curhatibu.com

Mentoring itu...menyenangkan!


Subhanallah…
Hari ini, saya mendapat teori yang luar biasa mengenai mengelola sebuah mentoring. Ah, sering sekali merasa, bahwa ilmu yang baru saja saya dapat adalah sesuatu yang terlambat saya peroleh. Karena sebelumnya, saat saya semestinya membutuhkan hal ini, saya tidak mempunyai ilmu tentang ini. Dan baru sekarang lah saya memperolehnya, meski tak tahu pasti juga kapan akan benar mampu mempraktekkannya. Itu tak mengapa lah, toh, selama ini memang selalu begitu. Artinya, kita telah memiliki satu pengalaman ‘gagal’ atas suatu problem, dan solusi teoritiknya baru kita tau, sehingga jika nanti mendapati hal yang sama, kita mampu belajar darinya.

Mentoring. Sebenarnya, selama ini, saya tidak mendapatkan nihil pengetahuan tentang hal ini, tentang bagaimana mengelola mentoring. Apalagi, sempat saya mendapatkan amanah di bidang ini. Ya, dan Alhamdulillah, saya dibersamai orang-orang hebat yang telah mampu mengaplikasikan ilmu yang hari ini baru saya dapat, dalam pengelolaan mentoring mereka. Ah, ini sungguh luar biasa! Selama pemaparan materi tadi, bahkan ingatan saya tertuju pada sosok-sosok luar biasa di sekitar saya itu.

Ya, berbagi apa yang saya dapatkan tadi, beberapa hal yang mestinya harus dimiliki oleh seorang mentor adalah kebersediaan untuknya mengalah, kemampuannya mengasuh, dan kekuatannya bersabar. Karena yang kita hadapi, bukan orang-orang yang sudah mapan, bahkan adalah orang yang ‘anti’ terhadap mentoring. Butuh penanganan ekstra.

Tentang kebersediaan kita mengalah pada mentee kita, disebutkan oleh al ustadz, ada yang bertanya, “sampai batas apa kita harus mengalah terus pada mereka?”, jawab beliau, bahwa kita bisa mengalah sampai tidak ada batasannya, yang penting dia tetap bersama kita. Selama apa yang diminta itu tidak melenceng. Ini adalah salah satu peluang untuk kita mengambil hati mentee tersebut. Prinsipnya, “Saya tidak akan pernah mengatakan jangan. kata jangan itu akan saya pakai sampai suatu saat kata jangan itu harus saya gunakan!”.

Tentang kemampuan mengasuh, bahwa mengasuh itu bagaimana menjadikan seseorang itu merasa terhormat, dan potensinya diakui. Tak banyak orang yang mampu melakukan hal ini. Mengasuh perasaan seorang yang punya uang, sehingga ia mau berbagi. Mengasuh kesabaran seorang yang tak punya uang sehingga ia tidak minder dan justru bertambah bangkit dengan potensi lainnya. Mengasuh seorang yang sedang sedih, sehingga mampu menjadikannya momen muhasabah dan menangis berserah pada Allah. Mengasuh seorang yang sedang bahagia, agar kegembiraannya itu tak berlebih hingga membuatnya lupa dan kikir. Banyak lagi yang lain. Bagaimana mampu mengerti kebutuhan, untuk kemudian memberikannya. Bagaimana mengerti kelebihan, untuk kemudian mengoptimalkannya. Bagaimana mampu mengerti kekurangan untuk kemudian berupaya menjaga dan menutupnya.

Ada satu statement yang sebenarnya, sering sekali saya dengar dari seorang sahabat saya, “Karena kita mentarbiyah bukan untuk menjadikan mereka anak buah, melainkan sebagai partner kita dalam berdakwah nantinya. “Binaan saya suatu saat yang akan memimpin masyarakat ini!”. Ya, benarlah demikian adanya. Itulah yang pernah diajarkan mentornya padanya dulu. Dan beberapa saat kemarin, tatkala saya ngobrol dengan mentor SMA saya dulu, beliau pun menyatakan demikian, bahwa kita kan partner dakwah, posisi kita sama, tidak berbeda. “Mungkin, dulu saya murabbi mu, yang kedudukannya lebih tinggi darimu, tapi sekarang, saat tidak lagi demikian, kamu adalah menjadi partner dakwah saya! Tidak ada yang lebih tinggi, atau lebih rendah!”. Tambahnya kemudian, “Mungkin suatu saat, justru sayalah yang akan menjadi anak buahmu dalam kerja-kerja dakwah kita…”. Dan itu bukan hal yang buruk atau aib, melainkan hal yang luar biasa, bahwa kita mampu mencetak orang-orang terbaik dan lebih baik lagi daripada kita sendiri.

