curhatibu.com

"Kita sama-sama belajar...."

"Kita sama-sama belajar...."

Iya, belajar apapun. Maka aku pernah memakai judul blog yaitu "Belajar" - lupa tepatnya apa. 

"Yang pinter ya, Nduk...", kata beliau, sosok yang kala itu nampak sangat kepayahan dengan sakitnya. 

Akhir-akhir ini baru kusadar, bahwa yang dimaksud tidak sebatas terkait kemampuan kognitif, yang diperlihatkan dengan perolehan angka/nilai/huruf A/B/C/D, dan seterusnya.

Ya, disadarkan oleh perkataan seorang, sore itu, hari sebelum aku halal menggenggam erat jemarinya. 

"Ya, ingat pesan ibu dulu kan, sebelum meninggal. Sing pinter yo, nduk.... Didoakan supaya kamu menjadi anak yang pinter. Bukan masalah pelajaran, kuliah, sekolah. Tapi ya pinter dalam banyak hal. Pinter mengurus diri, lalu pandai melayani suami, menata rumah tangga, bergaul dengan tetangga, dalam dakwah masyarakat, dan nantinya pinter dalam mendidik anak-anak kalian."

Aku hanya mengangguk, kemudian tersadar, bahwa saatnya sudah dekat. Dan aku harus belajar lebih cepat, dan lebih banyak. Dan kala esoknya lengkap sudah ketergenapan dien ini, aku mulai menyadari, bahwa memang semakin banyak hal yang harus dipelajari. Tidaklah cukup satu dua tiga atau sepuluh buku tentang rumah tangga dibaca untuk memahami hal ini. Maka, cukuplah setiap detik, menit dan jam yang terlalui adalah saat terbaik untuk mengambil ilmu, meraup hikmah, tentang apa dan bagaimana semestinya. 

Maka aku pun lega, kala terucap kalimat, "Kita sama-sama belajar..."

Kesalahan, banyak. Bahkan sudah hampir 1 pekan sejak hari sakral mengharu biru itu. Ketidaksempurnaan, apalagi, ada di sana sini. Ketidakmengertian, ketidakpahaman, pasti akan terjadi. Nah, yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita bersama saling berpaham bahwa sang tulang rusuk sedang mencoba menyatu padu dalam sinergi bersama sang pemilik yang dinantikannya sejak lama. Sehingga keberpahaman itu menghantar pada kemakluman, dan kesabaran dalam mengajak belajar, dan keikhlasan dalam menerima pembelajaran. 

Seperti sungai yang mengalir, bening airnya pun selalu artikan keseimbangan syair;
yang satukan dua perbedaan dalam satu ikatan,
untuk melihat kekurangan sebagai kesempatan dan kelebihan sebagai kekuatan;
lalu saling mengisi seperti matahari dan bulan,
dalam ruang kesolehan dan kasih sayang,
bagi sejarah penutup halaman terakhir perjalanan para ksatria sastra, dakwah dan jihad.
Tercatat dalam untaian rahmat,
berakhir dalam catatan terakhir yang mulia,
digariskan hanya oleh ketetapan Allah subhanahu wata’ala
 (Catatan terakhir - Tufail al-ghifari)

Karena kita sedang sama-sama belajar, menjadi sosok yang lebih baik, baik diriku, dan untukmu...

"pernikahan adalah proses pendewasaan, karena mengajarkan seberkah makna tanggungjawab, " (andi nur syamsudin)

inilah yang membuat kita akan terus ber-sama-sama belajar, bukan?

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)