curhatibu.com

Bersama mereka, para penghafal Al Qur'an - 1


Bismillahirrahmanirrahim…
Rumah Qur’an, 18 November 2011.

Beberapa saat lalu, aku dimintai tolong oleh seorang ukhti di rumah ini untuk menyimak hafalannya. Ya, dia memulai dari ayat 181 Ali Imran sampai akhir juz ke 4 al qur’an itu, tepatnya surat An Nisa ayat 23. Subhanallah… Dia bilang, mengulang apa yang telah pernah dihafalnya. Pada salah satu ayat yang dibaca, terdapatlah ayat tentang waris. Cukup panjang, dan dia bilang,”Kalau sampai ayat ini, jangan dipotong ya, Mbak…”

Hehe…sedikit terbata dibandingkan ayat hafalannya yang lain. Mungkin karena memang cukup rumit ya… Ini ayatnya, pada surat An-Nisa,

11. Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

12. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

Hmm…panjang ya? Lain kali, kita bahas tentang ini deh… Ini kan ingin bercerita tentang para penghafalnya…

Ya, si adek yang aku simak hafalannya itu, meski terbata, tetap tenang, hingga satu per satu huruf, kata, kalimat ia lantunkan dengan nadanya yang minor. Minor? Ya, kalau boleh bilang begitu. Soalnya, saat baca Al Qur’an ia nya tampak sendu, seolah menghanyut ke dalam kisah demi kisah yang diberitakan ayat langit itu. Tak jarang ku saksikan matanya mengeluarkan air mata, menangis, atau sedikit terisak. Entah ayat apakah yang saat itu dibacanya, aku tak paham. Namun dengan melihat reaksinya, tampaknya ayat ancaman yang dibaca. Atau mungkin sebaliknya, aku pun tak tahu.

Dia sering tiba-tiba berkisah padaku tentang beberapa ayat al qur’an yang membekas di hatinya. Misalnya saja dalam surat Al Ma’arij. Beberapa ayat digarisbawahi karena ia bilang, “Itu sedih banget, mbak…”, atau “Itu dalam banget, mbak…”

“Dan tidak ada seorang teman karib pun menanyakan temannya”, tersebut pada ayat ke-10. Pada hari kiamat, jadi seolah kita tidak saling mengenal. Seperti lupa dengan hal-hal tersebut karena hanya mengingat bagaimana nasibnya di zaman akhir. Kadang, ayat ini menjadi salah satu yang menenangkan tatkala kita merasa tidak mempunyai seorang kawan, atau mungkin ada yang merasa kecewa dengan seseorang sahabatnya. Ya, karena toh nanti tidak ada yang saling menanyakan satu sama lain.

Namun, di ayat lain, ada lagi yang menyebutkan, bahwa “Teman-teman akrab pada hati itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa” (Q.S Az Zukhruf : 67). Kalau yang ini, bagiku, mengingatkanku untuk senantiasa menjalin persahabatan dengan yang lain. Yaitu persahabatan yang dilandasi dengan ketaqwaan dan kecintaan pada Allah, agar kita nanti dapat berkumpul di surga. Persahabatan itu mungkin sulit digambarkan seperti apa, apalagi jika terkait dengan niat yang tidak kita tahu. Namun, upaya kita pribadi untuk menjalin persahabatan yang menghantar pada kebaikan dan ketaqwaan harus selalu dilakukan. Bukankah kita ingin berkumpul dengan sahabat-sahabat kita saat di akherat nanti?

Ada lagi satu ayat dalam surat yang sama, yaitu pada ayat 19, “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan, dia berkeluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir”

“Sedih banget baca itu…”, katanya

Ya, itulah manusia ya, fitrahnya seperti itu. Apakah kita seperti itu? Atau seperti yang tersebut ayat selanjutnya?

“Kecuali orang-orang yang melaksanakan shalat. Mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta. Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya, sesungguhnya terhadap azab Tuhan mereka, tidak ada seseorang pun merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Maka barang siapa yang mencari di luar itu (seperti zina, homoseks, dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihata amanat dan janjinya, dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu dimuliakan di dalam surga”

Dan cukupalah perkataan singkatnya itu membuat yang lain ingin menirunya, meniru kelembutan hatinya, yang seolah mampu menangkap sisi-sisi terdalam dan sisi melankolis dari setiap makna yang disampaikan ayat langit itu…



Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)