curhatibu.com

Saya Bahagia, Kenapa? #1


Saya ibu rumah tangga. Dan saya bangga. Saya bersyukur. Saya cinta. Meski tidak pernah sekalipun dulu menjadikan "profesi" ini sebagai cita. Saya tau banyak sekali kurang di sana sini. Saya tau banyak sekali hal yang harus dipelajari. Tapi, saya yakin, selama saya terus berbenah, terus belajar berbakti, terus menerus mengabdi; saya akan menemukan titik bahagia yang selama ini saya cari.

Mengabdi kepada siapa? Mengabdi pada Rabbul 'izzati.

Saya teringat betul, sebuah ayat yang menjadikan sebab keputusan besar saya ini, "Wa qorna fii buyutikunna". Wahai wanita... tinggallah kalian di rumah rumah kalian. Saya sering ditanya oleh temanteman, adek kelas atau siapapun yang mungkin penasaran dengan keputusan saya, "apa yang membuatmu resign dari PNS?". Wajar sih pertanyaan itu. Bagaimana tidak, jutaan orang mengimpikan posisi itu. Dan orang tua mana yang tidak ingin anaknya "terjamin" kehidupan sampai pensiun. Tapi, saya memutuskan jalan lain. Muncul pertanyaan-pertanyaan itu, yang sebenernya sudah saya prediksikan.

Apa jawab saya? Apakah saya menjawab dengan ayat itu? Tentu tidak. Apalagi jika yang bertanya, hanya sekedar "kepo", "iseng" dan sebenarnya tidak ingin tau; hanya ingin mengatakan, "eman yo...", ya, diawali pertanyaan lah, supaya ada awalan.

Saya akan jawab dengan jawaban yang saya katakan, "basa-basi", apa itu? Karena anak saya tidak ada yang menjaga, karena rumah saya jauh dari kantor, karena ngga cocok dengan pekerjaan. Seringnya, saya jawab tentang anak sih; alasan yang juga sebagian besar teman teman jadikan latar belakang tatkala resign.

Tapi sesungguhnya, ada ayat yang menjadi dasar hukum, menjadi alasan yang saya katakan "KUAT" untuk memutuskan saya resign dari pekerjaan. Ya, karena Allah yang memerintahkan saya, perempuan, yang sudah menikah (apalagi punya anak), untuk di rumah. Guys, hukum asal seorang wanita yang sudah menikah itu ya di rumah. Kecuali ada sebab yang membuatnya harus bekerja. Boleh bekerja, itupun harus memperhatikan banyak hal, harus dengan alasan yang tepat, dan harus memastikan bahwa tanggungan wajibnya sudah tertunaikan dan tidak terabaikan.

Ya, sekali lagi, itu jawaban sebenarnya, alasan sebenarnya mengapa saya begitu cepat berubah haluan untuk menjadi Ibu rumah tangga.

Janji Allah itu nyata, tidak pernah Allah mengingkari janjinya. Saya pernah mendengar tausyah beberapa kali dari ustadz yang berbeda bahwa siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan ganti dengan sesuatu yang lebih baik lagi. Dan itulah saya rasakan. Saya tau, meski saya katakan di sini bahwa alasan saya resign adalah ayat itu; saya sadari betul banyak hal yang menjadi penguat hingga kemudian saya "OKE, keluar!". Misalnya anak, jelas. lalu, saya harus berada di lingkungan yang saya kurang nyaman bergaul dengan mereka. saya harus susah payah berkeluh dengan jutaan orang setiap pagi dan petang; dan itu sangat menguras energi dan emosi saya. Lalu, saya merasa tidak berguna di kantor. Lihat. Ada banyak pemicu. Wallahu a'lam, saya tidak tau mana yang lebih kuat menjadi alasan. Tapi, saya khusnudhon kepada Allah, bahwa itu semua adalah cara Allah mengarahkan hati saya mantap dengan keputusan ini.

Ya, Allah ganti dengan sesuatu yang lebih indah. Dan sampai detik saya mengetikkan tulisan ini; saya tengah mendapati bahwa "yah, saya mulai menemui passion saya, menyadarinya, dan harus mulai mengembangkannya". Untuk apa? Untuk terkenal? Untuk mengganti gaji saya dulu di kantor? Bukan, tapi untuk bisa menjadikan diri saya lebih manfaat. Ya kan? Bukankah salah satu pemicu resign adalah rasa tidak berguna saat di kantor, rasa tidak dipakai, rasa tidak punya kemampuan apa-apa, rasa tidak dipercayai oleh atasan bahkan rekan kerja (guys, saat Anda berada di posisi itu, itu sungguh tidak nyaman. Dan akan membuatmu malas datang ke sana. Sekedar syarat masuk jam sekian keluar sekian, tanpa punya semangat dalam kerjaan.)

Saya ingin menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain.

