan oleh guru guru di sekolah, melihat siswi andalannya belum mendapat "pegangan" kuliah sementara kawan-kawannya yang lain sebagian besar sudah?

Apa kabar teman-teman nanti? Apa yang akan mereka sampaikan?

Setelah diajak keluar oleh Bapak, saya bisa lebih tenang dan menerima hasil ini. Serius, Bapak tidak berbicara apa-apa tentang hasil ini. Tidak menasehati panjang lebar tentang "jangan bersedih, direlakan saja, nanti kita begini begini, dst dst.." Tidak banyak yang Bapak katakan. Bapak seperti hanya sedang menemani anak gadisnya makan lontong tahu plus telur dadar kesukaan anaknya itu.  Bapak malah berbincang entah apa dengan penjualnya. 

Tapi, sepertinya Bapak mengerti betul bahwa di momen itu yang dibutuhkan seseorang yang "baru saja" mengalami kegagalan adalah "tidak melakukan apa-apa". Tidak menasehatinya, tidak menguat-nguatkannya, lalu bilang "sabar, kamu pasti bisa, kegagalan kan pangkal kesuksesan, kamu pasti mampu, kamu pasti kuat begini begitu...". 

Karena yang perlu dilakukan saat itu hanyalah membantu orang tersebut menerima kondisinya saat itu. Menerima bahwa, "Ya, saat ini saya tidak berhasil untuk mendapatkan 1 impian saya." 

Sepertinya, hal itu yang dilakukan bapak, membiarkan anak gadisnya diam sejenak, menyadari apa yang terjadi, lalu menerima dengan hati yang lebih tenang. Anak gadisnya belum butuh nasehat. Anak gadisnya belum butuh motivasi ala-ala motivator. Anak gadisnya hanya butuh diterima, oleh dirinya sendiri, dan diterima oleh orang-orang yang disayangi , atas keadaannya (seburuk apapun) saat itu. Makasih, Bapak.. ;')

Masih di hari yang sama, setelah hati bisa menerima. Datang tawaran dari seorang kawan, yang sudah diterima di pengumuman yang sama, "Mau pakai bukuku ga, buat latihan? Aku ada beberapa buku, pakai aja." Mau donk ya.. kan udah baikan ceritanya. Trus dianter donk bukunya ke rumah.. wkwkwk.. padahal rumahnya jauh banget. Makasih banget pokoknya. Itu buku yang  alhamdulillah saya babat habis, dan membuat saya percaya diri ketika mengikuti ujian SNMPTN beberapa waktu berikutnya. Dan, alhamdulillah lolos.

Hm.. Kenapa saya tiba-tiba ingin menulis kisah ini lagi ya? Karena pada akhirnya, hidup akan terus begitu. Ada ekspektasi, ada realita. Ada harapan, ada kenyataan. Ada impian, ada takdir Allah berbicara. Kita pasti pernah mengalami naik turunnya. Ketika berada di atas (entah dalam hal pandangan manusia, atau kemampuan diri), atau ada masa ketika di bawah. Seringkali ini membuat kita ketakutan. Takut jika kita gagal , lalu membuat pandangan orang akan berubah semuanya kepada kita (yang biasanya berhasil). Takut untuk mencoba bermimpi lebih banyak, karena khawatir semua bakal akan nampak sama aja, dan akan mungkin kecewa. Takut belajar lebih banyak, karena khawatir jadi sadar kurang-kurangnya diri. 

Tapi memang sih, masa ketika kita diharapkan berhasil, lalu kita gagal; adalah fase yang tidak mudah. Ada beban yang berat di sana. Kita seperti memanggul harapan banyak orang. Lalu kita banting semua harapan itu dengan gagalnya kita. Mereka kecewa. Kita, lebih kecewa. Bukan sekedar karena gagalnya itu sendiri, tapi kecewa karena telah mengecewakan banyak orang/pihak. 

Anyway.. Saya bersyukur sih karena pernah mengalami momen gagal itu. Setidaknya membuat saya sadar bahwa hidup itu tidak selalu baik-baik saja, seperti yang saya alami (dalam hal prestasi) sejak SD sampai SMA. Setidaknya membuat saya mengerti rasa tidak nyamannya suatu kegagalan, yang akan membuat saya lebih sigap dalam bersiap atas pencapaian suatu impian. Setidaknya membuat saya memahami bahwa pada akhirnya jalan hidup yang kita ikhtiarkan akan kembali pada kehendak Allah, apakah Allah menghendakinya terjadi atau tidak; sangatlah mudah bagi Allah. 

Yang perlu kita renungi, ketika masa itu tiba, kita tidak perlu langsung membalikkan posisi dari negatif menjadi positif. Cukup menjadikannya netral kembali. Kemudian, setelah itu mulai perlahan bersiap menanjak kembali. 

Well.. kita manusia, punya banyak potensi yang perlu disyukuri. Salah satu wujud syukurnya adalah memanfaatkan potensi itu untuk kebaikan banyak orang, banyak pihak; selagi kita bisa, selagi kita mampu melakukannya. 

Hm.. Udah itu aja ya.. Kapan-kapan kita cerita lagi :)

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)