curhatibu.com

Mendidik DIRI #2


Hal kedua yang membuat saya bahagia, setelah memutuskan menjadi Ibu Rumah Tangga (tanpa ngantor) adalah memperoleh banyak kesempatan mengembangkan diri saya, semau saya. Hehe.. Salah satunya : belajar tentang agama islam lebih dalam lagi. Ya, meskipun dalam realitas, tidak semudah itu. Banyak sekali tantangan. Tapi, sampai sejauh ini, saya bersyukur sudah dan sedang menjalani beberapa program bersamaan.

Saya tau ini tidak mudah, dan ada tantangan "ikhlas" yang besar. Mengapa? Karena, yang saya sedang pelajari adalah sesuatu yang bisa jadi tidak ada iming-iming keuntungan dunia. Ya, bisa saja sih, saya dengan ijazah DIII melanjutkan kuliah sarjana. Tapi kalau dipikir, waktu saya terlampau singkat untuk "sekedar" kembali mengejar title dunia. Dan tuntutan "kebutuhan" akan ilmu agama membuat saya harus dan wajib memprioritaskannya. Selain, sebenarnya saya juga sudah tidak terlalu tertarik dengan ilmu akuntansi.

Well. singkat cerita, saya belajar di beberapa program. Mulai dari program kuliah online 2 tahun, bersama yayasan BISA. Alhamdulillah sudah selesai dapat ijazah akhir. (tapi sebenarnya masih harus memperbaiki 1 matkul jika mau lebih baik lagi nilainya). Juga sempat mengikuti program bahasa Arab di Bisa Learning Center, di Pondok Betung. Lalu ikut hampir 2 tahun program mahad Madinah (i'dad lughowi 1 tahun, dan ulumus syar'i hampir 1 tahun ) - sekarang tidak lanjut karena waktu itu terputus melahirkan hilyah, lalu ada "hal-hal" yang membuat saya memutuskan stop saja dari sana. Tidak apa apa. Program HSI, belajar aqidah secara online, masyaallah. meski tertatih, tapi alhamdulillah ini program yang sangat ramah waktu bagi ibu-ibu.

Dan insyaallah saya akan ikut program i'dad lughowi kembali, di Yayasan As Sunnah, masjid As Sunnah. Mungkin saya akan mulai dari awal, bahkan sepertinya buku yang dipakai sama dengan yg sudah pernah saya khatamkan. Tapi, ada hal yang membuat saya lebih mantap belajar di sana. Lain kali, mungkin akan saya jelaskan.

Banyak sekali program belajar yang bisa kita, sebagai ibu rumah tangga, ikuti. Apalagi dengan teknologi dan jaringan yang sudah sedemikian mudahnya; harusnya membuat kita bisa belajar banyak hal. Tinggal kitanya mau atau tidak. Dan, kesibukan kita mendidik anak tidak seharusnya menjadi penghalang kita belajar. Justru, menjadi kita harus lebih semangat belajar.

Ingatkah kita dengan kalimat, "ibu adalah sekolah pertama bagi anak". Ya mendidik anak adalah tanggung jawab seorang Ibu, yang 24 jam membersamainya. Maka sudah semestinya ibu benar-benar bisa menjadi "sekolah" bagi anaknya, teladan terbaik bagi anaknya, bisa mendidik anakanaknya dengan baik. Dan itu semua butuh ILMU. Mutlak butuh ILMU.

Bagaimana seorang ibu mau mengoreksi bacaan sholat sang anak, atau gerakan sholat anak; jika dia tak pernah sekalipun memperbaiki sholatnya, wudhunya; hanya berbekal ilmu turunan dari orang tua dulu, atau guru ngaji jaman TPA puluhan tahun lalu. Yang keshohihannya juga banyak yang perlu dikoreksi. Belum lagi masalah adab. Wow.. tentang adab ini, saya mendapat penjelasan yang sangat bagus dari Ust Abdullah Zaen, akan saya tuliskan pada postingan berikutnya ya..

Adab itu panjang jika dicritakan. Puluhan tahun ulama belajar adab, sebelum belajar ilmu. Sehingga, seorang yang punya ilmu, sangat terlihat dari adabnya. Tapi jika terbalik prosesnya; seperti kebanyakan saat ini : hafalan banyak, perilaku penuh maksiat, buku/catatan dikumpulkan menggunung, tapi suka menggibah para ustadz. Postingan besok ya.. Insyaallah.

Inti postingan kali ini : saya banyak mendapat banyak pencerahan dalam masalah agama, yaitu setelah saya keluar dari pekerjaan saya. Saya yakin, saya khusnudhon kepada Allah; ini adalah cara Allah membuat saya bisa lebih siap menemani anak-anak saya. Termasuk, saya mengenal manhaj yang saat ini lebih saya pegang; ya setelah saya belajar di kuliah online BISA. Cara beragama yang menurut otak, logika dan hati saya, lebih pas, lebih enak, dan lebih menentramkan.

