curhatibu.com

Ini tentang IHSAN!!! Niat - Profesional - Khusnul Khatimah:)


Kajian Mutaba’ah bersama Ust. Fadlil Usman
@Masjid Baitul Maal, Jumat 18 november 2011, pkl. 19.49

Arkanud din – Rukun agama, dalam hadist arba’in imam nawawi. Jibrll datang menyerupai seorang laki-laki. Tidak lusuh pakaiannya, rambutnya, dsb. Tidak ada seorangpun yang mengenali. Orang tersebut duduk di depan rasul. Lututnya ketemu dengan lutut rasul. JIbril mengajarkan 3 rukun agama, yaitu:
1.     Al Islam, sebagai komitmen amal. Dengan kesaksian/perjanjian yang kuat berupa kalimat syahadat. Dari kesasiannya itu, dia berkewajiban beramal
2.       Al –Iman, sebagai Moral = nilai-nilai, keyakinan
3.       Al Ihsan, sebagai sebuah kualitas operasional/kualitas amal

Ketiga hal ini harus ada, tidak bisa terlepaskan. Ia merupakan satu paket. TIdak sempurna agama seseorang, bila berkurang salah satunya. Maka dalam al qur’an kita sering menemukan kata iman dan islam dalam satu ayat atau berbeda ayat. Jika disebut dalam 1 ayat secara bersamaan, maknanya Islam terkait dengan perbuatan, iman terkait dengan keyakinan. Namun, jika disebut terpisah (bukan dalam 1 ayat), maka masing-masing akan memiliki makna yang sama. Jika disebut islam, maka ia juga meliputi makna iman. Jika disebut iman, ia bermakna islam. Ini ada pada kaidah tafsir.

-Syarat ahli tafsir : hafidz qur’an, tahu asbabul ayat, hafal hadist (apalagi yang terkait dengan penjelasan al qur’an)-

Ihsan, akan muncul bila:
1.       Ada perasaan pengawasan Allah Swt (muraqabatullah). Unsur ini harus pertama kita munculkan dalam hati kita. Rasakan pengawasan Allah, baik dalam keramaian maupun dalam kesendirian. Sehingga, kerja kita tetap berkualitas kapan pun. Seseorang akan tetap beramal, meskipun tidak ada mandor yang mengawasi dirinya! Sabda Rasul dalam riwayat Bukhari Muslim, “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihatnya. Jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka munculkan perasaan bahwa kita dilihat oleh Allah!”
2.       Seseorang memiliki perasaan/kesadaran bahwa begitu banyak limpahan kebaikan Allah kepada dirinya – ihsanullah

Dua hal ini akan memunculkan motivasi amal yang sangat baik, dan ini akan melahirkan tiga hal (unsur), yaitu:
1.       Ikhlasunniyah, lillahi ta’ala. Mengawali setiap amal dengan niat yang ikhlas. Maka amal kita akan menjadi mudah, ringan, dan dilengkapkan. Bersihkan setiap kerja-kerja dari kotoran-kotoran yang akan merusak niat kita (Al Kholis). “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya. Bagi seseorang akan mendapatkan apa yang diniatkannya”. Contoh: kehadiran di halaqah. Niat pertama: ingin silaturahim, sehingga pada setiap pertemuan itu menumbuhkan cinta di antara sesama peserta dan murabbi. BIsa juga dengan niat yang lain, misal memperbaiki diri, ingin dapat ilmu, infak, belajar Al qur’an, atau mencari ridha Allah. Insya Allah akan mendapat banyak bonus dari setiap kehadiran kita di sana.  BOnusnya lagi, NIAT saja sudah dicatat!

Ada 3 amal yang masuk kategori ikhlas
a.       Beramal karena takut siksa Allah – amalun abin – amal seorang hamba saja (Q.S 27, 89-90)
b.      Beramal karena mencari pahala – amalun tajir – amalnya pedagang, mencari keuntungan (Q.S An Nahl 16 : 97)
c.       Beramal karena ingin bersyukur – amalun syakir – amalnya orang yang bersyukur. Tingkat ini adalah tingkatan Nabi. Nabi tidak lagi beramal karena takut atau mencari pahala, melainkan karena syukur. “Tak bolehkah aku bersyukur?”

Upayakan meraih yang lebih tinggi. Yang paling afdhal itu beramal karena ingin bersyukur kepada Allah Swt.

Ikhlas yang berat –yang biasa dialami- jika sudah puluhan tahun mengabdi, tapi tidak mendapat hal-hal duniawi, misalnya murabbi, tidak mendapat gaji. Tapi di sisi Allah, ia telah melakukan perdagangan dengan Allah, yang tiada pernah merugi.

