curhatibu.com

Bukankah Kami Telah Melapangkan?

"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabb-mulah hendaknya kamu berharap."

Kau tahu, kawan, kutipan apa yang kutulis di atas? Indah bukan? Nasehat yang mengingati kita, menenangkan hati kita, dan menyemangati kita... 

Saya kutip beberapa bagian tafsir Ibnu Katsir tentang kutipan di atas, sebagai berikut..

"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?", maksudnya bahwa Kami telah menerangi dadamu, yaitu dengan cahaya Kami. Dan Kami telah menjadikan dadamu lapang, lebar dan luas. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al An'am 125, "Barang siapa yang Allah berkehendak untuk memberi petunjuk kepadanya, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam". Dan sebagaimana Allah telah melapangkan dada beliay, maka Dia menjadikan syari'at-Nya demikian lapang dan luas, penuh toleransi dan kemudahan, tidak mengandung kesulitan, beban, dan kesempitan. 

Lanjut ayat berikutnya ya..
"Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu". Hmm.. Maksudnya, adalah sebagaimana pada surat Al Fath:2, "Supaya Allah memberi ampunan kepadamu akan dosa yang telah engkau perbuat dulu dan yang akan datang."

(Bebanmu) "Yang memberatkan punggungmu?", ulama salaf berpendapat, bahwa maksud ayat ini yakni yang bebannya telah memberatkanmu... Hmm...*paham kan?

"Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu", menurut Mujahid, "Aku tidak disebut melainkan disebutkan bersamaku kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhaj diibadahi dengan benar selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah". Atau menurut Qatadah, "Allah meninggikan sebutan beliau di dunia dan di akhirat. Tidak ada seorang khatib, orang yang mengucapkan syahadat, dan juga orang yang mengerjakan shalat, melainkan menyebutkan kesaksian : Aku bersaksi bahwa tiada ada ilah yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah."

Nah, itu ayat berikutnya ini yang paling sering kita dengar pembahasannya, yaitu "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan"

Allah Ta'ala memberitahukan bahwa bersama kesulitan itu terdapat kemudahan. Kemudian Dia mempertegas berita tersebut. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al Hasan, dia berkata, "Nabi pernah keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang dan gembira, dan beliau juga daam keadaan tertawa seraya bersabda:

"Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, karena bersama kesulitan itu pasti terdapat kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan"
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesulitan itu dapat diketahui pada dua keadaan, di mana kalimatnya dalam bentuk mufrad (tunggal). Sedangkan kemudahan (al-yusr) dalam bentuk nakirah (tidak ada ketentuannya), sehingga bilangannya bertambah banyak. Oleh karena itu, beliau bersabda, "Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan"

Ibnu Duraid berkata, "Abu Hatim as-Sijistani mengumandangkan sya'ir untuuku, 
Jika hati telah menguasai keputusasaan
Dan sudah menjadi sempit oleh dada yang lapang
Ia menginjak semua yang tidak disuka dan menjadi tenang
Dan menancapkan kesulitan di beberapa tempat
Dan untuk menyingkap mudharat, ia tidak melihat jalan
Dia mendatangimu dalam keadaan putus asa dari meminta bantuan
Yang diberikan oleh Yang Mahalembut lagi Maha mengabulkan
dan setiap kejadian itu jika berakhir, 
Maka akan membawa kepada kebahagiaan yang dekat

Penyair lainnya mengungkapan, 
Tidak jarang musibah itu membuat sempit gerak pemuda, dan pada sisi Allah jalan keluar diperoleh. Lengkap sudah penderitaan. Dan ketika kepungan mendominasi, Maka terbukalah jalan, yang sebenarnya dia menduga musibah itu tiada akhir. 

Okey,,next ayat!
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap"

Apa maksudnya? Hmm...sepertinya kita bisa merasakan pesan yang disampaikan ayat itu.. Tapi kita lihat apa yang disampaikan oleh Ibnu Katsir...

Maksud ayat ini adalah jika engkau telah selesai mengurus berbagai kepentingan dunia dan semua kesibukannya serta untuk memutus semua jaringannya, maka bersungguh-sungguhlah untuk menjalankan ibadah serta melangkahlah kepadanya dengan penuh semangat, dengan hati kosong lagi tulus, serta niat karena Allah. 