Saya sudah sering menceritakan perubahan "cara beragama" saya dari yang dulunya di sana, lalu ke saat ini. Hehe.. ngga jelas banget penjelasannya.

Kesimpulan (udah inti, ini pake kesimpulan lagi, pak!?) : Ibu harus belajar. Karena, mendidik Anak itu akan menjadi MUSTAHIL berhasil, jika seorang pendidik (dalam hal ini, IBU) tidak mau terlebih dahulu mendidik dirinya sendiri. Inilah yang membuat saya bahagia. Ada motivasi besar untuk saya bisa berbuat, bersikap, berperilaku lebih baik lagi; ada rem yang membuat saya lebih cepat STOP saat akan melakukan perbuatan yang dilarang. Dan semuanya itu, selain karena kita mengharap ridho Allah, kita bercita-cita mencetak generasi beradab. Generasi berakhlaq mulia, Bukankah janji Rasulullah, orang yang punya akhlak mulia akan dibangungkan istana di surga di tingkatan sama dengan Rasul. Kita, sebagai orangtuanya, jika anak kita di sana, (janji Allah) akan diajaklah orang tuanya. Bukankah itu tawaran menggiurkan?

Bagi anak, kata-kata/nasehat/perintah orang tua itu menjadi begitu abstrak jika tanpa ada keteladanan yang bisa dilihatnya sehari-hari. Maka, jika ingin anak menjadi anak yang baik, ya kita sebagai orang tua, khususnya Ibu, tidak boleh bosan memperbaiki diri, mendidik diri. Anak akan mencontoh begitu mudah bagaimana : cara makan, kebiasaan mau tidur, hobi orang tua, cara orang tua marah, intonasi berbicara, cara memperlakukan orang lain, cara meminta maaf, sampai terkadang cara kita membangunkan itu juga dicontoh oleh anak. Apalah jadinya si anak, jika yang dilihat adalah teladan buruk; makan sambil berdiri, pakai tangan kiri, suka marah-marah, berbicaranya membentak-bentak, maunya menang sendiri, suka merebut barang orang lain, kasar saat membangunkan, dsb. Dan semuanya itu "seringnya" tidak kita sadari. Tau-tau, si anak sudah melakukan perilaku buruk, yang pada saat itu kita tegur; hingga kemudian kita renungi, "lho, itu kan kayak saya kalau lagi marah, kayak saya kalau lagi ngomong, dan seterusnya".


Wow.. Makanya, sungguh berat memang, amanah menjadi orang tua ini. Tapi karena sudah "terlanjur" menjadi orang tua, kita harus berbenah. Tidak ada kata terlambat. Mulai detik ini, kita tanamkan pada diri kita, kita harus berubah lebih baik. Kita harus selalu belajar, supaya tau mana mana saja yang kudu diperbaiki. Supaya kita paham 

Hmm... apalagi ya.. semoga saya bisa, dengan keterbatasan yang saya punya. Bukankah ada yang bilang ya, kalau seorang anak itu tidak butuh ibu yang sempurna. Anak itu lebih butuh ibu yang bahagia. Waahh.. jadi, saya harus menjadi ibu bahagia. Nah, cara supaya kita selalu bahagia ya banyak-banyaklah bersyukur kepada Allah, atas segala yang Allah kasih ke kita, atas jalan hidup yang Allah rancang untuk kita, atas rejeki yang Allah bagikan untuk kita. Insyaallah tidak ada yang tertukar, tidak ada yang salah sasaran, dan rejeki itu ngga bakal habis. Serius deh. Kalau rejeki untuk kita sudah habis, artinya apa? ya artinya jatah hidup kita di dunia sudah habis. 

Oh iya, saya sampaikan bahwa, ketika saya resign dulu, sempat mengkhawatirkan "nanti uangnya gimana? gaji tentu berkurang separo, nanti cukup ngga ya, nanti bisa beli rumah ngga ya, nanti bisa ini itu ngga ya, nanti kalau ada anak gimana... bla bla bla.." Dan masyaallah, rejeki kita bukan dari kantor, bukan dari pemerintah, bukan dari hasil ijazah kita, bukan dari sertifikat PNS kita (eh apa sih namanya, sertifikat ya? wkwk sampek lupa), tapi rejeki kita dari Allah. Itu aja. Anak-anak kita bagaimana? Rejeki anak-anak kita dari Allah juga, jangan kepedean menganggap anak yang kasih makan adalah kita, yang kasih uang adalah kita; tidak. tapi Allah. Tentang rejeki, akan saya kisahkan di lain waktu. 


Whuaaa. masih banyak perjalanannya, dan kisahnya. Btw, ternyata, ada banyak yang belum saya syukuri. Ini kalau ngga harus jemput ghumaisha, dan karena hilyah sudah bangun dari tidurnya, bakal lanjut terus ini paragraf ngga udah udah. Sampai ketemu esok hari.. 

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)