curhatibu.com

Tidur #7


-Maaf, kemarin tidak menulis 1 postingan, karena saya tidur-

Pernah dengar tidak sih? Ada orang yang bisa tidur seharian. Sebenarnya, bukan karena lelah, bukan karena sakit, bukan karena capek secara fisik. Ya, betul, dia sedang ingin tidur dari bisingnya dunia nyata (dan maya). 

Apakah itu yang terjadi pada saya? Tidak juga. Saya hanya ingin menuliskan satu topik, "TIDUR". 

"Saya lebih menikmati dunia dalam tidurku. Sejenak saja lah. Rasanya lebih indah, ketimbang dunia nyata yang penuh dengan segala tuntutan, tekanan, forsiran, dan sebagainya"

Lalu jadilah, dia menikmati jam demi jam, detik demi detik, untuk tidurnya. 

Apakah itu salah? 

Tergantung sih. Jika memang kemudian tidak membuat siapapun rugi, entah dirinya, apalagi orang lain, mungkin tidak mengapa. Jika memang tidak sampai melalaikan kewajiban dirinya atas dirinya, juga atas orang lain, mungkin tidak masalah. 

"Ya, karena di dalam tidur, saya bisa melihat, merasakan, apa yang tidak bisa saya rasakan di alam nyata. Saya bisa bertemu sosok-sosok yang saya rindu, saya bisa melakukan apa yang ingin saya lakukan-tapi tak mungkin bisa, saya bisa memiliki apa yang hanya menjadi angan semata, dan yang pasti : saya tak perlu menghadapi kehidupan nyata barang sejenak."

Apakah itu menandakan dirinya sedang ada masalah? Hm.. Masalah mental? Masalah jiwa? Yang membuatnya tak ingin beranjak dari kasur pembaringannya. Yang membuatnya sama sekali tak ingin melakukan apapun - selain : tidur. 

"Ya, meskipun tidak menyelesaikan masalah saya, setidaknya, dalam beberapa waktu, saya bisa melupakan sejenak apa yang menjadi beban pikiran."

Saya tak yakin, tidur bisa membuatnya lebih baik. Tapi, mungkin, dia bisa istirahat sejenak dari jengahnya kehidupan nyatanya. 

"Sebenarnya saya tak mengerti, mengapa saya memilih tidur. Bahkan sebenarnya saya tak tau apa yang membuat kehidupan nyata saya begitu membosankan, di satu pihak menegangkan, juga memberatkan, termasuk menyedihkan. Karena saya merasa hidup saya terlampau sempurna untuk dibandingkan. Apa yang saya perlukan pun tercukupkan. Lalu, apa yang sebenarnya saya risaukan?"

Ya, TIDUR, jawabnya. Karena tak tau apa yang menjadi pemicu, dan rasanya sudah buntu pikiran mencari tau; maka tidur saja. 

Tidur dalam arti sebenarnya. TIDUR dari keberisikan dunia nyata, juga tidur dari kebisingan dunia maya. 

Ya, dunia MAYA. Kalian tau, apa itu dunia MAYA? Ya, betul, dunia di dalam sebatang gawai, yang selalu membuatmu merasa tak tenang jika meninggalkannya meski sekejap. Dunia maya, dunia di dalam layar, yang entah siapa pertama kali menemukan, lalu membuat segala sesuatu berubah begitu pesatnya. 

Perubahan, yang membuat saya rindu, pada masa tanpa gawai. Perubahan, yang membuat saya rindu, pada masa berbincang menjadi sarana penghibur utama, perambah rasa tulus dan perhatian. Perubahan, yang membuat saya rindu pada momen yang hanya memori diandalkan mengabadikan; tanpa sibuk mengambil gambar lalu memolesnya hingga nampak layak tayang dalam ke-maya-an. 

Perubahan, yang membuat saya rindu masa kecil saya, yang begitu riang, ditemani mainan dari balokan atau batu sisa bangunan. Juga dedaunan pinggir sungai yang saya petik, saya ibaratkan sayuran, bak penjual nasi pecel di sebagian jalanan.  

Perubahan itu memang nyata. Ketika perhatian hanya diukur dari seberapa banyak mendapat ucapan selamat pada hari lahiran, atau kelulusan, di laman. Ketika perhatian hanya diukur dari seberapa banyak kawan yang membersamai hari, menghabiskan masa di perkotaan, atau pusat perbelanjaan. Ketika perhatian, hanya diukur dari seberapa banyak orang yang menekan "love" pada postingan, lalu memberikan komentar tanda memperhatikan. Ketika perhatian hanya diukur dari betapa banyak ucapan terimakasih juga pujian yang tersemat di postingan, kala kita melakukan kebaikan pada rekanan. Ketika perhatian hanya diukur dari kebahagiaan yang nampak saat berjalan bersama, meski, hanya sepersekian detik saat tau akan direkam. 

Ah, dunia MAYA. Apakah itu artinya penuh kedustaan? Tidak juga. Tapi, mungkin itu yang membuat ingin tidur dari kebisingannya. 

Kalian tau, berapa banyak grup di media percakapan di telepon pintar itu? Pernahkah menghitungnya? Lalu, apakah semuanya penting untuk kita bahas, bahkan, sekedar dibaca isinya pun, seringnya TIDAK. 