Apakah dengan menjadi ibu rumah tangga, saya bisa menjadi lebih manfaat daripada sebelumnya? Ini beberapa kali terbersit. Ah, apalah ibu rumah tangga kerjanya : bangun lebih pagi, masak, nyuci, menyapu, mengepel kalau lagi rajin (hehe), naruh mainan ke tempat mainan, ngebangunin anak, masukin pakaian ke mesin cuci (alhamdulillah nggak harus ngucek ngucek), nyeterika (kalau lagi bajunya mau dipakai pak suami), atau ngelaundry kalau lagi mager banget, sama anter jemput anak sekolah. Ah nemenin si bayi, ngasih Asi, nyuapin. Ya, semua taulah bagaimana rutinitasnya. Berkutat dengan itu itu saja. Nggak produktif banget ya. Ngga menghasilkan uang, malah suka menghabiskan gaji suami. Wkwkwk.. Jadi apa manfaatmu lebih besar saat jadi IRT, daripada pas di kantor?

Entahlah.. saya juga tidak tau bagaimana mengukurnya. Tapi, yang saya rasakan sekarang : saya bahagia dan makin cinta dengan profesi ini. Sejujurnya saya tidak terlalu peduli lagi dengan saya harus menghasilkan suatu karya ini itu, harus dapat uang ini itu, harus bisnis ini itu buat tambahan uang jajan, bagaimana biar nanti masa tua begini begitu, beli ini itu; apalagi ngurus lingkup yang lebih besar, masyarakat, negara. Tidak ada. Mungkin bagi sebagian orang, "Ngga produktif banget masak cuma ngurus rumah aja sih! kayak ibu ini donk, jadi ini itu..". Saya tidak peduli dengan apa kata orang. 

Yang saya pedulikan sekarang : bagaimana saya bisa melakukan sesuatu untuk orang orang terdekat saya, bagaimana bisa menjadi orang yang pertama dicari oleh anak-anak ketika mereka menangis, terjatuh, berantem sama temennya; menjadi orang pertama yang dibujuk, dirayu saat dia ingin beli es krim atau bakso yang lewat depan rumah; menjadi orang pertama yang ditariktarik ke kasur saat dia ingin tidur; menjadi orang pertama yang jadi sulit keluar sendiri karena diganduli mereka, ga mau ditinggal. Juga dengan keterbatasan ilmu dan tenaga saya; saya ingin menjadi orang yang akan mengantarkan mereka menjadi orangorang yang berilmu, apakah dari yang saya ajarkan, atau membawa mereka ke orang yang bisa mengajarkan sesuatu kepada mereka. 

Mungkin saya egois; tidak lagi seperti dulu, apalagi jaman mahasiswa yang sibuk dengan urusan orang lain, berjudul "dakwah", atau jaman masih di kantor yang juga masih dengan tagline sama, "dakwah- jika bukan orang baik yang mengisi kantor itu, maka ia akan diisi orang rusak". Maafkan.. Insyaallah masih begitu banyak orang yang lebih layak di posisi itu. Dan saya karena keterbatasan saya, saya baru bisa melakukan peran saya saat ini. Peran yang ini aja, masih banyak compang-camping. Ya Allah.. Semoga Allah memaafkan saya.

Saya takut sebenarnya; nanti kalau ditanya Allah, "rumah suamimu, sudah dijaga dengan baik? anak-anak suamimu sudah didik dengan baik?"

Dengan posisi saya yang dengan izin Allah bisa fokus; tapi masih sering lalai menjaga kedua hal itu, saya berharap Allah mengampuni saya. 

Ya, Maaf, tulisan random. Hehe.. Sebenarnya ingin menuliskan "profil ibu rumah tangga". Lha isinya koq jadi entah apa. 

Tapi pesan saya kepada semuanya : setiap kita tidak ada yang sama kondisinya. Dan agama ini sudah begitu rinci mengaturnya. Tinggal kita mau belajar atau tidak, mau menjalankan atau tidak. Pilihan sangat terbuka lebar, dengan memperhatikan mana yang menurut syariat harus dipilih, boleh dipilih, dan ga boleh dipilih. Setelah memilih, jangan lupa, harus siap dengan konsekuensi yang ada. Pasti akan bergandengan. Selalu khusnudhon kepada Allah, barangkali pilihan yang kita inginkan tidak bisa terjadi, karena menurut Allah tidak cocok dengan kita. Yakinlah, bahwa setiap jalan hidup yang Allah gariskan kepada kita, pilihkan untuk kita, adalah yang terbaik. Syaratnya apa? Kita bersabar dan menjaga rambu ketaqwaan kita kepada Allah. 

Semoga Allah mudahkan dan berkahi semuanya. Hmm.. masih bersambung, karena masih ada poin yang membuat saya bahagi dengan kehidupan saya saat ini. Besok ya...insyaallah. 

Post a Comment

Terimakasih udah mampir di blog ini, happy reading :)