curhatibu.com

Begitulah Ia, Sahabat Terbaikku...


Sosok itu memberikan banyak pelajaran untukku. Tak cukup hanya kata. Laku perbuatannya pun indah, seindah tulus hati sebagai sumbernya. Sosok itu mengesankan. Meski tak selalu bisa ku berharap teguran hikmah langsung dari lisannya. Cukuplah ia membagi hikmah melalui sikap laku dan jalan liku pikirannya. Sesungguhnya, tak banyak yang mengerti tindak tanduknya. Entah hal itu karena beda yang memberi jarak, atau sekedar hijab yang belum sepenuhnya terbukakan kemengertian. Yang ku tahu, dalam gerak itu terangkum ketulusan yang kadang tak kumengerti caranya. Keteduhan yang ada padanya saat mata menatap pun bukanlah kepalsuan yang kadang berubah tak beraturan. Keteduhan itu berasal dari hatinya. Ada teduh di hatinya yang kemudian memancar menjadi nasehat dalam sikap dan perbuatan. Bukan sekedar kata hampa tak banyak arti. Begitulah ia.

Tuturnya penuh dengan hikmah. Bukan sekedar tutur tanpa nasehat berbuah canda tak bermakna. Teduh di wajahnya itu pun tak pernah hilang. Meski sungguh ku tahu ada panas gesekan hidup yang sedang dirasakan. Meski kadang mentari problema begitu menyengat hati dan awan tak juga mau berkawan dengan tabirnya. Semua karena yakin bahwa petang yang menyelimuti akan membuat ia kembali berdiri dalam semilir keteduhan sinar rembulan. Kemudian fajar kembali beranjak membawa kesejukan dalam hati yang senantiasa terjaga dalam iman yang mendalam.

Tiap polah tingkahnya selalu berbuah teladan bagi sesama. Buah yang senantiasa ranum, karena terus diperbaharui dengan permohonan ampun atas dosa yang pernah diperbuat. Buah yang terus segar bersama dengan pupuk dzikir kepada Tuhan. Buah yang saat dimakan memberi kekuatan vitamin cinta padanya. Cinta itu untuk Tuhannya, yang kemudian memancarkan tulus cinta pada alam sekitarnya.

Teladan, cinta dan ketulusan itu selalu terus menyinar luas seiring laju energi cinta pada Tuhannya yang semakin pesat. Selanjutnya, lihatlah bahwa ada cinta-cinta yang tertanam untuknya. Cinta yang tumbuh atas kecintaan pada Allah yang selalu membuat yang lain pun iri menginginkannya. Cinta yang mampu memberi kekuatan untuk saudara yang dimilikinya, agar bisa lebih baik dan bijak dalam menapak hidup yang begitu unik atas skenario Allah yang cantik. Cinta pada Tuhannya itu semakin pesat dengan semakin bertambah usianya mengarungi hidup. Sehingga cintaku padanya semakin membuatku bersyukur memiliki sahabat sepertinya, atas transfer energi cinta yang selalu diberikannya padaku dan lainnya.

“Doaku padamu, semoga di lembar selanjutnya, dapat selalu kau bagikan hikmah yang berhasil kau cengkar. Untuk kemudian merangkainya menjadi kisah hidup pemberi makna yang akan tertanam dalam hati para pendamba cintaNya. Tuliskan puisi terindah jalan kehidupanmu. Karena dengan hal tersebut, tak hanya satu atau dua orang yang belajar memaknai dan menghargai hidup. Kau membuat seisi dunia sadar bahwa mengabadikan hidup dengan kisah penuh hikmah adalah yang sebenarnya keabadian. Karena semoga dengannya, ada pribadi-pribadi yang kemudian berubah menjadi lebih baik, atas izin Allah swt…”

Begitulah ia, sahabat terbaikku. Pertanyaannya, apakah selama ini aku (kita) sudah menjadi sahabat terbaik untuknya (sahabat kita) atau justru sebaliknya? Semoga kita berupaya bersama untuk menjadi sahabat terbaik bagi sahabat-sahabat kita tersebut.

Windy Anita Sari
Blora – Jawa Tengah
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
aBlog : naylatulizzah.blogspot.com

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)