curhatibu.com

Kisah tarbiyah dzatiyah :) Cahaya di malam itu...

“Jika untuk menjadi baik masih mengandalkan orang lain, maka alangkah ruginya kita…”

Ah,..satu statement yang malam itu kemudian membuatku berpikir. Sepertinya, kalimat itu ditujukan pada diri yang...sering merasa seperti itu.

Rabb,..terimakasih telah memberiku kesempatan mengikuti lingkaran cinta itu, hingga saya mendapati banyak ilmu yang sungguh sedang saya butuhkan saat ini, meski rasanya, setiap kalimat beliau yang tertulis di buku catatanku menjadi tusukan demi tusukan, sindiran demi sindiran, yang tiada henti,...heu....

Bermakna dzatiyah dalam bertarbiyah,.. Ah, terserah apalah itu,..yang pasti, ini adalah kisah pembinaan diri yang dilakukan dengan sejumlah cara...

Apa kuncinya?
”Kenali diri, terutama kelemahan, kesalahan, dan kelalaian diri kita,...dan carilah aneka cara untuk merubahnya...”

Orang lain tidak lebih tahu mengenai AIB diri dibanding kita, bukan? Hanya kita dan Allah yang mengetahuinya. Bisa jadi, cap alim itu ada pada diri seseorang. Namun, siapa yang tahu, bukankah ketika di akhirat Allah membuka seluruh aib kita? –agar kelak Allah menjaga aib kita, maka jagalah aib orang lain, baca notes ”Tabayyun?? Ghibah??”-

Terlebih, kita akan bertemu satu per satu dengan Allah (Q.S Maryam:95). Ah, jangan dipikir kita bukan orang terkenal, bukan presiden, menteri, sehingga akan dilupakan Allah pada saat itu! Tidak akan dilupakan. Dan tidak akan terlewatkan. Yaumul hisab pasti akan dihadapi oleh setiap insan yang pernah bernyawa.

Itulah perlunya kita kenali diri kita, dan kesalahan kita. ”Hisab dirimu sebelum dihisab Allah”. Tidak perlu tergantung pada orang lain untuk menghisab kita, karena, sekali lagi, mereka tidak lebih tahu daripada diri kita. Lakukan muhasabah diri, paling tidak 1 minggu sekali.

Setelah mengenali bobrok lemahnya diri, maka lakukan perubahan. Lakukan perbaikan diri. ”Tidak ada yang bisa membuat diri kita berubah, kecuali diri sendiri”. Ya, hanya kita yang mampu merubah diri kita. Bukan orang lain. Masuk surganya kita tergantung bagaimana usaha kita dalam iman dan taqwa kita (semua akan kembali pada Allah). Dan menjaga diri sendiri itu lebih harus diutamakan daripada menjaga orang lain. Jadi, “Jagalah diri dan keluargamu dari api neraka”

Dengan melakukan hal tersebutlah, kita berharap dapat terus istiqamah. Kenapa? Karena setiap saat kita terus mengingatkan diri sendiri; Karena kita tidak mengandalkan orang lain untuk berubah, dan untuk menjadi baik.

Namun, kadang tak jarang, ada saja godaan gagalnya tarbiyah diri,.. misalnya, karena minimnya ilmu, wawasan, ketegaran, dsb. Sehingga, tak jarang muncul perasaan putus asa dan mencap diri jelek, “Saya tidak pantas lagi bertarbiyah. Saya tidak pantas lagi menjadi bagian dakwah ini, dsb”. Ya, hanya dengan 1 atau 2 kesalahan yang sangat mungkin dilakukan insan seperti kita, rasanya tidak perlu mengendurkan keinginan untuk terus berupaya melakukan pembinaan terhadap diri.

Ketidaktahuan seseorang atas tujuan hidupnya, serta sarana yang telah diberikan padanya, membuat dirinya tidak tau apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya. Padahal, “Orang yang mengenal dirinyalah yang tarbiyah dzatiyahnya jalan”. Karena dianya tau yang kurang atau lebih bagian mana.

Selain itu, kecintaan pada dunia, pemahaman yang salah, dan panjangnya angan-angan turut membuat gagalnya tarbiyah dzatiyah. Cinta pada dunia – tidak peduli dengan kondisinya di akhirat. Pemahaman yang salah – menganggap tarbiyah hanya dilakukan pada waktu tertentu, dengan orang tertentu, di tempat tertentu, pada kebutuhan tertentu. Padahal, tarbiyah itu madah hayah, bukan? Seumur hidup. Berarti pada seluruh waktu, tempat, kebutuhan, segmen, dan sebagainya. Perasaan akan panjangnya angan – lalai, seperti jika tanpa sadar kita berencana, “Puasanya kalau nanti sudah selesai kuliah aja ya…”, Ahh,.padahal, “Jangan beri syarat untuk melakukan kebaikan. Lakukan Sekarang, semampunya!”

Nah, the last but not least, buah dari bertarbiyah kita adalah mendapat ridha dan cinta Allah. “Jika kita mendapat cintaNya, maka adakah yang lebih tinggi daripada hal tersebut?”,… tidak perlu putus asa, bukankah, “Allah selalu memberikan yang terbaik.”

Dengan bertarbiyah dzatiyah, hidup akan tentram, karena segalanya diserahkan pada Allah, “Tiada daya upaya selain kepada Allah”. Pun ketika kita sedang ditimpa masaah yang pelik, maka dalam hati kita selalu tersebut “Tiada daya upaya selain kepada Allah”. Bukankah “Permasalahan itu selalu ada jalan keluarnya. Pertanyaannya, apakah kita bisa melihat jalan keluar itu? Dan apakah kita bisa memilih jalan keluar terbaik kita?”.

Kedekatan dan keyakinan pada Allah akan semakin kuat jika kita selalu mengingati pembinaan diri menjadi lebih baik.

Heu...inilah kiranya yang dapat saya bagi. Sungguh, semoga bisa mengingatkan khususnya diri sendiri...

Dan malam itu, saya merasakan cinta Allah yang luar biasa. Betapa saya teramat disayangiNya, dengan diberi apa yang saya butuhkan. Bukan semata apa yang saya inginkan. Padahal hari itu, sempat terbersit keinginan, dan bahkan permintaan lepada sahabat-sahabat saya, untuk menjaga diri saya, dan mengingati diri saya untuk menjadi baik. Serta datang pula perasaan bahwa harus ada orang lain untuk saya menjadi orang baik. Dan semuanya kemudian berluluhan dengan pernyataan, "Jika untuk menjadi baik masih mengandalkan orang lain, maka alangkah ruginya kita…”

26 Juni 2011, lingkaran cinta

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)