curhatibu.com

Damai #6



Hai Ibu, berdamailah dengan dirimu sendiri. Jangan biarkan dirimu menjadi sumber tidak nyamannya engkau di rumahmu. Dirimu, tidak nyaman dengan dirimu sendiri, di rumahmu sendiri. Waduh, gimana bisa begitu ya.. 

Sepertinya, ada sesuatu yang salah. Sepertinya, ada idealisme yang perlu engkau sedikit damaikan, turunkan, sesuaikan dengan apa yang ada di hadapanmu. Nyatanya, setiap pencapaian yang tak bisa terealisasikan, sangat bisa membuat harimu hancur seharian. Nyatanya, setiap hal yang tidak berjalan sesuai rencana awalmu, sangat bisa merusak dan membolak-balikkan moodmu sedemikian rupa. 


Well.. Ya, sepertinya ini efek "melankolis" dan "feeling". Semua dibawa perasaan. Termasuk : perasaan ingin semua sempurna. Sayangnya, eksekusi tak selalu berjalan sebagaimana direncanakan Sayangnya, sering badan malas melangkah memenuhi targetan. Ah, semakin rusaklah perasaan karena rasa bersalah yang lalu muncul tanpa ampun. 

Hai Ibu, berdamailah dengan dirimu sendiri. Engkau tak harus menjadi Ibu yang sempurna, jika akhirnya membuatmu tak bahagia menjalani peranmu. Toh, tak mungkin juga ada sosok Ibu yang sempurna. Oke, mungkin menurutmu, Ibu sempurna adalah yang....memasak rajin dengan variasi makanan lezat, pandai menata dan membersihkan rumah, sabar dan telaten mengurus anak tanpa bentakan, cerdas memilihkan berbagai kegiatan edukatif demi anak yang semakin nampak pintar dan menyenangkan juga juara kelas, lalu bisa cekatan mengurus keperluan suami, dan lain lain lain lain lain.. (beuh,banyak kali kriteria 'ibu sempurna' dalam benak saya, dan sayangnya, saya tidak masuk ke dalamnya, satu pun). 

Hai Ibu, berdamailah dengan perasaan itu. Tidakkah engkau ingat senyum mereka, yang bahagia meski engkau hanya datang dengan sepiring nasi dan telur ceplok apa adanya, di tanganmu? Lalu mereka antri minta disuapi dari tanganmu. Juga teriakan riang mereka saat melihatmu datang, padahal hanya sekejap ditinggal beli gula atau minyak di warung tetangga? Berdamailah....

Kenapa kalimat, "Seorang anak tidak butuh ibu yang sempurna. Seorang anak hanya butuh ibu yang bahagia." tidak juga cukup untuk membuatmu berhenti menjadi sosok Ibu yang sempurna (dipandanganmu?). 

Ya.. Sepertinya saya mulai paham, perasaan yang tidak jelas menggelanyut seharian. Rasa ingin memberikan dan melakukan banyak hal, banyak kebaikan, banyak target, banyak kegiatan, banyak pencapaian, tapi akhirnya detik demi detik berlalu begitu saja, habis lebih banyak di kasur pembaringan. Rasa bersalah memenuhi rasa. Rasa tak berguna seperti menjadi awan yang membuat seharian terasa gelap. 

Hai, Ibu, berdamailah dengan waktumu.. Ya, waktumu pastilah sama dengan para Ibu yang lain; 24 jam. Meski sayangnya, masih banyak yang entah dihabiskan untuk apa tidak jelas ujungnya. Sekali lagi - untuk kesekian kali - menjadi yang paling panik ketika dateline beberapa target ternyata di hari yang sama. Kalut rasanya. Seperti hari ini. Menyimak beberapa video materi, menjawab beberapa soal, menyelesaikan target bacaan yang terhutang sangat banyak, lalu ditambah tulisan yang sudah ditekadkan (semoga tulisan ini cukup kata sebagai syarat), hingga keinginan memenuhi isi kulkas dengan aneka makanan sehat, buah-buahan juga sayur segar, daging ayam atau ikan yang menggemukkan, susu yang katanya pelengkap kesempurnaan menu; dan beberapa cemilan saat mengisi waktu; tapi, tidak juga terlaksana, bahkan belum juga terjadwalkan kapannya. Belum lagi untuk menemani pembacaan Iqro' si anak sulung, yang entah kapan terakhir terlaksananya. Katanya mau mencetak anak-anak penghafal Qur'an? Tapi.... 

