curhatibu.com

Apa Yang Kau Inginkan? - Resume Kajian Ust Nuzul Dzikri


Apa yang menjadi alasan kehadiran kita dalam majelis ilmu? Apakah jumlah yang hadir itu menjadi parameter kebaikan kehadiran seseorang dalam majelis ilmu, untuk dibanggakan; maka tentu generasi kita lebih baik dari generasi terbaik. 

Jika angka kehadiran menjadi patokan keberhasilan suatu dakwah, lalu menjadikannya sesuatu yang dibangga-banggakan maka itu tidak ikhlas. Jika kehadiran kita dalam majelis ilmu, untuk menjadi ulama, atau untuk menarik perhatian manusia, supaya manusia menuju kepada dirinya; maka neraka menjadi balasan. 

Sifat Utama Ahli Ilmu yang dipuji dari Allah, yang mengamalkan ilmunya, adalah NIAT. Niat adalah hal yang pertama kali harus dipastikan ikut kepada diri kita, tatkala kita masuk ke masjid untuk  menuntut ilmu. 
Yang pertama kali dari ilmu adalah Niat (Ibnul Mubarok). 
Pastikan niat kita benar, karena tujuan itu yang menentukan kita bagaimana jalannya nanti. Kendaraan ditentukan, setelah kita menentukan tujuan/niat. Jangan nyari tiket pesawat, pesan tiket; padahal mau pergi dari Bintaro ke Blok M. Pastikan dulu tujuan, baru diatur kendaraan, rute, dll. 
Malik bin Dinar, dinukil dalam kitab Hilyatul auliya, berkata, "Kalau saja ilmu ini Anda pelajari karena Allah Swt, maka niat yang ikhlas itu akan terlihat pada diri Anda, dan akan tercermin dari amalan amalan Anda."
Niat seseorang akan tertampak pada bagaimana perilakunya : saat datang kajian, cara jalannya tertampak, apa yang dilakukannya saat sampai di lokasi kajian, sikap saat nyari tempat, cara menyimak saat kajian, ngobrol atau serius atau santai, atau ganti status (jika niat karena Allah buat apa ngasih tau orang lain, ngasih tau semuanya), apakah dia tidur saat kajian, nyatat atau ndak, bagaimana dia mengkondisikan anaknya untuk tenang, juga apakah setelah kajian diamalkan atau tidak, dsb --- ini semua adalah cerminan niat seseorang saat hadir di  majelis ilmu; apakah karena Allah, apakah karena diri sendiri. Meski tidak diawasi oleh ustadz, tapi Allah Maha Menyaksikan. 

Niat yang ikhlas itulah yang membuat kita menjadi penuntut ilmu yang rajin beramal, penuntut ilmu yang bisa mengejawantahkan ilmunya dalam kehidupan sehari hari, penuntut ilmu yang bisa menjadi berubah lebih baik. Niat yang ikhlas saat belajar akan nampak dalam diri, dalam sikap, dalam akhlak, semangat ibadah, diksi yang kita pilih, semangat beramal sholih, dll.

Hati-hati dengan niat yang tidak ikhlas semisal mencari kekuasaan, popularitas, mencari harta, mencari pengikut, followers, dll. Jangan jadikan itu sebagai tujuan. Jangan jadikan pujian sebagai tujuan. Ulama menjelaskan, bahwa penuntut ilmu yang junior (masih di awal awal), melihat ilmu sebagai alat yang bisa menjadi magnet pujian untuk dirinya. Itu menggiurkan. Ilmu punya kemampuan membuat pihak lain kagum/terpesona dengan pemiliknya.
Kata ulama, "padahal ilmu itu sejatinya adalah ujian kepada seorang hamba, tentang keikhlasannya, tentang ketawaduannya, tentang apakah dia menggunakan adab-adab ilmu atau tidak menggunakannya. "
Maka jangan berfikir tatkala ketika kita hafal 30 juz, atau juz 29, 28 itu adalah kebahagiaan, pujian; dll. Itu UJIAN. Ilmu bukanlah alat/daya magnet PUJIAN, show off, menang-menangan; tapi ilmu adalah UJIAN atas ikhlas, tulus, tawadu'.
Al Imam al bani mengatakan hadits berikut shahih li ghairihi; Rasulullah bersabda, "siapa yang menuntut ilmu untuk berdebat dengan orang orang bodoh, atau memperbanyak jumlah ulama, dan memalingkan wajah manusia ke dirinya; Allah akan masukkan dia ke neraka."
TENTANG DEBAT
DEBAT : hati-hati dengan debat. Siapa yang menuntut ilmu untuk berdebat, misal di grup WA keluarga, alumni almamater, netizen, dll, Allah masukkan ke neraka. Debat yang dimaksudkan adalah debat kusir, untuk menunjukkan "saya pintar", ga mau kalah, maunya terlihat benar, ambisi ingin terlihat sebagai pemenang.