Dari Ibnu Mas'ud, "Jika engkau telah selesai menunaikan berbagai kewajiban, maka bersungguh-sungguhlah untuk melakukan Qiyamul Lail. Dan di dalam sebuah riwayat dari Ibnu Mas'ud, "Dan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh, Dan hanya kepada Rabb-mulah hendaknya kamu berharap." Setelah selesai dari shalat yang engkau kerjakan, sedang engkau masih dalam keadaan duduk, 'Ali bin abi thalib meriwayatakan dari Ibu 'Abbas, ia berkata : "Dan jika engkau telah selesai, maka bersunguh-sungguhlah, yakni dalam berdo'a. Wallahu a'lam.

:'(
Paragraf terakhir dari tafsir Ibnu Katsir ini, luar biasa ya!! Kalau sudah menunaikan kewajiban, kita diminta qiyamul lail, terus berdo'a, dan berharap hanya pada Allah... Kenapa setelah kita menunaikan kewajiban, diminta qiyamul lail, lalu berdo'a dan berharap hanya pada Allah ya.. Hmm.. 

Allah telah melapangkan syari'at ini, luas, penuh toleransi dan kemudahan, tidak mengandung beban dan kesulitan dan kesempitan. Dalam setiap kita berada, kita harus tetap bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan Rasul adalah utusan Allah. Kita pun harus ingat, bahwa dalam hidup ini, yang namanya kesulitan-kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan kemudahan yang didatangkan Allah pada kita dan kehidupan kita, maka semestinya tidak perlu kuatir. Yang penting, kita kerjakan semua kewajiban kita, lalu serahkan semuanya pada Allah, dan kita berdoa dan memohon dalam qiyamul lail kita.Itu saja. 

Ya, bukankah Allah telah melapangkan? Maka mengapa kita suka mempersulit kehidupan kita? Kita persulit dengan mempersulit ibadah dan syari'at islam yang lain, akibatnya kita merasa berat lah, bingung ini itu, padahal bukan merupakan hal yang pokok. Lalu kita pun sering lupa bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Lebih suka menuhankan yang lain, seperti harta, rumah, mobil, jabatan, dsb, lupa bahwa semua itu akan dihancurkan. Tak kita bawa. Selain itu, kita suka tidak yakin tentang janji kemudahan yang telah diberikan Allah. Ada kesulitan sedikit saja, mengeluhnya ke mana-mana, seolah punya masalah paling berat di dunia ini, dan seolah masalah itu tidak bisa diselesaikan. Akibatnya, stress, depresi, sakit-sakitan, hingga rusaklah masa depan dan harapan hidupnya. Menjadi orang-orang yang berputus asa dari rahmatNya, padahal kata Allah, tidak berputus asa kecuali orang kafir...:'(. Dan yang terakhir, orang suka lupa bahwa Allah telah menyediakan fasilitas sabar dan shalat untuk meminta pertolongan. Qiyamul lail, menjadi waktu yang sangat indah untuk pertemuan seorang hamba yang memohon kepada Tuhannya. Tapi nyatanya, jarang yang melakuka. Pun untuk berdoa saja, begitu sombongnya. Menyangka tiada guna berdoa. Tidak yakin lagi atas kuasa Allah, bahwa Allah yang mengatur semua kehidupan ini. Hheu...

Astaghfirullahal'adzim.. Semoga menjadi bahan renungan saya, dan mungkin kawan-kawan. Semoga Allah mengampuni kita, menjadikan kita golongan yang senantiasa mentadaburi Al Qur'an, karena sungguh AL Qur'an adalah nasehat terbaik untuk kita. tak percaya? Coba saja, saat kita merasa jenuh, bad mood, sedih, dsb, bacalah Al Qur'an, atau bersama terjemahnya. Insya Allah lebih baik... ^_^

-Mengenai tafsir, diambil dari tafsir Ibnu Katsir jilid 10-

Fajar, 26 Desember 2011

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)