curhatibu.com

Kajian Reihan, Sabtu 5 November 2011 @Masjid Baitul Maal AT-TAJARRUD OLEH UST. RASIKH

Kajian Reihan, Sabtu 5 November 2011 @Masjid Baitul Maal
AT-TAJARRUD OLEH UST. RASIKH
Pada hari ini, kita kembali diberi nikmat untuk bisa berjumpa di sini, semoga kiranya kita mendapat pertimbangan rahmat dan kasih sayang Allah, dan menjadi modal untuk mendapat nikmat yang terbesar yaitu surga Allah Swt.
Tentang pertemuan lalu, tentang komitmen tokoh dalam menjalankan dakwah, pada pertemuan kali ini, Imam Al Banna menyebutkan rukun ke-8, yaitu At Tajarrud.

ARTI KATA TAJARRUD
Tajarrud – dari segi bahasa diambil dari kata al juradah, artinya jika kita mengupas buah-buahan, kita kupas bersih semuanya, tinggal isinya saja. Melepaskan sesuatu yang tidak penting, atau tidak dibutuhkan. Selain itu, bisa juga tajarrud fi amri = melepaskan diri dari yang lain, konsen ke sesuatu yang kita maksud.
Menurut imam al banna, Tajarrud adalah ENGKAU harus tulus pada fikrahmu, dan membersihkannya dari prinsip lain serta pengaruh orang lain, sebab fikrah keislaman itu adalah setinggi-tingginya dan selengkap-lengkapnya fikrah.

TAJARRUD = BARA’
Tajarrud dapat diartikan sebagai Al Bara’ = berlepas diri dari sesuatu yang lain. Lawan katanya adalah Al Wala’.
Tidak akan sempurna iman seseorang kecuali dengan prinsip Al Wala’ dan Bara’, loyalitas pada Islam, dan berlepas diri pada ajaran selain Islam.
Laa Ilaa ha = al bara’ = tajarrud = tidak ada Tuhan
Illallah = al wala’ = tuhanku hanya Allah
Harus keduanya, jika hanya laa ilaa ha = ateis; atau hanya ilallah = dia menyembah Allah, tanpa menafikkan tuhan-tuhan yang lain, anggapannya bahwa semua agama adalah sama, dan juga punya kebaikan. Jika demikian, tidak mungkin imannya benar atau bahkan bisa jadi kafir.

LALU, BAGAIMANA DENGAN AJARAN LAIN YANG MEMILIKI KEBAIKAN?
Ajaran kebaikan itu harus ditimbang dengan AL Qur’an dan sunnah, jika memang sesuai, maka bisa diterima. Ingat bahwa, “Hikmah itu adalah barang yang hilang dari kaum muslimin, maka di manapun kalian menemukan, maka kalianlah yang lebih berhak atas hikmah tersebut!”. Hikmah yang dimaksud di sini adalah kebaikan yang mungkin ditemukan pada kaum lain. Sebaliknya, keburukan, di manapun dia berada, bukanlah bagian dari Islam, sekalipun keburukan itu ditemukan di lingkungan orang Islam.

UMAT ISLAM VS SUMBER ISLAM
Islam itu sekarang terhalangi oleh umatnya. Banyak orang mundur dari Islam karena melihat perilaku orang Islam. Tapi sebaliknya, banyak orang masuk ke dalam Islam ketika melihat Islam langsung dari sumbernya ( Al Qur’an dan hadits).
Kata Yusuf Islam, “Jika sekiranya, aku mengenal umat Islam terlebih dahulu sebelum mengenal islam dari sumbernya, maka sampai kiamat pun aku tak akan pernah masuk Islam!”, hal itu karena sebagian besar kriminalitas di negerinya dilakukan oleh orang Islam.

Maka tajarrud ini maksudnya membersihkan diri, dan memahamkan islam ini. Hal ini dapat terlaksana dengan cara memperbandingkannya dengan yang lain. Sehingga kita akan paham mana yang benar dan salah. Seperti kita memperbandingkan pemilihan produk yang akan kita pakai, begitu juga dengan aqidah, sudah melalui perbandingan. Allah mengakhirkan kedatangan Islam, bukan langsung di awal, melainkan setelah melalui pergantian2 satu syari’at dengan syari’at yang lain. Hal itu untuk lebih memahamkan umat Islam mengenai kebenaran agama islam, dibandingkan dengan agama dan ajaran lain sebelumnya.

