curhatibu.com

Anniversary?


Tak sengaja lihat notifikasi di blog, bahwa kami sudah menikah selama 4 tahun. Hohoho.. ga kerasa yak.. Alhamdulillah Allah memberikan banyak sekali kenikmatan selama 4 tahun pernikahan ini. Meski naik turun kehidupan kami, tapi kami merasa terus menanjak. Menanjak dalam pengertian kami, maksudnya. Ibarat orang naik gunung (halah, wong ga pernah naik gunung); ibarat apa ya jadinya.. ibarat kita mau ke kota di puncak, jalanan yang kita lalui pun tidak selamanya naik, adakalanya juga akan turun, lalu naik lagi, sesekali turun lagi. Tapi meski naik turun, tetap terus menanjak menuju tujuan. Ya begitu begitu lah perumpamaannya. -_-

Empat tahun masih sangat terhitung baru, baru sekali. Ujiannya tentu tak sama dengan pernikahan ayah ibu kita yang sudah puluhan tahun lamanya. Meski seringnya, tatkala kita sedang "diuji". langsung merasa bahwa kita adalah makhluk paling beraaaat ujiannya. Haha... Maklum, masih anak bawang. 

Ada banyak hal yang justru bisa kita pahami tatkala terjun langsung di dalamnya. Bisa jadi kita, sebelum menikah, sudah khatam aneka buku pernikahan. Tapi, koq ya kalau sudah berada di dalamnya, masih sering kelabakan. Yes. Tak apa. Namanya juga manusia yang sedang berproses, sedang belajar berkehidupan bersama. 

Namun, sebenernya segala persoalan "bisa" selesai dengan "adem" jika kita mengembalikan pada Allah Swt, yang menggenggam hati kita, dan pasangan kita. Karena konflik tak mungkin tak terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Apalagi jika pernikahan benar-benar kita awali dari "NOL". 

Konflik yang perlu di-manage juga adalah persoalan yang terjadi dengan keluarga besar kita. Ya, mertua, ya orang tua, ya saudara. Karena kita menikah tidak hanya urusan berdua - tapi mengikutsertakan seluruh keluarga besar. Perbedaan pandangan dan kebiasaan, pasti ada. Perbedaan cara/metode dalam menyelesaikan konflik juga beda beda. Perbedaan cara memahami persoalan, ya tidak sama. Perselisihan sangat mungkin terjadi; lebih lebih jika kita tinggal "bersama" mereka. Kelapangan jiwa perlu lebih kita sediakan untuk menghadapi konflik yang pastinya akan lebih sering ada. 

Permasalahan dan pembelajaran tidak terhenti di wilayah saya-pasangan- dan keluarga besar masing-masing; tapi ada yang lebih "pelik" adalah tetangga. Karena mereka adalah lingkungan terdekat kita, setelah keluarga.. Kalau ada sesuatu yang genting, tetangga-lah yang akan pertama membantu. Kalau ada sesuatu yang mengganggu, tetangga jua yang pertama merasakannya. Itulah kenapa salah satu nasehat saat memilih domisili adalah "pilih tetangga dulu". Karena tetangga baik adalah kenikmatan yang tiada terkira. Kita, dan anak-anak kita akan tumbuh bersama mereka. Tauladan baik buruk akan begitu mudah ter"sibghoh" oleh tetangga kita. Maka mendapatkan tetangga yang baik harus menjadi pilihan pertama, sebelum memilih "mau tinggal di mana". Ah, betapa sulitnya hidup jika kita tinggal bersama tetangga yang akhlaknya buruk. Tetangga yang kerjaan sehari-harinya suka nggosip, ngurusin urusan dapur orang, nyalain musik yang kencengnya bisa didenger warga 1 komplek, tetangga yang kasar dan suka berkata kotor, tetangga yang suka parkir sembarangan sehingga mengganggu kita keluar masuk, tetangga yang suka buang sampah sembarangan, tetangga yang tidak punya kepedulian apapun pada warga sekitar, dan aneka akhlak buruk lain. Karena hidup kita sehari-hari akan bersama mereka, maka jadikan ini yang utama. 

Pembelajaran berikutnya terkait dengan pekerjaan dan amanah kita dan pasangan kita. Jika tidak ada saling pengertian, atau singkatnya : tidak ada penyamaan visi "untuk apa saya bekerja dan untuk apa yang menerima amanah ini", jadilah perselisihan terjadi. Apalah yang satu terlalu sibuk, yang satu terlalu cuek, yang satu tak mudah memberi pengertian, yang satu merasa diabaikan, atau apapun itu. Semuanya bermuara pada "bagaimana komunikasi" selama ini. Sudahkah masalah pekerjaan dan amanah benar-benar kita obrolkan berdua, sehingga bisa saling paham apa yang sedang dikerjakan? Sudahkah satu sama lain bersinergi, sehingga tidak merasa terabaikan, namun justru dapat saling membantu terlampauinya asa bersama? 

Ya, seperti itulah.. Masih teramat banyak "mata pelajaran" yang sedang kami pelajari setiap harinya. Memperbanyak belajar, mendengar, memahami apa yang terjadi dan yang semestinya dilakukan. 

Sekali lagi, empat tahun barulah masa yang sangat muda untuk suatu pernikahan. Masih terlampau banyak hal yang butuh evaluasi, dan perbaikan. Pun, masih banyak hal yang harus kita pelajari sehingga dapat menjalani hari hari berikutnya dengan "lebih bijak". 

Allahu musta'an.. Semoga Allah senantiasa memberkahi kehidupan kita ini.. Semoga Allah menjadikan pernikahan ini sebagai jalan TOL saya mendapat pilihan pintu surga "yang terserah saya, mau masuk melalui pintu yang mana". 

Barokallahu fiikum 

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)