curhatibu.com

Menghafal Quran Semudah Al Fatihah - Ust Arham Ahmad Yasin



Persepsi selama ini : Menghafal quran itu monopoli orang pesantren/orang yang mondok, nyantri.  ---> Padahal sesungguhnya kita punya kesibukan yang sama, hak yang sama untuk  mudah dalam mempelajari quran. Maka, peluang untuk menjadi shohibul quran pun sama.


Beberapa yang harus dipahami : Jika kita seorang muslim, maka menjadi tanggung jawab kita menjaga kitab Al Quran ini. Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan quran, dan merendahkan yang lainnya. Tinggi rendahnya derajat seseorang tergantung dengan besar kecilnya interaksi seseorang dg al quran. Dalam hadits lain disebutkan bahwa dikatakan pada shohibul quran di yaumil qiyamat, "bacalah, naiklah, dan tartilkanlah sebagaimana engkau mentartilkannya di dunia. Maka sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang engkau baca". Sabda lain, "bacalah Al Quran, sesungguhnya dia akan datang di hari kiamat menjadi penolong shobib-shohibnya". 

Makna Shohib : Pemilik atau teman. Ada tingkatan teman, ada yang dekat, ada yang setahun sekali belum tentu bertemu. Dengan Quran, interaksinya pun berbeda-beda; ada yang baca setahun sekali, sebulan sekali baca 1 lembar, baca 1 hari sekali dengan bacaan belepotan, ada yang baca banyak 1 hari dengan bacaan yang benar, ada yang sampai paham, ada yang ditambah menghafalnya. Jadi, semua disebut sahabat, namun bertingkat-tingkat derajatnya. Makin bagus interaksi kita dengan quran, makin tinggi tingkat ke-shohib-an dengan quran, dan makin akan besar berpeluang menjadi penolong kita di akhirat. Dengan demikian, tidak perlu membanding-bandingkan : lebih penting diamalkan, lebih penting dibacakan, lebih baik ini itu... Tidak perlu membanding-bandingkan, apalagi menjadikannya sebagai justisifikasi untuk tidak melakukan salah satu bentuk interaksi tertentu terhadap quran. 

Inilah Istimewanya Quran : dari anak kecil yang tak paham bahasa Arab, mampu menghafal quran tanpa salah satu huruf pun. Sedang kitab lain, bahkan pemuka tertingginya pun tak pernah ada yang mampu menghafalnya.

Maka penghafal quran adalah orang yang terpilih, dipilih Allah, untuk mengemban amanah menjaga Al Quranul Karim.

Apakah kita ingin menjadi bagian dari orang terpilih, atau menjadi bagian orang yang "sekedar" berkisah tentang fakta-fakta orang terpilih? Ini berlaku untuk siapapun, dengan latar belakang apapun. Karena Allah yang menjamin quran bahwa al quran itu mudah dipelajari. Tidak ada syarat "ustadz", "mondok", dll, melainkan "SIAPA YANG MAU"

Kendala terbesar adalah MINDSET. Mindset dalam menghafalnya, mempelajarinya, memahaminya, memperbaiki bacaannya, dsb. Karena sesungguhnya lebih banyak faktor non teknis yang mempengaruhi seseorang dalam menghafal quran. Yang paling utama adalah perkara NIAT.

Alangkah banyak dalil terkait keutamaan penghafal quran. Namun, sekian banyak dalil keistimewaan itu tidak akan berefek jika orientasi ukhrowi kita lemah. Paham fadhilah saja tidak cukup, jika orientasi akhiratnya tidak kuat. Karena tawaran yang disampaikan Rasulullah itu semuanya tentang keutamaan untuk akhirat.

Maka, bagaimana menanamkan motivasi menghafal dalam diri? Sebetulnya, pertanyaannya dibalik, "Apakah segala penawaran yang telah dijelaskan Allah dan Rasulullah itu yang kurang apa?"

TARGET. Target yang besar pasti akan memberikan kompensasi yang tinggi --- yaitu mujahadah yang besar. Orang pengennya : ga banyak ngapa-ngapain, tapi hafal. Orang pengennya : ada hafalan, ga perlu murajaah, tapi tetep ga hilang.

Allah berfirman, "Siapa yang menghendaki kebahagiaan di akhirat, dan dia menempuh dengan sungguh sungguh prosesnya, dan dia orang mukmin, maka mereka itulah yang usaha mereka akan diberikan balasan oleh Allah Swt."

Seringkali orang "Pengen menghafal Quran", tapi tidak kunjung memulai karena terus berharap ada kiat "ga ngapa-ngapain, langsung hafal quran", atau "ingin lancar, tanpa murajaah, dan ayat terus nempel ga hilang-hilang" 

Ini semacam mindset semua ingin serba instan. Semua butuh PROSES, dan ISTIQOMAH. Hafalan itu al hifdzu -- menjaga. Ga ada hafalan, jika tidak ada proses menjaga.

Kompensasi dengan quran bukan semata berapa jumlah capaian hafalan, tapi kesungguhan dalam menjaganya.

Pegang teguh quran ini, karena ia lebih cepat lepasnya daripada unta yang ditambatkan. Jadi, quran itu jika sudah dikasih perhatian, ia tidak mau dicuekin. Maunya dirawat terus. Jika ga dirawat, ia akan meninggalkan kita. Sehingga kompensasi yang besar itu; mendapat kemuliaan quran itu, adalah PROSESnya.