ISLAM, SUATU AGAMA atau ISTILAH?
Ingat ayat surat Al Ma’idah : 3, mengenai Islam yang sempurna. Bahkan kaum Yahudi mengatakan jika ayat ini turun pada masa mereka, niscaya akan dijadikan waktu turunnya ayat ini sebagai hari besarnya. Tapi ternyata, tentang sempurnanya agama ini hanya turun pada zaman Nabi Muhammad.

Kata-kata Islam sebenarnya bukanlah hal yang asing bagi kaum Ibrahim dan keturunannya. Hal itu disebutkan dalam surat Al Baqarah 128, atau pada surat Yunus. Islam pada waktu itu bukan dikenal sebagai suatu agama, melainkan sebagai istilah ‘penyerahan diri’ manusia kepada Tuhannya. Baru kemudian, kata Islam menjadi nama agama ketika zaman Rasulullah yaitu dengan turunnya ayat ketiga surat Al Ma’idah .

Dalam al baqarah 138, “shibghatallah” = celupan Allah. kalian boleh berdakwah mengajak yang lain, tapi siapa yang lebih baik ucapannya daripada berdakwah menuju Allah. Banyak orang yang kemudian takut dakwah karena takut apa yang diucapkan selama ini adalah hal yang tidak dilakukan. Tidak perlu khawatir, karena toh jika dia tidak berdakwahpun ucapannya akan tidak dihitung. Maka mana yang lebih baik? Mau berdakwah menuju celupan Allah, atau tidak berdakwah? Mau mendapat celupan Allah, atau celupan selain Allah? Ini perbandingan juga. Orang kalau sudah mendapat yang baik lalu dibuang, bukankah ia rugi?

Mengenai perbandingan dan tajarrud, Nabi Ibrahim memberi contoh yang luar biasa. Bagaimana ketika Nabi Ibrahim telah menemukan Tuhannya, ia segera berlepas diri dari apa yang bertentangan dengannya.
Kesalahan kita, kita sudah tahu bahwa itu tidak layak untuk kita lakukan, tapi mengatakan, “Ah, tidak apa, sekedar hiburan!”. Ini belum termasuk tajarrud, karena tangan kita belum tergerak melepaskan diri dari hal-hal tersebut. Maka semestinya kita benar-benar MENGULITI apa yang tidak benar itu!

CARA/TOLAK UKUR BERTAJARRUD
Ada 6 kelompok manusia, yang harus kita tahu, untuk kita mampu memperbandingkannya dan kemudian berloyalitas atau bertajarrud atasnya, yaitu:
a.       Muslim mujahhid – muslim, yang juga seorang pejuang
b.      Al muslim al jalis – orang islam yang hanya duduk-duduk
c.       Muslim atsiq – muslim yang berdosa
d.      Dzimmi mu’ahid - orang kafir yang tunduk dan ikut aturan Islam, adanya di negeri islam (tidak ada di Indonesia)
e.      Muhayyid – orang kafir yang tidak hidup di negeri islam, dan tidak hidup di aturan Islam, tapi mendukung Islam. Dapat dilihat pada kasus palestina, banyak orang kafir yang memberikan bantuan untuk perjuangan palestina.
f.        Muharriq – orang kafir yang memerangi umat islam

Dari keenam kategori ini, kita bisa memilih mana yang terbaik. Tentunya Muslim MUJAHHID. Maka, sikap kita adalah harus wala’ (loyal) pada orang seperti ini. Mendukung, dan menolong mereka!

Untuk orang muslim yang duduk-duduk saja, yang tidak banyak beraktivitas, seperti apa yang terjadi pada saat perang. Diajak berperang, ada yang hanya ingin berdoa saja semoga menang, atau ada yang menyatakan ingin menegakkan sunnah dulu, atau yang lain, ingatlah bahwa mereka adalah tetap saudara kita.

Jika mendapatkan muslim yang suka berbuat dosa, kita datangi dan ingatkan mereka. Jika tidak, maka kita sendiri yang akan rugi. Sebab kekalahan umat islam itu bukan karena kekuatan musuh, melainkan karena dosa yang dilakukan oleh umat islam itu sendiri.

Sa’ad bin abi waqash, saat memimpin perang, mendapati pasukannya di malam hari shalat tahajud dengan menangis. Maka, sa’ad merasa lebih tenang, “Sungguh, keadaan pasukan seperti ini lebih aku cintai daripada pasukan bersenjata lengkap, tapi melakukan maksiat!”

