Saya heran ada al-akh mengaku pernah
lari sepuluh putaran mengelilingi kampus STAN tanpa berhenti (1 putaran = 0,5
km). Padahal ia termasuk sosok yang sederhana, biasa saja, tak terlalu ‘wah’
dalam bidang olahraga.
“Kenapa bisa begitu?” Tanyaku kepadanya. Dengan santai
ia menjawab, “Ini semua karena Al Quran.”
Saya pun terkejut. Bagaimana
AlQuran bisa membuat seseorang berlari begitu santai, pelan, konsisten, dan
tanpa berhenti sekalipun?
Ia menuturkan jawabannya perlahan tapi pasti,
“Boleh jadi yang menjadi pelajaran bagaimana bisa berlari seperti saya ini
adalah istiqomah. Namun, sebetulnya ada penjelasan yang lebih sederhana daripada
itu. Saya membaca AlQuran. Cukup itu saja. Dengan tajwid yang baik, dengan tempo
yang pas, tanpa mencuri nafas sekali pun. Hm... Begitulah. Saya rajin membaca
Quran dengan menahan nafas. Bukan membaca Quran dengan taruh nafas seenaknya. Karena kalau bernafas seenaknya, dikhawatirkan makna kalimat di dalam AlQuran yang kita baca jadi beda. Lha wong, panjang dibaca pendek aja bisa beda arti... Hehe.”
Quran dengan menahan nafas. Bukan membaca Quran dengan taruh nafas seenaknya. Karena kalau bernafas seenaknya, dikhawatirkan makna kalimat di dalam AlQuran yang kita baca jadi beda. Lha wong, panjang dibaca pendek aja bisa beda arti... Hehe.”
Hm, jawaban yang cukup mengejutkan bukan? Namun, ada satu hal yang
menggelitik penasaran saya kepada al-akh tersebut. Saya ungkapkan dengan
pertanyaan selanjutnya, “Kenapa memakai earphone? Antum suka mengatur tempo lari
dengan musik yang Antum dengar ya?”
Sekali lagi al-akh tersebut menggeleng.
Sontak saya pun lebih penasaran lagi. Al-akh itu kemudian menjejalkan
earphonenya ke telingaku, dan terdengarlah lantunan Quran yang belum pernah
sekalipun kudengar nadanya.
“Murottal siapa ini?”
Ia menjawab sambil
tersenyum, “Murottal saya! Saya merekamnya.”
Tanpa saya tanya lagi, ia
menjawab sebuah pertanyaan yang mendasari judul ini. Hm... Apa kaitan antara
Lari dengan AlQuran?
Ia mengungkapkan, “Karena membaca AlQuran telah membuat
saya bisa lari dengan santai, konsisten, bahkan hingga sepuluh putaran, maka
saya harus melakukan sesuatu dengan AlQuran. Saya harus memberikan timbal balik
sebagai ungkapan rasa syukur saya. Yakni dengan menghafalkan AlQuran melalui
cara pendengaran. Mungkin dengan mendengar kita tidak serta merta langsung
hafal, paling tidak kita awali dengan ‘asyik’ mendengar AlQuran, siapa tahu,
Allah memudahkan kita melalui cara mengahafal metode klasik setelah kita
familiar dengan sering mendengar ayat-ayat yang kita ulang.”
Aku terperangah
mendengar jawabannya. Hm... Bagaimana ini, apakah kita bisa mengaplikasikannya?
Oh, mudah sekali. Tinggal siapkan gadget, earphone, lalu berlarilah. Jika
membaca Quran ‘tanpa nafas’ mampu membuatmu bisa tahan berlari beberapa putaran,
maka yakinlah bahwa lari itu pula yang akan membuatmu familiar dengan AlQuran.
Asalkan tidak meninggalkan metode klasik menghafal; duduk beberapa saat untuk
bertukar rindu dengan AlQuran, tak lain untuk menghafal.
Alhamdulillah... (by
Nicholas Schemer)
Post a Comment