Apa yang orang-orang posting, bicarakan, diskusikan, bagikan; seringnya membosankan. Berita antah berantah, yang diapun sudah tau bahwa, "Maaf, saya juga tidak tau ini sumbernya benar atau tidak", tetap saja dibagikan. Dalihnya sih, "supaya waspada." Membuat saya mual, dan ingin ketawa. Bukan satu dua kali itu terjadi; tapi hampir setiap hari. Bukan satu dua grup; tapi hampir di semua grup. Maka, sebenarnya, tak menjadi problema jika memutuskan keluar dari tempat-tempat seperti itu. Ya, keluar saja. Menghabiskan waktu. Atau setidaknya hanya akan membuat notifikasi pesanmu bertambah, dan sayangnya : membuatmu merasa penting untuk mengeceknya setiap beberapa detik sekali. 

"Merasa penting?"

Iya. Merasa diri penting untuk melihatnya, menganggapnya sebagai pesan khusus untuk dirimu. Atau merasa "wah nanti kalau tidak saya lihat, ada yang sulit hidupnya karena saya tidak segera membalasnya, tidak segera meresponnya". Bolehkah saya bilang, "omong kosong?"

Perasaan "merasa penting", padahal sebenarnya tidak; membuat saya, juga mungkin kalian, melalaikan orang-orang yang "benar-benar" penting, dan membutuhkan kalian. Tidakkah kalian sadari itu?

Sepersekian menit, yang jika dikali-lipat-kan per berapa detik me-unlock smartphone itu, menjadi waktu yang begitu lama bagi "seseorang" yang benar-benar penting bagi hidupmu di dunia nyata. Anakmu, misalnya. Hai, lihat. Coba kalkulasikan : 10 menit saja, bahkan, kalian menyingkirkan barang-barang "bising" itu, untuk sekedar memperhatikan proses anakmu menggoreskan pena-nya di buku gambar, yang ternyata menggambar bentuk unpredictable - yang wow - yang hebat. Tapi, jika dilakukan dengan "sambil", maka yang muncul hanya ucapan, "wow bagus yaaa...!", yang nampak ekspresif, namun sebenarnya "omong kosong". Sekedar supaya anak tidak mengganggu kesibukan Anda membaca aneka pesan TIDAK PENTING. Sekedar supaya anak merasa dipuji. Ah, pujian yang tidak tulus, sepertinya anak kecil pun tau. Ini baru contoh sederhana.

Sepersekian menit, yang jika dikali-lipat-kan berapa detik me-unlocked smartphone itu, bisa menjadi waktu yang sungguh berharga bagi seseorang yang butuh diri kalian "berada" di dekatnya, jiwa dan raga. Mungkin cuma 10 menit, kalian fokus, menyimak, mendengar, bahkan sekedar menemani dia yang sesenggukan, tanpa berbicara sepatah kata-pun; itu akan menjadi menit yang indah baginya, yang merasa, "Ah, iya, saya baik-baik saja...". Wow.. kalian menyelamatkan  hidup seseorang, hanya dengan menyingkirkan benda itu sebentar.

Sepersekian menit, yang jika dikali-lipat-kan berape detik me-unlocked smartphone itu, bisa menjadi kebersamaan yang berharga untuk dua sosok terbaik dalam hidup kalian; ayah juga ibu. Apalagi, menit-menit itu adalah waktu terakhir mereka berada di dunia. Ditemani oleh anak-anak mereka, ditalqin sepenuh jiwa, hingga kalimat "Allah" menjadi penutup usia. Wahai, Anak, mana yang lebih berharga selain khusnul khotimah?

Well.. Bising.. Itu yang diinginkan sirna, ketika kita TIDUR. Jiwa, otak, hati, pikiran, sudah sangat penuh beban, untuk sekedar ditambah, dijejali dengan isian nirfaidah. Lalu, apakah salah, jika sejenak saja, kalian tidurkan semua itu, untuk menikmati dunia nyata yang lebih indah?

Hai.. ada yang mengatakan pada saya, "Orang yang paling kesepian itu, biasanya paling aktif di dunia maya. Mungkin dia ingin bisa menghilangkan rasa sepinya, tapi sebenarnya dia hanya menambah beban penderitaannya."

Benar? Mungkin. Bisa jadi. Di dunia maya itu, kita dipaksa melihat apapun, bukan? Termasuk kebersamaan orang-orang, yang kita tidak bisa mendapatinya sama. Termasuk kebahagiaan orang-orang, yang kita impikan namun tak jua terlaksana. Termasuk, pencapaian orang-orang, yang kita gagal dan tak mungkin lagi menuju ke arah sana. Termasuk, pertemuan dengan para sahabat lama, yang akhirnya berujung wacana. Bukankah itu menyedihkan, mencari keramaian, namun yang didapat hanya lipatganda kesepian. Wahai, Jiwa....

Maka, TIDUR menjadi solusi, meski tak berjanji akan mengobati. Tapi setidaknya, kalian punya lebih banyak waktu untuk menikmati bahagia, yang sebenarnya. 

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)