Maka, jangan terobsesi dengan seberapa cepat; namun seberapa kuat kita bertahan bersama Quran. Seberapa sabar, seberapa kuat kita berinteraksi dengan Quran. Buat target yang mudah, dan realistis dengan kondisi kehidupan kita.

Waktu, kesibukan, dsb sebenarnya kita sama. Namun, untuk quran, ada 3 poin yang harus dipenuhi :
  1. Waktu harus ditetapkan, bukan waktu sisa
  2. Waktu harus istimewa, menjadi sesuatu yang wajib ditaati, PANTANG di-reschedule
  3. Waktu tidak harus banyak
Berapapun yang ingin kita hafalkan, mau seluruh quran atau sebagian, tidak menjadi masalah; yang penting kita komitmen dengan waktu waktu tersebut. 

Jangan sampai Quran menjadi waktu yang "seolah" rendah, misal dengan, "Bagi yang tidak ada agenda, silakan meluangkan waktu untuk belajar"

Indikasi kita telah menjadikan quran sebagai PRIME TIME adalah jika kita telah bisa mencancle acara penting untuk Quran
Pertanyaan paling sering menjelang ramadhan : "Jika ramadhan ini, kita mendahulukan khatam banyak atau mentadaburinya juga?" ---- jawabnya gampang : ditambah bacaannya, dan setelah itu dibaca artinya. Karena kita harus meluangkan waktu LEBIH BANYAK dengan Quran. Selama ini pertanyaan itu terus berulang karena "WAKTUnya tidak kita tambah".

Al Quran itu sumber keberkahan, sehingga tidak perlu khawatir dengan segala aktivitasnya. Jika waktu kita habis untuk urusan duniawi kita, SAMA SEKALI tidak mencerminkan seorang pekerja keras, tapi mencerminkan pekerja yang tidak efektif. Jika orang bisa tetap sibuk bekerja, tapi quran beres, ngaji oke, ibadah bagus, nah ini baru keren. Jika seseorang memberikan waktu terbaiknya untuk habis bersama Quran, kelihatan waktunya jadi berkurang; tapi banyak kebaikan/urusan yang kita selesaikan. Mindset harus diubah : ibadah adalah prioritas, sebagaimana tujuan penciptaan. Termasuk di dalam ibadah adalah interakasi dengan Quran. Waktu selebihnya baru untuk urusan yang lain.

Mengapa bisa semudah Al Fatihah? Karena sudah biasa dibaca sekian puluh tahun. Sudah sering dilewati. Ayat, surat dan halaman yang ingin dihafal, harus diakrabi terlebih dahulu. Misal mau menghafal surat An Naba : dibaca dulu berulang kali dari awal sampai akhir, dengan syarat dibaca dengan suara LAMBAT dan KERAS. Ini tujuannya merekam, dan mengkrabi. Baru proses berikutnya tetap dengan menghafal ayat per ayat.

Menjaga HAFALAN bagaimana? Menghafal itu al hifdzu. Hakekat menghafal itu adalah menjaganya. Khusus hafalan baru, jika baru hari ini dihafal, lalu diulang lagi pekan depan, sudah hilang. Maka, hafalan baru harus segera dikuatkan dalam waktu yang tidak lama. Sedang hafalan lama harus diulang secara kontinyu, maksimal sepekan sekali.

PRINSIP : Hafalan harus dibawa sampai mati. Harus dihafal sampai mati. DIJAGA SEUMUR HIDUP, Tidak ada cerita pernyataan, "Dulu pernah hafal", "Sempet hafal", "Pernah setor sekian....". Karena kita akan ditanya atas suatu nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Dengan mindset ini, maka akan selalu ada WAKTU, TENAGA dan ALASAN untuk kita terus menjaganya seumur hidup.

Kita punya peluang yang sama untuk mendapatkan kenikmatan ini... 

Pertanyaan :


  1. Mulai juz mana, khususnya untuk anak anak? Lebih disarankan : mulai dari 4 atau 5 juz akhir, karena ayatnya pendek pendek, dan kata katanya lebih bervariasi. Untuk anak, bukan seberapa banyak hafalan; tapi seberapa cinta dia dengan quran, seberapa dia suka mengaji, membaca quran. Targetnya adalah bagaimana anak cinta quran. Sehingga mulai dari yang mudah mudah dulu. Menanamkan karakter quran itu yang sulit dan butuh waktu panjang; sedang mengejar banyak hafalan itu mudah. Yang penting ia semangat, enjoy, enak, ia selalu merasakan bahwa "menghafal quran itu enak, mudah, enjoy". Jangan sebaliknya : anak jadi kapok dengan quran karena obsesi orang tua ingin anaknya bisa ini bisa itu, hafal ini hafal itu. Jangan sampai anak kapok pada quran. Jadi target pada anak : anak membaca quran dengan inisiatif sendiri, tanpa disuruh. 
  2. Semuanya butuh proses, tidak bisa sekali jadi. Dan proses itu butuh waktu. Mana yang didahulukan antara memahami, menghafal, memperbaiki bacaan, dst? Pertama perlu memperbaiki bacaan, bahkan bisa sekalian belajar memahami, jadi tidak perlu dibenturkan. Namun, untuk mulai menghafal, yang perlu ditekankan adalah bacaan harus benar, karena jika belum benar, akan sulit untuk diedit. 

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)