Tarbiyah itu banyak makna, dan merupakan proses tarbiyah itu sendiri. Yang perlu kita ingat adalah, tarbiyah itu proses panjang. Sangat panjang. Tak usah kita melihat hasilnya, meski bukan berarti tidak mengevaluasinya. Namun, fokuslah pada setiap proses yang kita lalui dan lakukan dalam proses mentarbiyah tersebut.

Tarbiyah itu pembentukan. Ya, itu yang sering juga disampaikan oleh sahabat saya. Tarbiyah itu kita membentuk orang! Membentuknya menjadi sebagaimana Islam inginkan. Tarbiyah itu pengembangan. Tak perlu lah kita mematikan potensi yang ada pada binaan kita, meski potensi tersebut cenderung Nampak sangat gaul atau mengarah ke hedonism. Cari dan temukan potensi yang ada, lalu arahkan menuju pandangan yang benar dari potensinya tersebut. Tarbiyah adalah pengarahan. Tarbiyah itu penugasan, di mana kita membentuk orang yang siap menerima penugasan sebagai partner dakwah kita di masa yang akan datang. Tarbiyah itu pewarisan. Jangan sampai kita datang, dakwah datang, tapi kita pergi, ianya ikut pergi. Tak ada kebaikan tersisa lagi. Ini bukan hal yang menunjukkan kehebatan kita, namun justru sebaliknya.

Tentang manajemen mentoring, sahabat saya telah banyak mengajari saya melalui bagaimana caranya mengelola kelompok mentoringnya. Dan itu persis dengan apa yang saya dapatkan materinya siang ini. Luar biasa. Semestinya, saya lebih peka lagi mengambil hikmah yang ada. Ya, dia mengelola mentoringnya, dengan bekal selama SMP-SMA hingga kini yang dia selalu berkecimpung pada hal yang sama, minimal ia selalu menjadi murabbi, dan ia buktikan bahwa ia murabbi yang luar biasa.

Ia mengajariu banyak hal. Mulai dari bagaimana memulai sebuah perkenalan dengan calon binaan kita, hingga tercipta kesan yang bagus untuk mampu bertahan selanjutnya. Dia banyak bercerita tentang ini, tentang pengalamannya saat penyambutan mahasiswa baru, bahkan saat pendaftaran mahasiswa baru itu. Prinsipnya, “mungkin dia akan menjadi binaanku selanjutnya”.

Lalu, tentang bagaimana perasaan positifnya yang selalu ditumbuhkan saat berhadapan dengan binaannya tersebut, “Saya yakin, dia nanti akan menjadi murabbi”. Padahal, waktu itu ia tahu bahwa binaannya adalah seorang yang ‘brutal’!

Mengenai teknis manajemen mentoring, mulai dari ia membuatkan nama groupnya, biodata kelompoknya yang harus ia tahu, rumah dan kondisi binaan yang harus juga ia ketahui, lalu masa-masa berat yang dialami oleh adek-adeknya, semua harus ia tahu. Tak jarang, dia berkata padaku, “Aku mau ke tempat adekku, ia kemarin tidak datang mentoring, mungkin ada sesuatu yang sedang ia alami”. Dan benarlah, ia ke sana. Terkadang, mengajak jalan-jalan satu dua orang untuk sekedar lebih mendalami apa yang mereka rasakan. Ah, bahkan ia punya daftar perkembangan mentee nya satu per satu.

Tentang program, jangan ditanya. Sering bercerita padaku, bagaimana setiap jum’at hari mentoringnya itu, ia mempersiapkan aneka jenis materi, dari kisah, film, video, lagu, atau buku-buku untuk menjadi bahan mentoringnya. Tak jarang juga, kegiatan mentoring dilakukan di cafĂ© untuk ifthar jama’I, lalu di akhir pekan riyadhah. Sesekali diajaknya mereka ke kajian keterampilan. Banyak yang telah mereka lakukan. Dan nyatanya, memang begitulah akan Nampak bagaimana tarbiyah itu. Mungkin, tidak banyak perubahan yang terlihat, tapi nyatanya saat ini, kelompok itu solid. Dan mereka yang ada di dalamnya, selalu terisi dengan kebaikan islam yang ditanamkan sang mentor pada mereka. Contoh yang luar biasa untukku. Masih banyak contoh yang juga luar biasa, namun, akan sangat panjang dan tidak selesai jika di bahas di sini.

Statement terakhir dalam tulisan ini, jadilah murabbi! Set-up ulang hati dan perasaan ini, “Saya ini adalah murabbi”. Jangan biarkan hanya menjadi orang yang ditarbiyah terus, karena ini akan menjadikan dia menjadi beban orang lain, sedang murabbi adalah orang yang mengurangi beban itu. Karena tarbiyah itu belajar dan mengajarkan… Hmm… paragraph ini yang begitu menohok hati saya. Semoga luka itu tersembuh atas materi yang saya dapatkan hari ini, dan yang telah lalu teringatkan kembali. Syukran untuk sahabat saya atas contohnya.

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)