Para ulama, tentang ilmu, ambisi mereka adalah surga, dibebaskan dari neraka; bukan menang debat. Tidak ada manfaatnya diakui pemenang oleh manusia, sedang nyatanya masuk neraka; tidak ada gunanya. Ciri orang bodoh adalah suka debat kusir, dan harus diakui dia paling jago. Ini kata Muhammad bin Al Husain.
Kata Hasan Al Basri, "Kami ngga pernah melihat ada ahli fiqih yang hobi debat kusir!"
Debat kusir adalah karakter spesialis orang awam/orang bodoh. Pakar justru tidak suka debat kusir. Mengapa demikian? Karena pakar dan ulama mengetahui hadits nabi, dalam hadits riwayat Abu Dawud, "Aku jamin istana di surga, bagi siapa yang meninggalkan debat kusir, walaupun dia di posisi yang benar!"
Jadi jika ada yang provokasi untuk debat, ingat sajalah, "Ladenin, atau istana? mau yang mana?"
Para ulama tidak tertarik debat kusir. Debat itu ada di dalam quran (An Nahl 125) --- tapi bukan debat kusir. Yaitu dengan debat yang terbaik (niat benar mencari kebenaran, dengan cara, kata kata yang elegan, yang baik). Imam Syafii tak peduli apakah seseorang beroleh kebenaran dari lisan beliau atau lisan orang lain; yang penting yang dibawa adalah kebenaran.

Ibnu Abi Hadi berdebat, lalu diludahi lawan debatnya; tapi yang dikatakan beliau adalah, "ludah ini suci, dengan kesepakatan para ulama." Lalu beliau bertanya, "apakah ada dalil yang ingin antum sampaikan lagi? Jika tidak ada, kita selesai ya.." ini debat yang 'billati hiya ahsan'
Jadi tahan lah diri kita dari debat kusir. Supaya bisa mendapat istana di surga. 
Ilmu itu bukan untuk diperdebatkan. Kita belajar untuk menjadi orang bertaqwa, bukan menjadi orang yang nampak paling pinter, paling sunnah. Tapi kita ingin menjadi orang yang lebih baik.
Kata Imam Hasan Al Basri, "Seorang mukmin menyampaikan ilmu dengan cara yang baik, yang santun; dia menyebarkan hikmah dari Allah. Jika yang disampaikan itu diterima oleh lawan bicara, maka dia akan memuji Allah Swt. Dan jika dalilnya dibantah (dan bantahannya ngga ilmiah/ga nyambung/kekanak-kanakan) dia tetap memuji Allah (ngga marah)"
Jangan terjebak dengan debat kusir; di manapun, apalagi sama orang tua. TIDAK BOLEH debat kusir sama orang tua. Sampaikan, jangan terpancing, "iya"in saja. Alihkan saja dengan perbincangan lain. Jangan terjebak berdebat kusir.

Debat kusir itu mengeraskan hati, maksudnya ia akan mengaktifkan insting kita untuk TAMPIL, dianggap, cari panggung, dianggap sebagai pemenang, insting ga mau kalah.
Kata Imam Al Auza'i , orang yang suka debat sana sini, hatinya keras, amalannya pasti bermasalah. Jika Allah ingin keburukan, maka Allah jadikan ia hobi berdebat dan tidak suka beramal. JIka Allah kebaikan, maka Allah jadikan ia hobi beramal, dan tidak suka berdebat. 
Imam Al Ghazali menambahkan alasan lain dalam kitab Haqiqatul Qulain, "di sisi lain, lawan debat kita yang ngeyel, debat hanya menambah ke-ngeyel-annya dan penolakannya terhadap kebenaran"

Orang yang mencari kebenaran itu tidak butuh debat kusir. Kasih dalil, benar, diterima. Atau orang yang NGEYEL, yang dengan debat hanya akan menambah penolakannya terhadap kebenaran. Tambah didebat, tambah dia akan menolak. Jadi sudah hati sendiri jadi sakit, lawan debat kita juga tidak mau menerima. Rugi. Hati sudah ditempa dengan ngaji, ibadah; harus kembali rusak karena debat. Maka, jauhi perdebatan baik dengan lisan, maupun dengan JEMPOL.

AMBISI MENJADI ULAMA - Show off, pamer, diakui sebagai seorang alim

Niat yang keliru dalam menuntut ilmu adalah jika untuk menjadi ulama. Seorang ulama itu bahkan menghindari melabelkan diri sebagai ulama. Para ulama menyadari bahwa ilmu adalah ujian, tanggung jawab, bukan magnet penarik pujian orang. Para ulama itu justru merasa dirinya jauh dari level ulama.

Selevel Syaikh Al Albani, saat sebuah muhadarah, disebut oleh MC, disebutkan gelar, "pakar hadits abad ini." beliau klarifikasi. Kata beliau, "Terimakasih atas pembukaannya, tapi yang disampaikan moderator tadi keliru. Saya bukan pakar hadits, tapi saya adalah penuntut ilmu junior. " Lalu  beliau menangis, sedih, takut dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.


Ahli Ilmu itu tidak mengincar label ulama. Mereka jadi ulama karena memang kapasitas mereka demikian. Tapi ambisi mereka tidak untuk menjadi ulama. Mereka tau hadits, dan niat mereka jujur.

Syaikh SHoleh Fauzan tidak mau dipanggil demikian pula. Saat beliau disuruh cerita tentang pribadi beliau, beliau ga mau cerita. Cerita sekedar formalitas. 

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)