Kisah Khalid bin Walid saat dipecat oleh Umar, dan digantikan Ubaidilah. mereka bertiga tidak memberitahukan perihal pemecatan dan penggantian tugas ini kepada prajurit yang lain. Dengan izin Allah, kaum muslim menang dalam perang tersebut. lalu, di akhir, Khalid barulah menjelaskan bahwa ia telah dipecat. Kaum muslim bingung, “Khalid, sungguh kami  tidak dapat membedakan dirimu, saat menjadi panglima atau prajurit” – ia tetap berjuang totalitas, apapun posisinya, “Saya berjihad bukanlah untuk khalifah, melainkan untuk Allah”

Saat Khalid Tanya kepada Umar tentang alasan pemecatannya, Umar menjelaskan, “Aku memecatmu karena cinta padamu. Karena aku khawatir engkau akan menjadi seorang yang dikultuskan oleh prajurit-prajuritmu. Aku pernah mendengar ungkapan mereka, ‘pokoknya kalau ada Khalid, kita pasti menang’, ini sudah menjadi indikasi hal tersebut. Dan aku ingin menyelamatkan umat dari syirik. Yang kedua, aku cinta pada engkau, tiap kali kamu shalat, bacaannya Al Ikhlas saja, karena tidak punya hafalan. Maka, aku minta kau istirahat dank u kirim ke madinah untuk duduk belajar”. Sejak Khalid masuk islam, sangat sedikit berada di majlis Rasul, lebih sering di medan perang. 

2.       Itqanul amal, amal yang professional, amal yang rapi. Dia sangat berhati-hati dengan setiap factor amal yang dilakukan. “Sesungguhnya Allah mencintai apabila seseorang mengerjakan sesuatu dengan professional.” Dalam al qur’an surat 67 ayat 2. Amal professional adalah amal yang paling ikhlas dan sesuai dengan sunnah.

Tahapan Amal yang Profesional:
a.       Perencanaan harian. Semestinya, “TIADA WAKTU YANG SIA-SIA TANPA AL QUR’AN”. Tips tilawah 3 juz – 2 juz nya duduk, 1 juz nya dalam shalat lail.
b.      Pengorganisasian
c.       Pelaksanaan
d.      Controlling = pengawasan

Kita bekerja dengan orang saja dituntut professional, bagaimana dengan Allah? Bagaimana dengan akherat kita?

3.       Jaudatul ‘adaai. Penyelesaian yang baik, khusnul khatimah
Awalnya sudah baik, perjalanannya sudah professional, maka akhiri pula dengan baik…^^
Kita disebut ihsan dalam beramal, jika kita mampu seperti itu! Tidak ihsan jika kita, misalnya, tidak rapi, tidak mengembalikan sesuatu pada tempatnya, yang sudah kita gunakan, termasuk membuat laporan atas apa yang telah kita lakukan (mengisi mutaba’ah). Itu berarti SUDAH MENGHANCURKAN SATU RUKUN AGAMA.

Ikhwan – akhwat (yang menjadi bahasa kita sehari-hari) adalah KARENA DIA SIAP MENJALANKAN ISLAM SECARA MENYELURUH DALAM SELURUH ASPEK KEHIDUPANNYA, bukan sekedar karena lakilaki-perempuan. Jalankan islam secara menyeluruh, termasuk ber-ihsan (niat, professional, dan jaudatul ‘adaai)!

Beramal yang ihsan hukumnya WAJIB
Sebuah hadist, “Sesungguhnya Allah mewajibkan Ihsan dalam segala hal”. Contoh yang diberikan Rasul adalah dalam menyembelih kurban, misalnya tidak boleh mengasah pisau di depan hewan kurban. Baru setelah posisi siap baru langsung dipotong. Lakukan dengan cepat hingga tidak ada rasa sakit yang dirasakan hewan. Jika dalam hal ini saja kita dituntut ihsan, apalagi dengan yang lainnya. Jika dengan hewan saja harus ihsan, apalagi dengan manusia. Kita, sebagai murid harus memuliakan (takdzim) terhadap guru.

BALASAN IHSAN?
1.       Mendapatkan cinta Allah. Surat Al Baqarah, 155. “Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan”. Surat Al Maidah 5:13. Dalam hadist qudsi, “Jika aku mencintainya, maka jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar. Dan sebagai penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat. Dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk  berbuat. Dan menjadi kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta padaku, pasti aku kabullkan
2.       Mendapatkan pahala dari Allah Swt. Surat Ali Imran 148, surat 55 ayat 60. Surat 10 : 26. Dan dia mendapat gelar bonus yaitu “Melihat wajah Allah”
3.       Mendapatkan pertolongan dari Allah Swt, berupa kemudahan, mendapat petunjuk, jalan keluar, dan dimenangkan dari musuh-musuh Allah. Surat 16:128, surat 29:69. Orang Islam itu selalu disertai Allah secara khusus.

Sebagai penutup, pelajaran tentang ihsan dari perang hunain. Perang ini memiliki jumlah pasukan yang sangat besar, hingga tidak ihsan, “Pokoknya kita tidak akan terkalahkkan!”. Apa yang terjadi, ternyata mereka kalah! Meskipun ada rasul di belakang mereka.
Ibnu Abbas memanggil, ‘Wahai orang baitul ridwan, orang anshar yang memberi pertolongan, alumni badar, …, “ orang-orang tersebut dikumpulkan, hingga akhirnya berputar baliklah kondisi yang ada menjadi kemenangan.

K.H Ahmad Dahlan, berkali-kali membahas Al Ma’un dalam setiap kajian, hingga ditanya mengapa. “Apa antum sudah mengamalkannya?”, “Belum!”, “Baiklah, kalau begitu kita kaji lagi…”. Mungkin materi telah banyak kita dapatkan, namun belum kita amalkan, maka kajilah terus lagi dan lagi!

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)