Umar bin Khattab, “Kita dikalahkan tidak dengan pasukan yang tidak lengkap, melainkan karena dosa yang banyak terjadi.” Maka jika melihat orang berdosa, bukan karena benci dia, tapi karena benci bahwa hal itu akan merugikan Islam seluruhnya.

Jika mendapatkan kaum dzimmi, hormati dan tidak menyakiti mereka, selama mereka tidak melakukan hal yang merusak kita. Sebuah hadist diriwayatkan Abdullah ibn mas’ud, “Apakah kalian sudah membagi makanan itu kepada tetangga Yahudi kita?”, “Apakah harus begitu?”, “Demikianlah Rasulullah mengajarkan kita!”. Hal ini merupakan bagian dari taklif, membuat mereka tertarik dengan Islam. Dan hal inilah yang dilakukan oleh da’i kaum nasrani, dsb.

Untuk orang kafir yang muayyid, kitapun bersikap baik pada mereka, dan memberi dukungan jika ada hal yang buruk menimpa mereka. Jadilah yang awal untuk membantu. Sebaliknya, kafir muarriq, kita benar-benar berlepas diri dari kelompok ini.

“Kita bandingkan, dan kita pahami, sehingga kita mengetahui mana yang baik dan buruk, mana yang kawan dan lawan, dan mana yang harus wala’ dan bara’. INILAH TAJARRUD : Ibarat orang mengayak tepung yang telah ditumbuk. Yang halus jatuh ke bawah, tinggal yang di atas yang kasar-kasarnya, untuk dibuang…”

CONTOH TAJARRUD
Mengikhlaskan hati mendukung Islam tanpa ada niat sampingan lain. Sebagaimana seorang yahudi yang menolak mendapatkan ghanimah karena sungguh niatnya adalah mati dengan leher tertembus anak panah, atau kisah Abu Bakar yang memberikan seluruh hartanya untuk perang, mencari keridhaan Allah atas hal tersebut.

Untuk zaman sekarang, tajarrud kita :
1.       Memahami agama dengan benar
2.       Komitmen menjalankan ajaran agama kita
3.       Menjauhkan diri dari apa yang merusak diri kita
4.       Mendakwahkan Islam kepada yang lain
5.       Tidak merepotkan pejuang dengan hal-hal yang dari diri kita tidak punya kepahaman penuh atasnya

Pertanyaan dan jawaban :
Ketika kita berdakwah, kita akan pasti masuk ke fikrah yang ada, dan yang terjadi adalah kita yang terpengaruh, bukan yang mempengaruhi. Hal ini sering terjadi. Ada yang ingin memperjuangkan Islam, tapi ketika sudah masuk system, lupa dengan tujuan awal. Bagaimana pendapat ustadz?

Hasan Hudzaibi, “Wahai ikhwan, tegakkanlah Islam di dalam hatimu, maka Islam akan tegak di hatimu”
Maka rukun ini ada setelah rukun-rukun lainnya, yang harus kita pahami. Maka yang harus dilakukan adalah KOMITMEN untuk tidak melakukan hal yang tidak benar. Kuatkan hati untuk menolak (BERLEPAS DIRI) dari hal tersebut. Jangan sampai mencari dalil dalam hati kita untuk membenarkan perbuatan salah tersebut. Sayyid qutub menyebut hal tersebut dengan ‘mengasingkan diri dengan perasaan’. Katakanlah bahwa “Apa yang aku lakukan adalah proses menuju kebaikan tersebut”, saat tidak bisa kita merubah dengan tangan atau lisan.

Orang yang mengingkari dalam hatinya, mempunyai mental kuat untuk berjuang merubahnya. Sedangkan jika dalam hatinya saja sudah tidak mengingkari dengan kuat, maka bisa jadi dia akan menganggap hal itu biasa saja, dan akan lebur di dalamnya. Nah, kalau kondisi mengharuskan kita turut dalam suatu acara yang kurang baik, pastikan bahwa posisi kita tidak menyebabkan orang berkesimpulan bahwa acara tersebut boleh diikuti oleh orang seperti kita.
Karyawan itu ada 2 tipe, karyawan yang dibutuhkan perusahaan, dan karyawan yang butuh pekerjaan. Jika kita punya kemampuan merubah kemungkaran dalam perusahaannya, rubahlah. Jika ternyata kita tidak punya kapasitas untuk merubahkan, berupayalah untuk menghindari atau minimal mengingkari sdalam hati tentang hal tersebut

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)