Hai Ibu, berdamailah dengan jiwamu. Engkau harus menikmati apa yang kau jalani saat ini. Bukan menjadikannya beban, yang membuat hidupmu yang begitu nikmat - menjadi terasa berat. Kemarin, engkau berbincang tentang "bahagia", namun kenapa hari ini, seolah kebahagiaan itu sirna begitu saja, sebab kau tak mencoba berdamai dengan realita. Sepertinya, jiwamu butuh lebih banyak syukur. Ya, syukur. Syukur itu membuat hidup bahagia. Syukur dengan segala apa yang kau dapat jalani, dan nikmati saat ini. Syukur dengan dirimu; karena banyak kawanmu harus bekerja keras untuk sekedar memenuhi gizi pokok harian keluarganya. Syukur, banyak kawanmu harus bergelut dengan jalanan untuk sekedar berjumpa anak kesayangan. Syukur, banyak kawanmu yang bertahun menginginkan menimang keturunan. Engkau, harus bersyukur

Ibu, Berdamailah dengan anak-anakmu. Mereka hanya anak-anak kecil, yang jangankan masalah hukum halal haram, hitung-hitungan di bawah angka 10 saja masih harus berpikir keras. Berbaik hatilah pada mereka, anak-anak berwajah polos itu. Tanpa dosa. Bahkan mereka tak tau, apa itu dosa. Yang mereka tau, mereka punya kehidupan yang seharusnya membahagiakan. Jangan rusak itu, dengan dirimu yang penuh bentakan karena tak bisa berdamai dengan keadaan. 

Ibu... Tak bisakah kau turunkan sedikit saja, targetan itu? Sedikit saja, Ibu. Banyak hal, memang, sebagai ambisi pribadimu. Tapi, hai, perasaan mereka lebih harus kau dahulukan. Juga perasaanmu, yang begitu sering terkacau hanya gara-gara satu menit yang tidak sesuai targetan..

Jadilah lebih damai, Ibu.. Damai hatimu, merasa cukup dengan setiap skenario yang Allah tetapkan untukmu. Damai perasaanmu, menerima segala kurang sempurna-an nya dirimu, juga orang-orang sekitarmu. Damai jiwamu, memenuhinya dengan syukur karena pemberiannya adalah yang terbaik. Damai sikapmu, memaksanya untuk lebih tenang memberikan respon dalam kejadian di alammu. Damai anak-anakmu, menemani mereka dengan lebih sabar, menerima mereka apa adanya - sebagaimana mereka menerimamu, apa adanya. Juga damai dengan waktumu, tak mengizinkannya habis hanya untuk diisi kekecewaan dan ketidak-damai-an. 

Hai Ibu, berdamailah dengan semuanya. 

Cukupkan-lah rasa tidak nyaman itu, hentikanlah perasaan tak damai itu, jangan biarkan dia mengacaukan harimu, jangan biarkan dia mengambil kebahagian dirimu di hari itu.

Hai Ibu... kau dengar suara burung yang berkicau itu? Juga gemericik air yang memenuhi pendengaranmu saat kau ketikkan tulisan ini. bukankah itu damai?

Ah... Sepertinya ada 1 hal yang kurang hari ini. Ya, betul. Keindangan alam itu, tak akan pernah bisa, sampai kapanpun juga, mengalahkan keindahan kalamNya. Ya, sepertinya, telinga ini belum cukup mendengar itu. Atau, hari ini, kau belum sama sekali menyimak ayat cinta dibacakan? Hai, tapi kau sudah menyelesaikan target harianmu, Ibu... bukankah itu cukup? Ternyata belum. Sepertinya karena membacanya sekedar penyelesaian target, sehingga hati tidak merasa, hati tidak terketuk, hati tidak berdesir, hati tidak bertambah imannya. Ya, benar, iman itu nampaknya sedang bergoyang di ujung tanduk. Kau harus menyelamatkannya. Mungkin, kau harus membunyikan mp3 laptop dengan murottal indah. Yah, saya tau, bukankah kau suka surat Ibrahim? Ya, murottal surat ibrohim, yang suka diputar oleh TV Rodja. 

Nah.. betul. Ya, kau harus memastikan hatimu turut menyimak ayat yang terlantun. Kau harus memastikan pula bahwa tak hanya lisan yang bertutur ayat, sedang hati lalai dengan kegalauan dunia. Harus kau pastikan bahwa ayat-ayat itu bisa membantumu, Ibu.. Memberikan kedamaian dalam hatimu. Jika kamu merenunginya, jika kamu mengambil pelajaran darinya. Tapi, jika ayat ayat itu sekedar pengisi suara yang tidak kau pedulikan, bagaimana mungkin yang kau tuju akan tercapai. Tapi, jika ayat itu hanya sekedar pengisi targetan harian yang ujungnya untuk syarat bagi manusia; ah, bukankah kau tak mau menjadi orang yang pertama dimasukkan ke neraka karena ketidakikhlasan. Wew.. Ayolah ibu.. bantu dirimu, bantu hatimu, bantu jiwamu.. Berdamailah dengan kehdidupanmu. Kehidupan dunia ini tidak lama. Dan kau harus menggunakannya sebagai ladang yang akan kau panen hasilnya di akhirat nanti. 

"Dan mereka bebas memilih pintu yang mana saja..."

Tak inginkah?


Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)